Ada beberapa kesamaan pada diri perusahaan yang disebut unicorn. Mampukah e-commerce Indonesia menjadi perusahaan unicorn, atau sebaliknya malah tersingkir? Apa saja yang harus dilakukan e-commerce Indonesia untuk menjadi perusahaan unicorn?
Menciptakan perusahaan unicorn jelas bukan hal mudah. Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar peta jalan e-commerce, investasi perusahaan modal ventura, dan sistem pembayaran terintegrasi nasional. Bahkan menurut data, probabilitas menciptakan perusahaan unicorn di Eropa hanya 0,27% (GP Bullhound, 2014) dan di Amerika Serikat hanya 0,07% (Cowboy Ventures, 2013). Jadi bisa dikatakan, ini adalah tugas luar biasa sulit apalagi jika perusahaan yang ingin dijadikan unicorn spesifik pada e-commerce.
Tugas tersebut semakin terasa sulit dan menjadi tantangan besar saat melihat kondisi ekonomi makro dan mikro, antara lain ditunjukkan dengan melemahnya daya beli masyarakat. Namun, “sulit” berbeda dengan “tidak mungkin”. Jika kita mempelajari bisnis-bisnis yang mampu bertahan dalam jangka panjang dan memiliki kapitalisasi tinggi sehingga layak disebut unicorn, termasuk para start-up dan e-commerce, secara umum mereka memiliki dua kesamaan.
Kesamaan pertama para unicorn, pendiri perusahaan. Coba perhatikan para pendiri perusahaan dengan sejarah dan kisah yang luar biasa. Ambil contoh Bill Gates pendiri Microsoft, Andy Grove pendiri Intel, Steve Jobs pendiri Apple, dan Jeff Bezos pendiri Amazon. Di permukaan, keempat pendiri perusahaan ini terkesan memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda secara radikal.
Namun saat dilihat dari perspektif pemimpin bisnis, mereka berempat berbagi ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri yang membuat mereka mampu menciptakan perusahaan luar biasa dan mampu menahan terpaan persaingan intens dunia teknologi. Ciri-ciri tersebut antara lain fokus, kemampuan berpikir strategis, melihat masa depan tanpa melupakan perencanaan, mampu melihat gambaran besar, menggunakan pengungkit sebaik mungkin, dan karakter pribadi yang sangat kuat.
Namun, tulisan kali ini tidak akan membahas secara mendalam mengenai faktor pendiri perusahaan. Artikel ini berfokus pada kesamaan kedua yang dimiliki perusahaan unicorn secara umum.
Kesamaan kedua para unicorn, produk painkiller. Kumpulan perusahaan ini sangat memahami kebutuhan masyarakat yang harus dimiliki sesegera mungkin oleh pasar, yaitu produk painkiller. Pasar alias para pelanggan harus segera memilikinya karena sedang “sakit” atau mengalami masalah yang harus segera diselesaikan. Untuk mengurai masalah atau menghilangkan rasa “sakit” tersebut, pelanggan perlu membeli produk painkiller dan siap membayar produk tersebut.
Saat merumuskan produk painkiller, perusahaan-perusahaan bervaluasi tinggi ini tetap mengingat konsep yang digunakan saat memetakan segmentasi konsumen secara efektif. Konsep pemetaan efektif tersebut adalah terukur, penting, terakses, berbeda, dan tindak lanjut (Kotler Keller, Pearson Education 2012).
Segmentasi konsumen bersifat terukur, maksudnya yaitu segmen pelanggan yang menjadi pasar produk painkiller memiliki ukuran yang dapat menjamin keberlangsungan perusahaan, memiliki daya beli yang kuat, dan karakteristik yang dapat diukur melalui riset atau studi pasar.
Segmentasi konsumen bersifat penting, artinya segmentasi pasar yang dilayani produk painkiller besar dan cukup menguntungkan untuk dilayani. Segmen konsumen yang dipilih sedapat mungkin adalah golongan homogen yang besar dan berharga untuk didekati dengan program marketing yang terancang baik. Tokopedia mengetahui bahwa banyak pengusaha level kecil dana terbatas yang sangat membutuhkan bantuan digital dalam bentuk pasar daring yang membantu promosi dan pemasaran produk.
Segmentasi konsumen bersifat terakses, maksudnya konsumen dapat dilayani dan dicapai oleh produsen secara efektif. Tentunya akan menjadi hal kurang efektif jika perusahaan kita berbasis di Indonesia, namun mayoritas konsumen kita bertempat tinggal di Kutub Utara. Gojek memulai penawaran jasa ojek daring di Jakarta karena akses terhadap tukang ojek dan pengguna ojek yang mudah.
Segmentasi konsumen bersifat berbeda, artinya para konsumen memiliki perbedaan yang unik secara konsep dan punya respons berbeda terhadap program dan elemen bauran pemasaran yang berbeda. Jika pria lajang dan pria menikah memberikan respons yang sama terhadap parfum yang didiskon, mereka tidak menunjukkan segmen yang terpisah. Traveloka memahami bahwa kelas menengah Indonesia yang tumbuh pesat memiliki segmentasi perilaku pembelian yang berbeda, khususnya dalam pemilihan maskapai biaya rendah dan premium.
Segmentasi konsumen bersifat tindak lanjut, maksudnya para pelanggan dapat ditarik perhatiannya dengan program marketing yang efektif dan dapat dilayani oleh produk painkiller yang ditawarkan. Mataharimall.com memahami bahwa mereka dapat menarik perhatian para calon pelanggan dengan segera melalui program marketing yang sangat menonjolkan keragaman produk dan potongan harga sangat besar.
Andika Priyandana, dari berbagai sumber