CSR – Case Study
Beberapa produk Sido Muncul sukses leading di pasar berkat campaign. Unsur tanggung jawab sosial tidak dilupakan.
Ada genre unik yang melekat pada iklan-iklan Sido Muncul belakangan ini. Selain menggunakan talent orang-orang biasa, message-nya juga sarat dengan pesan sosial. Ambil contoh iklan Kuku Bima versi “Jangan Pernah Putus Asa.” Iklan yang dirilis pada Juni 2007 ini memuat pesan moral bahwa hidup merupakan perjuangan dan kita tidak boleh berputus asa. Pesan tersebut diterjemahkan dalam ikon Nur Kodim, tukang becak yang cacat kaki; Ponirah, perempuan pengemudi becak; dan seterusnya.
Iklan model ini dilatari oleh merebaknya kasus bunuh diri akibat kesulitan hidup. Harapannya, mampu menyemangati mereka yang putus harapan. “Saya merasa prihatin pada maraknya orang yang mengakhiri hidupnya dengan jalan tragis. Terpikirlah membuat iklan dengan menampilkan orang-orang yang tidak diberi kesempurnaan, tapi tidak putus asa dan tetap berjuang,” kata Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sido Muncul.
Lalu, ada pula TVC yang mengajak orang untuk peduli pada kebudayaan bangsa sendiri. Iklan Tolak Angin yang berjudul “Truly Indonesia” ini hadir di tengah wacana klaim Malaysia atas beberapa budaya Indonesia. Ada lagi iklan yang mengajak kita untuk memperhatikan jasa para TKW dan iklan yang mengangkat sektor-sektor informal yang kerap termarginalkan oleh kebijakan pemerintah. Iklan berjudul “Laskar Mandiri” ini mengangkat para pemulung, tukang semir sepatu, tukang ojek, penjual jamu gendong, dan pengamen sebagai sektor informal yang layak diperhatikan.
Belum lama ini, mereka pun meluncurkan iklan Tolak Angin yang mengajak masyarakat mencintai produk dalam negeri. Isi pesannya menyerukan pemberian nama-nama lokal atas komoditi seperti buah-buahan asli Indonesia.
Hebatnya, semua iklan tersebut acap ditayangkan pada program-program prime time di televisi. Bahkan, Sido Muncul berani menjadi sponsor acara berating tinggi seperti Empat Mata, serta program kontes Mama Mia dan Super Mama. Strategi ini ternyata tidak sia-sia. Paling tidak, merek Kuku Bima Energi yang diluncurkan baru tahun 2004 mengalami peningkatan penjualan amat signifikan. Bahkan, menurut Irwan, target penjualan Kuku Bima tahun 2007 sebesar satu miliar sachet pun dapat terlampaui.
Dari iklan-iklan fenomenal itu, Sido Muncul tampaknya ingin “mengawinkan” antara kampanye produk dengan pemberdayaan sosial. Irwan menyatakan, ada sinergi antara campaign dan corporate social responsibility (CSR). “Di balik ini, sebenarnya buat saya dua-duanya mempunyai maksud yang sama, yakni promosi. Tapi, promosi kami langsung mempunyai unsur pemberdayaan dan membantu orang lain. Ini cara beda dari kami,” tandasnya.
Bagi Irwan, keduanya tidak bisa dipisahkan. Ia sering mendengar nasihat orang agar jangan berdiri di atas dua perahu, yakni bisnis dan sosial. Kalau mau bisnis sebaiknya fokus pada bisnis saja. “Saya harus memanfaatkan keberadaan saya untuk berdiri di atas kedua perahu itu. Sekarang ini terbukti bisa berjalan dengan baik dan mendatangkan buah-buah kebaikan bagi perusahaan maupun masyarakat,” katanya.
Program tanggung jawab sosial memang amat kentara di Sido Muncul. Beberapa kali, Sido Muncul menunjukkan kepeduliannya kepada para korban bencana alam, para balita kurang gizi, penghuni pantai asuhan dan tahanan penjara. Termasuk pula program tahunan mudik bareng menjelang Lebaran. Jika tahun lalu mereka menyediakan 260 unit bus untuk 16.000 pemudik, tahun ini Irwan berniat menambah jumlah armada busnya. “Ini kami gelar sebagai upaya perusahaan membangun kedekatan dengan customer. Inilah bagian dari CSR kami. Program ini bukanlah beban, tetapi peluang,” tandasnya.
Sido Muncul juga terus berinovasi. Kuku Bima Energi, misalnya, kini memiliki tujuh rasa: original, jeruk, jambu, anggur, teh, kopi, hingga susu soda. Produk ini mampu memasok 50% lebih total omzet PT Sido Muncul. Dari semua varian itu, ternyata rasa anggurlah yang paling digemari konsumen. Hal ini menjadi bukti keberhasilan mereka mengedukasi pasar minuman energi.
Dalam penjurian Marketing Award, keberanian berinovasi dalam produk tadi dinilai oleh juri sebagai insting pemasaran yang kuat dari Sido Muncul. Saat dikonfirmasi, Irwan Hidayat tidak menyangkal bahwa peranan insting cukup besar. Baginya, kepekaan ini merupakan hasil dari pengalaman selama 40 tahun menangani bisnis ini.
“Saya setuju dengan sebutan instinc marketing. Dunia marketing sudah saya tekuni sejak tahun 70-an. Saya selalu menempatkan diri sebagai seorang marketer. Saya juga menggunakan feeling untuk melihat peluang-peluang yang ada di depan,” terangnya.
Sosok Irwan memang cukup dominan. Hal ini bisa berakibat positif dan negatif. “Keberadaan saya ditanggapi beragam. Cara ini mendukung speed sebagai hasil utama. Lalu, bisa lugas bermain di semua lini dan mudah mengambil keputusan. Saya bukannya mengandalkan diri saya sendiri. Saya juga tergantung pada tim. Sebagian ide-ide ini datang dari tim,” katanya. Sigit Kurniawan