Menjual Seperti Bermain Puzzle (Bagian 1)

www.marketing.co.id – Akhir pekan lalu, anak saya tengah bermain puzzle bersama teman-temannya. Keseluruhan puzzle berjumlah 150 keping. Mereka terlihat sangat senang, tertawa dan berdebat tentang di mana saja kepingan-kepingan puzzle itu harus dipasang. Setiap kali ada kepingan yang cocok terpasang, ada luapan kegembiraan dan kepuasan dari mereka.

Semakin dekat mereka menyelesaikan puzzle tersebut, semakin semangat pula mereka berusaha untuk menyelesaikan tiga jam usaha menyusun puzzle. Mereka akhirnya bisa merayakan dan memamerkan gambar keseluruhannya dengan bangga. Saya sudah berjanji akan membingkaikan hasil karya pertama mereka, lengkap beserta foto mereka bertiga di dalam bingkai tersebut. Mereka semua sangat senang dan bangga.

Tetapi saat hampir selesai, mereka menemukan ternyata ada 12 kepingan puzzle yang hilang. Mereka mencari ke mana-mana—di dalam kotak kemasan, di dalam plastik bungkusan, di bawah karpet, di bawah meja, di mana-mana. Namun, mereka tak bisa menemukannya. Mereka jadi frustasi, kebahagiaan memudar dengan cepat, dan mereka mulai merasa kecewa.

Saya memutuskan untuk membantu mencari kepingan-kepingan yang hilang. Saat saya membantu, harapan mereka mulai muncul kembali. Kami mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan di mana hilangnya semua kepingan tersebut. Kami melakukan brainstorming, membicarakan tempat terakhir kali mereka meletakkan kotak, ke kamar mana saja mereka pergi dan kemungkinan kepingan tersebut terbawa ke kamar lain, dan sebagainya.

Mereka terlihat sibuk mencari solusi. Mereka sudah mengubah fokus dari perasaan kecewa menjadi penuh harap. Dari diskusi kami, disimpulkan bahwa kemungkinan kepingan itu ada di dapur, karena salah satu dari mereka pernah pergi ke sana untuk mengambil segelas air. Setelah mencari ke dapur, saya kembali dengan membawa semua kepingan yang hilang. “Semua sudah ketemu! Hore! Terima kasih, Ayah! Terima kasih Om! Lanjut yuk! Asyik!”

Tak lama kemudian, puzzle itu pun selesai. Semuanya melakukan “tos” kemenangan. Ketika saya hendak mengambil foto mereka, mereka berkata, “Om, ayo gabung dengan kita.” Saya menjawab, “Jangan, ini proyek kalian, keberhasilan kalian!” Lalu mereka berkata, “Om juga bagian dari keberhasilan ini. Tanpa Om, kami tidak akan menemukan kepingan yang hilang! Jadi Om harus bergabung dengan kita juga!”

Lalu saya mulai berpikir, “Menjual juga persis seperti ini!”

Banyak tenaga penjual mencoba memasarkan produk mereka ke pelanggan dengan menciptakan kebutuhan, menjelaskan fitur dan kegunaan, memberikan diskon, dan lain-lain. Tetapi, tetap saja pelanggan menolaknya. Mengapa? Karena itu persis seperti puzzle!

Bayangkan anak saya beserta teman-temannya sedang sibuk menyusun puzzle. Ketika saya datang, mengganggu mereka—tak peduli mereka sedang sibuk dan asyik dengan proyek mereka sendiri—dan saya mulai memperlihatkan pada mereka sesuatu yang menurut saya menarik, bernama Rubik’s Cube. Saya mendemonstrasikannya pada mereka. Mereka tidak tertarik sedikit pun pada Rubik’s Cube saya.

Saya lalu menjelaskan bahwa dengan memainkan Rubik’s Cube, kita bisa mendapat kepintaran. Saya menunjukkan sebuah survei pada mereka yang saya cetak dari internet untuk membuktikan bahwa Rubik’s Cube bisa membantu mengembangkan kemampuan kreativitas dari begitu banyak anak di seluruh dunia. Tapi, mereka masih saja tidak peduli. Lalu saya memutuskan untuk berbicara lebih keras dan memerintahkan mereka untuk menghentikan puzzle dan main Rubik’s Cube sebagai gantinya. Bisakah Anda bayangkan hasilnya? Apakah itu efektif? Tentu saja tidak!

Anehnya, tetap saja setiap hari ratusan tenaga penjual melakukan hal persis seperti itu!

Konsumen sedang sibuk dengan proyek-proyek mereka sendiri, sibuk dengan target dan masalah mereka sendiri. Lalu datanglah si tenaga penjual, memaksakan diri ke dalam jadwal konsumen yang sibuk, membeberkan presentasi panjang lebar tentang perusahaan dan produk mereka, fitur dan manfaat, siapa saja para klien mereka, apa pendapat klien-klien tentang mereka, penawaran harga menarik jika konsumen membeli hari ini, dan lain-lainnya.

Siapa yang peduli? Si konsumen tidak peduli dan tidak tertarik! Mengapa? Karena konsumen terlalu fokus pada “puzzle” mereka sendiri dan Anda malah berbicara dan meyakinkan mereka untuk menghentikan puzzle mereka, lalu menawarkan mereka untuk membeli dan menggunakan Rubik’s Cube Anda! Tak heran selalu ada tenaga penjual yang diusir setiap harinya!

Jadi, bagaimana pengalaman akhir pekan saya bersama anak saya dan teman-temannya bisa membantu untuk mengerti tentang cara menjual dengan lebih baik? Pada edisi berikutnya, kita akan membahas beberapa petunjuk yang dapat Anda gunakan untuk bisa menjual dengan lebih baik, karena menjual itu sebenarnya sangat mirip dengan bermain puzzle! (Bersambung) (James Gwee T.H., MBA.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.