Marketing Pariwisata Indonesia

Indonesia memiliki sangat banyak tujuan wisata yang menarik. Bagaimana cara pemasarannya?

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata punya target ambisius dalam pariwisata, yaitu mencapai 15 juta kunjungan wisman pada tahun 2017 dan 20 juta pada tahun 2019. Untuk mencapai target tersebut, Kemenpar menerapkan kebijakan dan program prioritas berupa digital tourism, homestay desa wisata, dan aksesibilitas udara. Digital tourism menjadi salah satu fokus program Kementerian Pariwisata karena hampir 63% transaksi jasa travel dilakukan dengan perantaraan daring, demikian menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya.

marketing pariwisata indonesia
Bukit Kembar Ecotourism Munduk

Ambisi pemerintah menggenjot pariwisata Indonesia sudah berbuah manis dengan devisa pariwisata yang merangsek ke peringkat dua penyumbang devisa terbesar Indonesia pada tahun 2017. Pencapaian ini mengalahkan minyak bumi dan gas, serta batu bara. Kementerian Pariwisata meyakini jika target 15 juta wisman per tahun 2017 benar-benar tercapai, maka devisa sektor pariwisata dapat mengalahkan sumbangan devisa dari sektor kelapa sawit.

Pertanyaannya sekarang, apakah target devisa yang terkumpul melalui wisman tersebut memberikan devisa bersih yang signifikan?

Pertanyaan tersebut patut diajukan kepada pemerintah karena saat ini sangat banyak warga Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri untuk ibadah, berlibur, dan keperluan lainnya. Tentu saja mereka pun membelanjakan uang, yang berarti memberikan sumbangsih devisa ke negara yang mereka kunjungi.

Semakin besar jumlah devisa yang dibawa ke luar oleh warga Indonesia, berarti jumlah bersih devisa yang terkumpul bisa jadi tidak signifikan. Apalagi kegiatan promosi yang menekankan liburan murah ke luar negeri dan ditujukan kepada generasi langgas alias milenial Indonesia, sangat kuat. Misalnya berlibur ke Thailand lebih murah daripada ke Bali.

Sebenarnya menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan pendongkrak pertumbuhan ekonomi adalah langkah yang sangat baik. Keberhasilan sektor pariwisata mampu memberi efek berganda terhadap banyak sektor ekonomi lainnya, antara lain hotel, transportasi, restoran, jasa kenyamanan, hingga logistik.

Maka, ada baiknya pemerintah mulai benar-benar menajamkan rencana marketing pariwisata Indonesia dengan menjadikan generasi langgas alias generasi Y sebagai segmen utama produk-produk pariwisata Indonesia berbasis lokasi. Apalagi jumlah mereka yang besar—sekitar 78 juta orang—adalah pasar yang sangat menarik dan potensial.

Strategi Marketing Pariwisata Indonesia Berbasis Tujuan

Berbagai data menunjukkan bahwa sudah terjadi perubahan pola konsumsi di Indonesia, dari konsumsi produk-produk non-leisure menjadi leisure. Pelaku yang memberikan sumbangan signifikan terkait pergeseran tersebut adalah generasi langgas. Maka, rencanakan strategi pemasaran pariwisata Indonesia untuk generasi langgas Nusantara dengan penekanan pada kenyamanan dan pengalaman positif.

Untuk keperluan artikel ini, mari kita meletakkan fokus pada segmen berikut: (1) generasi langgas Indonesia; (2) berasal dari kelas menengah; (3) baru pertama kali berkunjung ke destinasi wisata tertentu, misal Pulau Komodo, Derawan, atau Banyuwangi; (4) memerhatikan anggaran liburan, antara lain melalui penggunaan maskapai berbiaya rendah; (5) mencari pengalaman liburan berkesan melalui konsumsi jasa kenyamanan.

Kemudian, kita bisa membagi pengalaman berlibur pertama kali menjadi beberapa pengalaman mini, yaitu pra-keberangkatan; keberangkatan/perjalanan; kedatangan di bandara; transportasi menuju hotel/penginapan; tiba di hotel/penginapan; bersiap menjadi “lokal”; merasakan pengalaman riil di tempat tujuan wisata; kembali pulang.

Pra-keberangkatan. Sangat banyak kegiatan perencanaan yang bisa kita lakukan agar liburan jauh lebih berkesan, mudah, dan menyenangkan. Tetapi, banyak generasi langgas yang sibuk sehingga tidak punya waktu luang melakukan riset mendalam yang mampu meningkatkan pengalaman berkesan saat liburan. Maka bagi para pemilik merek jasa kenyamanan, kebutuhan ini adalah ceruk pasar yang dapat dipenuhi bahkan sebelum generasi langgas menuju bandara.

Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dikerjakan dalam bentuk konten situs, buku elektronik, dan lain-lain, yang berisi pertanyaan yang sering diajukan beserta jawabannya—FAQs. Misalnya soal bandara, bagasi, bea cukai, waktu transit; tujuan wisata (seperti hotel, acara utama, kehidupan malam); hingga hal-hal darurat (rumah sakit, nomor darurat, taksi, dan lain-lain).

Keberangkatan/perjalanan. Pengalaman liburan dimulai saat generasi langgas meninggalkan rumah. Maka, sediakanlah informasi menuju bandara, termasuk fasilitas bandara dan hal-hal lainnya yang memudahkan liburan mereka.

Kedatangan di bandara dan transportasi menuju hotel/penginapan. Sediakan informasi tempat pengambilan bagasi termasuk cara mengambilnya di bandara tujuan. Ingat, kita menargetkan generasi langgas yang baru pertama kali berlibur jauh dari rumah. Karenanya, mudahkan perjalanan mereka dengan informasi selengkap mungkin. Buatlah para amatiran ini menjadi pakar dalam liburan dengan penciptaan pengalaman pelanggan berkesan.

Ingat juga bahwa kita perlu menyediakan informasi layanan antar-jemput dan taksi. Sediakan pula informasi transportasi publik, misalnya bus atau kereta dalam kota (jika ada). Jangan lupa untuk menyediakan informasi harga lokal penggunaan transportasi tersebut.

Tiba di hotel/penginapan. Apa yang kita rasakan saat keluar dari bandara, berkeliling di tempat baru, hingga akhirnya tiba di penginapan? Ada rasa lega yang menguar karena kita sudah lepas dari bandara dan liburan sudah dimulai. Maka, ambil kesempatan ini untuk benar-benar menciptakan pengalaman pelanggan sebagai kesempatan utama menarik hati mereka.

Bersiap menjadi “lokal”. Fase ini merupakan kesempatan untuk membuat “gong” pengalaman bagi para generasi langgas saat menikmati pariwisata Indonesia. Fase ini adalah masa memberikan pelayanan yang lebih dari sekadar meja penerima tamu hotel. Ciptakan transisi dari seorang tamu hotel menjadi “warga lokal”.

Jadikan generasi langgas sebagai “warga lokal” dengan menyediakan peta, ulasan acara-acara lokal, waktu yang tepat untuk berkunjung ke tujuan tertentu, restoran, dan titik-titik jasa kenyamanan lainnya.

Merasakan pengalaman riil di tempat tujuan wisata. Pelayanan pelanggan kembali memainkan peranan penting. Usahakan generasi langgas tetap merasakan liburan terbaik meski mereka sedang berada jauh dari lokasi hotel. Sebagai contoh, maksimalkan teknologi augmented reality sebagai penunjuk arah atau untuk tampilan ikon-ikon khas daerah tujuan wisata.

Kembali pulang. Jika generasi langgas sudah memasuki fase ini, sebagian besar tugas marketing pariwisata Indonesia sudah selesai. Namun, peluit tanda berakhirnya liburan belum berbunyi. Maksimalkan alat-alat pemasaran agar generasi langgas Indonesia tetap merasa nyaman hingga menaiki pesawat. Nah, bisakah kita memikirkan hal-hal yang membuat pengalaman pelanggan berkesan hingga fase final?

Andika Priyandana, dari berbagai sumber
MM.12.2017/W

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.