Menanti Musim Semi Asuransi Lansia

shutterstock_68094520Seiring membaiknya usia harapan hidup orang Indonesia, pasar lansia di masa depan akan terus membesar. Perusahaan asuransi di Indonesia sudah mulai mengantisipasi hal ini. Sebenarnya proteksi keuangan apa yang cocok buat lansia?

Selama ini, nyaris sangat jarang kita mendengar ada perusahaan yang secara khusus menggarap segmen lansia (penduduk usia lanjut). Mungkin karena perusahaan beranggapan lansia segmen yang “kering” karena usia mereka tidak lagi produktif. Ketiadaan penghasilan membuat kemampuan finansial lansia jauh merosot dibandingkan ketika mereka masih produktif.

Tapi, bagi pebisnis atau perusahaan, selalu ada peluang di balik tantangan. Kondisi ini sudah mulai diantisipasi oleh PT Asuransi Cigna dan PT AIA Financial. Dua perusahaan asuransi ini sudah memiliki asuransi untuk para lansia.

Carl Gustini, President Director PT AIA Financial, dalam surat elektroniknya mengatakan, segmen nasabah senior atau lansia antara 50–70 tahun merupakan segmen yang rentan terhadap risiko dan membutuhkan perlindungan asuransi yang berbeda dengan segmen nasabah usia produktif.

Untuk melayani segmen lansia, AIA sejak 2 Desember 2013 meluncurkan produk “AIA Senior Life”. Segmen yang dibidik selain langsung lansia berusia 50–70 tahun, juga segmen usia produktif (30–40 tahun) yang memiliki orangtua berstatus lansia.

Jika dihitung harian, premi yang ditawarkan AIA cukup murah, hanya Rp12.000. Persyaratan menjadi nasabah juga tidak memberatkan karena tanpa pemeriksaan kesehatan. Dengan premi Rp12.000, pemegang polis bisa menikmati proteksi asuransi hingga 99 atau 100 tahun. Benefit lain berupa santunan tambahan kepada keluarga jika terjadi risiko meninggal karena kecelakaan.

Untuk memperkenalkan produk ini ke masyarakat, AIA menunjuk bintang film senior Slamet Rahardjo sebagai duta merek AIA Senior Life. Sementara untuk mendorong penetrasi produknya, AIA menggunakan Direct Response TV. “Animo masyarakat cukup positif dan terus meningkat, yang teridentifikasi dari jumlah callers yang diterima oleh Tim Direct Marketing, jalur distribusi AIA yang memasarkan produk Senior Life,” katanya.

Carl mengatakan, meskipun promosi sudah dilakukan melalui Direct Response TV, tidak mudah mengambil hati para lansia. Memang mereka tertarik dengan produknya, tapi pengetahuan tentang asuransi jiwa masih minim sehingga dibutuhkan upaya edukasi yang lebih terarah kepada mereka.

Kontribusi Masih Kecil

Selain AIA, perusahaan asuransi lain yang memiliki produk khusus lansia adalah Cigna. Bahkan Cigna sudah lebih dulu menggarap segmen ini. Melalui produknya “Second Life” yang diluncurkan tahun 2010 lalu, Cigna berupaya menawarkan proteksi keuangan buat para lansia. Reginald Josiah Hamdani, Chief Marketing Officer PT Asuransi Cigna, menjelaskan, dengan meluncurkan Second Life Cigna ingin menjadi perusahaan asuransi yang inovatif di Indonesia.

Produk asuransi lansia bukanlah hal asing bagi Cigna. Di luar negeri seperti Selandia Baru dan Korea, produk asuransi lansia Cigna laku bak kacang goreng. Di Selandia Baru, produk ini diberi nama asuransi “Funeral Plan”. Di Indonesia namanya diubah jadi Second Life karena kata Funeral Plan kurang cocok dengan budaya Indonesia.

Cigna, sebagaimana ditegaskan Reginald, bukan cuma bermodal insting saat meluncurkan Second Life. Berdasarkan riset pasar yang dilakukan terhadap segmen menengah atas, produk seperti ini memang dibutuhkan para lansia, terlepas apa pun latar belakang mereka.

Dari riset tersebut terungkap, lansia dari kalangan muslim merasa biaya pemakaman tidak mahal, namun kalau meninggal jangan sampai meninggalkan utang yang membebani ahli waris. Para lansia muslim ingin jika meninggal mewarisi uang yang bisa dizakatkan untuk bekal di akhirat. “Jadi, di agama Islam kebutuhan akan produk ini benar-benar ada,” tuturnya.

Lain lagi dengan lansia dari kalangan Kristen, Hindu, dan Budha yang menganggap biaya termahal itu untuk pemakaman. Angkanya bisa mencapai puluhan juta hingga ratusan juta. “Mereka bilang siapa yang mau menanggung, jadi mereka bilang kebutuhan itu memang ada, yang juga penting biaya-biaya saat tua untuk kesehatan,” tambah Reginald.

Yang menarik di Second Life, sebanyak 50% lebih pembeli polis asuransi ini adalah para orang tua, dan hampir 40% pembeli adalah anak-anak mereka. Angka 40% ini tentu kabar baik karena membuktikan mereka peduli pada nasib orang tua.

Cigna membebankan premi Rp10.000 per hari dengan jangka waktu pembayaran minimal sebulan sekali. Kalau pembayaran dilakukan per tahun, Cigna memberi intensif diskon 10%. Reginald menegaskan, keuangan menjadi faktor kunci di Second Life. Yang diterima nasabah tidak lebih kecil dari yang mereka sudah bayarkan.

Jika tertanggung masuk di usia 55 tahun, lalu meninggal di tahun pertama kepesertaan, maka Cigna akan mengembalikan seluruh premi yang sudah terakumulasi tanpa potongan. “Tapi jika kepesertaan sudah lewat dua tahun, kami akan memberikan mana yang lebih besar, apakah akumulasi premi ataukah nilai santunan,” jelasnya.

Kontribusi asuransi lansia terhadap keseluruhan bisnis Cigna relatif kecil, sekitar 5%. Masih kecilnya kontribusi Second Life antara lain disebabkan pembayaran premi ini masih harus menggunakan kartu kredit dan terbatasnya mitra affinity marketing. Dalam affinity marketing, pemasaran tergantung dari mitra bisnis. Saat ini mitra Cigna di Second Life baru satu, yakni bank yang masuk 10 besar nasional.

Reginald mengklaim jumlah nasabah Second Life mencapai 100 ribu hingga saat ini. Reginald belum puas dengan pencapaian ini, karena itu ke depan Cigna berencana melengkapi fitur produknya. Cigna mempertimbangkan menambah produk ini dengan fasilitas rawat inap. “Karena kalau kami masukkan rawat jalan takutnya nilai premi malah tidak terjangkau,” tegas dia.

Asuransi Jompo Lebih Pas

Perencana Keuangan Aidil Akbar Madjid mengakui potensi pasar lansia sangat besar karena segmen yang diincar adalah baby boomer dan baby booster. Baby boomer adalah orang tua yang lahir tahun 1946–1964 dan memiliki siblings (saudara sekandung) banyak. Sementara baby booster merupakan kelompok orang tua yang lahir tahun 1964–1984 dan memiliki sedikit anak.

“Akan tetapi, jenis asuransi yang dibutuhkan bukanlah asuransi jiwa melainkan asuransi kesehatan untuk lansia. Jadi, kalau ada yang bilang lansia berinvestasi lewat asuransi jiwa itu salah,” jelasnya.

Aidil berpendapat produk lansia yang ada di pasaran saat ini kurang tepat untuk lansia. Lansia, katanya, tidak butuh asuransi jiwa, tapi asuransi kesehatan. Asuransi jiwa cocok untuk usia produktif. Tujuannya untuk melindungi penghasilan mereka dengan memberi uang jaminan perlindungan kepada ahli waris (istri dan anak). “Bahkan orang single, sebatang kara sebetulnya tidak perlu asuransi jiwa,” tandasnya.

Lantas, asuransi apa yang cocok untuk lansia di Indonesia? Selain asuransi kesehatan yang sempat disinggung Aidil di awal, asuransi jenis long term care insurance (asuransi jompo) lebih cocok untuk lansia. Asuransi jompo berfungsi untuk mengganti beragam biaya termasuk perawatan ketika kita sudah tua nanti, termasuk biaya suster, dokter, obat, dan lain sebagainya.

“Asuransi ini meng-cover sembilan daily activities seperti berjalan, makan, minum, pakai baju-celana, buang air besar atau buang air kecil, dan sebagainya,” jelas dia.

Pada generasi baby boomer sebetulnya kebutuhan akan asuransi jompo sudah ada, hanya saja belum terlalu kentara karena pasar baby boomer masih ditopang oleh jumlah anak yang banyak. Sehingga semua biaya perawatan masih ditanggung oleh sang anak secara terpisah dari asuransi kesehatan.

Ia menambahkan, angkatan baby booster memiliki kebutuhan paling tinggi akan asuransi jompo. Pasalnya mereka kebanyakan hanya memiliki anak dalam jumlah sedikit (1–3 anak). Ketakutan para lansia adalah tidak ada orang yang mengurus mereka. Sementara dengan jumlah anak yang sedikit, kemungkinan tersebut bisa terjadi.

Orang yang mengurus lansia ada dua, perawat rumah sakit (profesional) dan perawat amatir biasa (PRT). “Kebutuhan ini biasanya ada di usia 60 tahun atau saat terkena penyakit,” tutur Aidil. Sayangnya asuransi jompo belum ada di Indonesia. Kalaupun ada, preminya jelas Aidil akan mahal sebanding dengan manfaat yang bakal diterima.

Terlepas mana yang lebih pas, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, atau asuransi jompo, yang pasti pasar lansia dalam beberapa tahun ke depan akan bersemi dan menjadi pasar yang menarik untuk digarap. Prediksi berikut ini memberi sinyal betapa pasar manula tidak lama lagi akan menjadi pasar yang “basah”.

Hal tersebut tidak lepas dari membaiknya usia harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia. Menurut Kementerian Kesehatan, UHH penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari 70,6 tahun pada tahun 2010 menjadi 72 tahun pada tahun 2014.

Menurut Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI Eka Viora, penduduk lansia Indonesia pada tahun 2009 berjumlah 20.547.541 jiwa. Pada tahun 2020 jumlahnya diprediksi melonjak menjadi sekitar 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia.

Pada tahun 2021, jumlah lansia Indonesia diprediksi mencapai 30,1 juta jiwa, menduduki urutan keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa. Eka mengatakan, lansia adalah kelompok orang yang berusia lebih dari 60 tahun.

Ledakan penduduk lansia akan mendatangkan berbagai tantangan baru di masa depan, seperti masalah sosial, ekonomi, dan budaya. Dan bagi perusahaan atau pebisnis, hal ini bisa mendatangkan peluang baru. Bukankah di balik tantangan selalu ada peluang?

3 COMMENTS

  1. beberapa waktu lalu ada berita mengenai perseteruan cigna dengan kliennya sampe ranah hukum. Dengan kasus tersebut apakah asuransi cigna indonesia masih recomennded ya? trims

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.