Menggaet Kepercayaan Kaum Ibu

Kaum ibu cenderung tidak mau mencoba-coba merek untuk bayinya. Bagaimana Milna mengemas kepercayaan kaum ibu?

 

Tidak mudah ternyata membangun merek untuk pasar bayi. Begitu ungkapan Widjanarko Loka Djaja, Marketing & Sales Director PT Sanghiang Perkasa. Pasalnya, kaum ibu cenderung tidak mau coba-coba merek. Mereka selalu memilih merek-merek yang sudah dipercaya. Apalagi untuk kategori produk kesehatan bayi. Faktor heritage sangat berpengaruh. Bagi merek yang sudah eksis, posisinya akan semakin kuat karena konsumennya sangat loyal.

 

Karena itu, menurut Widjanarko, kunci membangun merek untuk pasar bayi terletak pada kemampuan pemasar menciptakan kepercayaan (trust) merek. Dan ini tidak mudah dilakukan. Butuh konsistensi yang sangat tinggi, baik dari segi produk maupun komunikasinya. “Yang sangat penting dalam membangun merek (untuk pasar bayi) adalah menciptakan trusted brand,” tandasnya.

 

Belum lagi persaingan di hampir semua kategori produk bayi sangat berat. Maklum saja, dari sisi size, pasar bayi sangat tinggi. Para pemasar sangat tergiur dengan kue yang tersedia di pasar ini. Tetapi, jika sudah meraih kepercayaan dan produknya sudah exist, jalan yang ditempuh pemasar semakin mulus. “Bagi yang sudah eksis, tinggal menikmatinya dengan membangun mereknya makin kuat. Untuk merek-merek yang baru, tidak mudah,” terangnya lagi.

 

Bagaimana Milna membangun kepercayaan mereknya di mata kaum ibu? Menurut Widjanarko, Milna membanguin trust mulai dari sisi produk hingga komunikasi yang konsisten. Pertama kali, ketika mengembangkan produk, harus sudah diketahui bahwa produk tersebut dibutuhkan bayi. Lalu, harus ada antisipasi dari sejumlah kemungkinan yang bisa menjatuhkan merek. Dalam kasus Milna misalnya, PT Sanghiang Perkasa meluncurkan juga produk anti alergi. “Ini adalah upaya-upaya kita untuk membangun secara konsisten bahwa kami memberikan perhatian ke ibu. Secara perlahan-lahan brand itu akan menjadi lebih dipercaya.”

 

Satu hal juga yang menjadi catatan penting Widjanarko, kaum ibu suka ngerumpi. Kebiasaan tersebut bisa menjadi sisi positif untuk brand bayi yang sudah meraih kepercayaan. Satu sama lain akan merekomendasi berdasarkan pengalamannya dengan produk atau merek tertentu.  Sehingga, untuk merek yang dipercaya akan menjadi word of mouth. “Kuncinya adalah kalau kita mau bangun trust, konsisten ke satu arah di segala bagian,” katanya.

 

Milna pertama kali diluncurkan pada 1990-an. Sebelumnya, untuk kategori produk ini, PT Sanghiang Perkasa sudah punya pengalaman di merek Farley, lisensi dari luar. Ketika merek tersebut dilepas dan diambil alih perusahaan lain, Sanghiang menggantinya dengan merek sendiri, yakni Milna.

 

Milna diluncurkan dengan diferensiasi yang sangat kuat, yakni mengandung DHA. Secara ilmiah, kandungan ini sangat dibutuhkan janin dan bayi yang baru dilahirkan. Dengan diferensiasi itu respon pasar langsung menguat. Apalagi, imbuhnya, Milna dikembangkan dengan kegiatan marketing yang sangat agresif. Alhasil, dalam tempo yang tidak terlalu lama, merek ini bisa mengalahkan Farley yang lebih dahulu memasuki pasar.

 

Sebelumnya, produk Milna dikembangkan berupa bubur bayi. Produk ini kemudian di-reformulate menjadi Milna Bubur Khusus. Perubahan ini dilakukan berdasarkan permintaan pasar yang menginginkan berat badan bayi-bayi mereka cepat bertambah. Produk sebelumnya (Milna Bubur Bayi), sebenarnya lebih mengarah ke bubur susu. Sedangkan perubahannya lebih ke sereal. “Jadi rangkaian Milna adalah: Milna biskuit bayi dan Milna bubur khusus penambah berat badan. Itu historikalnya,” tutur Widjanarko.

 

Menurutnya, dalam menggarap pasar bayi, pemasar tidak boleh berhenti berinovasi— baik dari sisi produk maupun komunikasinya. Tiga tahun lalu, inovasi dilakukan Milna melalui redesign packaging. Lalu, yang sebelumnya untuk usia empat bulan (4+) menjadi enam bulan (6+). Desain dibuat secara khusus. Untuk keperluan bayi-bayi yang normal background-nya kuning. Sedangkan yang khusus, background-nya hijau. “Sebenarnya Milna ini merek yang kami kembangkan untuk rangkaian produk nutrisi anak-anak atau bayi sampai usia dua tahun.”

 

Ia mengakui, sebenarnya produk nutrisi yang lebih primer adalah susu. Sedangkan Milna merupakan makanan padat tambahan. Menurut Widjanarko, secara overall mengenai pasar nutrisi untuk bayi pertumbuhannya luar biasa. Tetapi akhir-akhir ini, untuk kategori makanan padat, pertumbuhannya relatif tidak sebagus kategori susu. “Walaupun susu juga sudah mulai melambat, sekitar 3-4  tahun terakhir,” katanya.

 

Di kategori susu untuk 0-1 tahun, pasarnya tumbuh secara value sekitar 13-19%. Dua-tiga tahun lalu—ketika masih gencar komunikasi DHA & AA, angkanya lebih tinggi, yaitu mencapai 19-25%. Sedangkan untuk pasar makanan padat di luar susu, tahun ini kira-kira antara 5-13%. Untuk yang biskuit sangat kecil sekitar 5%. Yang sereal hampir 13%. “Mungkin peta kondisi pertumbuhan ini karena susu lebih primer, walaupun ada kecenderungan lebih melambat. Tapi overall, saya kira memang masih menarik dari segi size, walaupun berkompetisi di sini tidaklah mudah,” ungkapnya.

 

Menyinggung market share Milna tahun ini, secara jujur Widjanarko mengaku ada penurunan. Saat ini, katanya pangsa pasar Milna sekitar 50%. Penurunan itu disebabkan hilangnya pasar atau konsumen karena perubahan label dari 4+ ke 6+. Pergantian itu semata-mata untuk mendukung program ASI Eksklusif. “Kalau kita bicara mengenai hal ini, ada bayi yang memang sebetulnya pada usia 4 bulan sudah butuh. Selama ini, sebelum-sebelumnya, memang orang diedukasi setelah 4 bulan dapat diberikan makanan tambahan. Kemudian setelah campaign ASI Eksklusif 6 bulan, dimulailah makanan padat itu 6 bulan semua,” katanya.

 

Menurut Widjanarko, sebenarnya yang lebih diregulasi oleh pemerintah adalah produk-produk yang menjadi subtitusi ASI (breastfeeding). Sedangkan Milna tidak termasuk kategori subtitusi seperti itu, melainkan sebagai makanan tambahan. Tidak ada regulasi khusus. “Nah, kalau susu memang ada kode etiknya. Susu untuk bayi di bawah 1 tahun tidak boleh secara aktif mempromosikan supaya ibu tidak memberikan ASI, tetapi lebih memberikan susu,” katanya.

 

Milna menyasar kalangan ibu kelas A, B dan C. Harganya pun disesuaikan dengan target market di atas. Produk yang diposisikan sebagai makanan padat pertama dan bergizi ini memilih segmentasi kaum ibu yang peduli terhadap proses tumbuh-kembang bayi. Karena itu, Milna berusaha memberikan komposisi nutrisi yang dibutuhkan bayi.

 

Untuk me-maintain konsumen agar tetap setia terhadap merek Milna, PT Sanghiang Perkasa meluncurkan program tahunan “Bayi Sehat Milna”. Program ini sudah dijalankan sejak 2003. Tidak tanggung-tanggung, acara yang terakhir berhadiah Rp 1 miliar. Tidak berlebihan jika kaum ibu sangat antusias mengikuti program tersebut.

 

Untuk terus menancapkan mereknya agar lebih dipercaya kaum ibu, Milna secara periodik menyelenggarakan seminar-seminar tentang gizi bayi. Tidak jarang pula dilakukan gathering pelanggan berdasarkan database Milna. Ada juga kerja sama dengan rumah sakit untuk lomba bayi sehat.

 

Milna, kata Widjanarko, tidak hanya berusaha menonjolkan functional benefit saja, tetapi juga ke arah emosional. Karena itu, perhatian kepada kaum ibu selalu dikembangkan lewat berbagai aktivitas. “Untuk itulah, secara periodik kami mengadakan edukasi-edukasi dan juga memberikan tips-tips ke ibu.”.

 

Widjanarko menandaskan, berbagai aktivitas itu merupakan upaya membangun secara konsisten kepercayaan kaum ibu kepada merek Milna. Langkah ini secara perlahan-lahan menjadikan merek Milna menjadi lebih dipercaya. Karena, seperti dikemukakan di atas, kunci membangun merek di pasar bayi adalah trust.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.