Marketing.co.id – Berita Financial Services | Dalam hidup ini tidak semua hal dapat kita kontrol sepenuhnya. Kesehatan dan jiwa adalah contohnya. Apakah kita bisa menjamin akan tetap sehat di hari esok, setahun atau lima tahun kemudian. Begitu pun soal jiwa, tak ada yang dapat memastikan sampai usia berapa kita hidup di dunia.
Meskipun kita tidak dapat mengontrol penuh kesehatan dan jiwa, kita dapat memproteksi keduanya. Proteksi diperlukan untuk menjaga dari hal – hal yang tidak diinginkan. Jika Anda menderita sakit, Anda tidak dipusingkan dengan biaya perawatan kesehatan di rumah sakit, karena sudah ada yang menanggungnya. Begitu pun ketika meninggal dunia, Anda memiliki dana yang cukup untuk menghidupi keluarga, termasuk biaya pendidikan anak-anak Anda.
Kunci untuk memproteksi kesehatan dan jiwa dengan menjalani hidup secara bijaksana (wise). Salah satu cara untuk hidup wise tidak boros dalam membelanjakan uang. Kita harus menyisihkan sebagaian penghasilan untuk biaya kesehatan dan tabungan hari depan. Di sini kata kuncinya adalah menabung.
Dalam kehidupan modern tidak cukup hanya menabung di bank, apalagi menyimpan uang “dibawah bantal”. Dua hal ini tidak menuntut kita untuk menabung secara disiplin. Kalau begitu apa solusinya? Ikut program asuransi kesehatan dan asuransi jiwa. Prinsip asuransi sebenarnya gotong royong. Sebagian masyarakat sudah tidak asing dengan dana sosial dan paguyuban kematian. Setiap bulan warga di tingkat RT diminta untuk menyisihkan uang untuk dua hal tersebut yang nantinya akan diberikan kembali kepada warga yang tertimpa musibah.
Bedanya dengan asuransi dana kita dikelola secara profesional oleh perusahaan berbadan hukum. Keuntungan lainnya, kita akan mendapatkan pergantian biaya perawatan kesehatan sesuai kebutuhan serta tabungan plus investasi yang lebih dari cukup untuk keluarga di masa depan.
Baca juga: Prudential Indonesia Hadirkan Asuransi Kesehatan Murni
Meski demikian asuransi tidak mengajak Anda untuk berpikir hal-hal buruk terkait sakit atau kematian. Justru perusahaan asuransi mengajak Anda berpikir positif tentang kehidupan. Sejatinya, orang ikut program asuransi itu membeli proteksi. Karena sudah terproteksi maka dia akan lebih tenang dan positif dalam menjalani dan memandang kehidupan.
“Orang beli asuransi kesehatan dan jiwa tidak untuk digunakan, misalnya mengharapkan mati, justru perusahaan mendaoakan nasabah agar sehat-sehat saja,”tutur Togar Pasaribu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), saat diskusi daring Transformasi Asuransi Jiwa sebagai Perlindungn dan Rencana Keuangan Jangka Panjang, Kamis (4/3/2021).
Asuransi sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi nasabah secara individu, namun juga bermanfaat bagi pembangunan nasional. Secara agregat dana nasabah asuransi yang dikumpulkan perusahaaan asuransi akan dinvestasikan kembali ke sektor-sektor produktif seperti proyek-proyek pemerintah.
Bukan rahasia lagi pemerintah kerap meminjam dana dari luar negeri untuk pembangunan. Padahal, jika dana di dalam negeri mencukupi, pemerintah tak perlu pinjam ke luar negeri. “Di negara maju, industri asuransi jiwa dan dana pensiun sangat kuat. Sehingga jika perlu dana pemerintahnya tidak perlu berhutang ke luar negeri. Jumlahanya dana kelolaan asuransi jiwa dan industri dana pensiun di negara – negara maju bisa mencapai 2 sampai 3 kali lebih besar dari APBN Kita,” ungkap Togar.
Masih minimnya dana kelolaan asuransi jiwa di Indonesia berbanding lurus dengan rendahnya penetrasi asuransi jiwa. Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianto Andi Handoko mengatakan, per Juli 2020, tingkat penetrasi asuransi jiwa masih sebesar 1,1%. Terjadi penurunan tingkat penetrasi seiring tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona. AAJI juga mencatat pertumbuhan premi pada 2020 terkoreksi 6,1% secara tahunan dari Rp199,87 triliun di 2019 menjadi Rp187,59 triliun.
Masih rendahnya penetrasi asuransi jiwa di Indonesia mengisyaratkan masih besarnya potensi asuransi jiwa di Indonesia. Karena itu, perusahaan asuransi mesti lebih gencar lagi mengedukasi pasar, termasuk ke segmen milenial. Menurut Togar industri asuransi di Indonesia masih didominasi oleh segmen senior.
“Prediksi kami, usia paruh baya yang sudah punya penghasilan dan punya tanggungan. Harusnya makin muda makin baik punya asuransi, karena preminya murah. Jadi jika di usia muda sudah punya asuransi, tinggal memikirkan yang lain,” jawab Togar saat ditanya profil nasabah asuransi jiwa di Indonesia.
Salah satu perusahaan asuransi yang getol dalam mengedukasi pasar yakni PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri). Seperti dituturkan Rudy Kamdani, Direktur Kepatuhan AXA Mandiri, perusahaan ini fokus produk asuransi jiwa dan kesehatan dengan memberikan penggantian biaya kesehatan, Uang Pertanggungan (UP) meninggal dunia, dan persiapan keuangan jangka panjang.
”Kami mempercepat transformasi digital, dan juga meningkatkan layanan back office sehingga layanan ke nasabah menjadi maksimal dalam situasi Covid-19,” tuturnya menyikapi perkembangan terkini.
Digitalisasi layanan asuransi
Untuk menarik minat kalangan milenial, AXA Mandiri sudah memanfaatkan kanal digital untuk pelayanan nasabahnya, antara lain pengajuan klaim melalui aplikasi WhatsApp dan layanan konsultasi kesehatan jarak jauh berbasis aplikasi (telemedik).
AXA Mandiri menggandeng Halodoc dalam menyediakan konsultasi bebas biaya dengan dokter umum bagi para nasabah dan karyawan. Cukup dengan memasukan nomor polisnya diaplikasi Halodoc, nasabah bisa berkosultasi dengan dokter di aplikasi tersebut.
Baca juga: Halodoc Perluas Layanan Rapid Test ke Pekanbaru
Layanan unggulan non digital dari AXA Mandiri antara lain layanan concierge di rumah sakit dan layanan evakuasi medis. “Kami pernah melakukan layanan evakuasi medis nasabah di Papua untuk berobat ke Jakarta,” tutur Rudy.
Dalam kesempatan wawancara dengan Majalah MARKETING, Amy Gochuico, Chief of HNWI and SA, PT AXA Mandiri Financial Services, mengatakan, dalam merumuskan strategi marketing, penting bagi AXA Mandiri untuk dapat benar-benar memperhatikan kebutuhan nasabah. Hal ini sejalan dengan visi perusahaan yakni from payer to partner.
“AXA Mandiri bukan hanya sekadar ‘payer’ atau pembayar klaim nasabah, namun lebih dari itu, memposisikan sebagai mitra bagi nasabah dalam membantu mereka memenuhi tujuan finansial dengan melindungi hal yang terpenting bagi mereka,” terangnya.
Rudy mengungkapkan, di tahun 2020 AXA Mandiri telah membayar klaim sebesar Rp4.8 triliun. Selama pandemi AXA Mandiri masih mampu membukukan pertumbuhan premi baru sebesar 15% . “Saya yakin pandemi membuat masyarakat makin sadar dengan asuransi,” tandasnya.
Marketing.co.id: Portal Berita Marketing & Berita Bisnis