Melayani dengan Komunikasi

Pernahkah Anda membayangkan seperti apa jika ada dua orang yang berbeda karakter, latar belakang, atau bahkan berbeda pola pikir dan pemahaman, terlibat dalam suatu pembicaraan yang tidak connect? Tentu sulit menemukan solusi, dan pelayanan pun menjadi tidak maksimal.

melayani dengan komunikasi

Personil yang terlibat dalam divisi pelayanan pelanggan, contact center, atau semua bagian lain yang terkait dengan pelayanan, sering kali hanya “berbicara” dan bukan “berkomunikasi”. Mereka mementingkan hal-hal teknis, birokrasi, prosedur, dan urutan-urutan lain yang kaku. Ini memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada mereka. Budaya perusahaan dan metode pelatihan kerap menyumbang porsi paling besar atas semua kekakuan ini.

Kedua orang yang membicarakan hal yang sama pun, masih mungkin tidak menemukan solusi atas permasalahan yang ada, apalagi jika disertai dengan semua keterbatasan yang sudah disebutkan di atas.

Berkomunikasi dan berbicara merupakan dua hal yang berbeda. Berbicara adalah sekadar menjawab apa yang ditanyakan oleh orang lain, sesuai dengan prosedur yang sudah ditanamkan. Berbicara tak ubahnya dengan robot, karena robot pun bisa menjawab semua pertanyaan yang sudah diprogramkan pada sirkuitnya.

Berkomunikasi lebih dari berbicara. Berkomunikasi berarti mempunyai empati, pengertian, dan pemahaman atas permasalahan yang ada. Setelah itu, proses komunikasi dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan yang harus memikirkan dan mengolah segala pertimbangan yang ada.

Bukan berarti berkomunikasi harus mematahkan sistem dan segala prosedur perusahaan yang sudah dibuat, tapi komunikasi harus mementingkan fleksibilitas dan win-win situation, sehingga semua permasalahan pelanggan bisa diberi solusi yang sesuai dan tidak merugikan perusahaan.

Berkomunikasi juga berarti melibatkan emosi dan empati. Suka atau tidak, setiap pembicaraan yang menyangkut permasalahan dalam pelayanan akan melibatkan setiap faktor emosi dan empati. Jika Empati tidak bisa mengimbangi emosi, yang ada pastilah saling menyalahkan dan saling membela diri.

Tak peduli di mana pun Anda berbicara, baik di depan umum, saat melayani pelanggan, sampai presentasi produk di sebuah perusahaan, Anda sedang menjual diri sendiri sekaligus perusahaan tempat Anda bekerja dengan berkomunikasi. Supaya bisa melayani dan menjual secara baik, Anda harus “berkomunikasi” dan bukan hanya “berbicara”. Ikutilah tips-tips berikut supaya pesan yang disampaikan bisa diserap dengan baik oleh audiens.

Apa yang Hendak Disampaikan

Pikirkan apa hal yang hendak disampaikan dan pilihlah kata-kata yang hendak digunakan. Menit-menit pertama dan terakhir adalah bagian terpenting. Anda harus membuka, menjelaskan, dan menyimpulkan. Agar pesan Anda bisa diserap maksimal, minimalkanlah kata-kata yang digunakan, dan hindari penjelasan yang dirasa panjang lebar atau berbelit-belit.

Sederhanakan

Salah satu kesalahan fatal adalah meremehkan kepintaran pelanggan. Anda tidak bisa menganggap pelanggan adalah orang yang tidak memahami permasalahan. Bisa jadi mereka bahkan sudah tahu solusinya dibanding Anda. Tetapi, jangan juga menganggap bahwa pelanggan sudah tahu atau mengerti benar akan permasalahan dan solusinya. Tugas pelayananlah untuk menyamakan persepsi dan menyederhanakan segala hal semaksimal mungkin.

Berikan Penekanan

Jangan berharap yang Anda sampaikan bisa semuanya diserap oleh pelanggan. Beberapa hal mungkin bisa lewat begitu saja. Walaupun demikian, mereka pasti bisa mengingat tema atau topik utama yang hendak Anda sampaikan, jika Anda memberikan penekanan yang cukup dan tak berlebihan pada penjelasan yang disampaikan.

Cara terbaik menyampaikannya adalah dengan melakukan pengulangan dan menyimpulkan kembali hal-hal yang dianggap penting dan memberi penekanan di situ. Misalnya menekankan apa saja yang harus dilakukan pelanggan, pilihan solusi apa saja yang ditawarkan, kapan dan bagaimana followup akan dilakukan bilamana diperlukan.

Tunjukkan, Jangan Cuma Bicara

Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, Anda bisa melakukan lebih banyak lagi daripada hanya lewat telepon atau channel lain. Kebanyakan dari pelanggan akan lebih tertarik jika penjelasan disertai demonstrasi atau ditunjukkan dengan visual. Itulah sebabnya penjelasan visual lebih mudah diingat dan lebih tahan lama dalam ingatan.

Selain itu gesture, raut muka, atau bahasa tubuh juga harus diperhatikan jika menangani pelayanan secara tatap muka langsung. Empati, emosi, dan simpati bisa ditunjukkan secara lebih efektif dalam situasi ini, sehingga pelanggan bisa mendapatkan image dan impresi yang positif akan pelayanan yang diberikan. Tapi, jangan lupa pula bahwa setiap kesalahan dan kekurangan pelayanan juga semakin mudah terlihat di mata pelanggan.

Libatkan Pelanggan

Sering kali bukan “apa” yang disampaikan, tetapi lebih pada “bagaimana” Anda menyampaikannya. Libatkanlah audiens/pelanggan Anda. Buat mereka tertarik dengan “menarik” mereka lebih dekat dengan topik utama, contohnya dengan lebih sering menggunakan kata “kita” daripada kata “saya”.

Sesekali ajukan pertanyaan kepada pelanggan agar mereka merasa dilibatkan langsung. Dengan menjawab pertanyaan, pelanggan jadi lebih mudah memahami dan mengingat kesimpulan dan solusi atas permasalahan yang ada. Pelanggan bisa turut berpikir, turut mempertimbangkan, bahkan merasa dihormati, jika mereka diberi kesempatan menjawab atau berbicara.

Demikian melayani haruslah dengan berkomunikasi, dan bukan sekadar berbicara. Jam terbang, latihan, dan training sangat diperlukan untuk mengasah kemampuan komunikasi. Plus perusahaan juga harus memberi dukungan dengan menyediakan sistem yang solid namun fleksibel, serta memberi wewenang kepada para pelayan untuk mengambil keputusan terkait solusi atas permasalahan yang ada.

“Berbicara tidaklah sama dengan berkomunikasi.

 

Ivan Mulyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.