Marketing Keroyokan Ala e-Commerce

[Reading Time Estimation: 5 minutes]

Pelaku e-commerce tak pernah lekang dari ide kreatif. Salah satu ide kreatif yang kini dikembangkan terus adalah melakukan kompetisi kooperatif. Ternyata cara ini justru menjadi salah satu sumber pendapatan baru.

marketing keroyokan

Saat menilik data Bank Dunia, pertumbuhan pendapatan kelas menengah Indonesia naik signifikan dari hanya 37,7% populasi (tahun 2003) menjadi 56,5% populasi (tahun 2010), atau 134 juta jiwa. Berarti rata-rata per tahun, kelas menengah Indonesia tumbuh 7 juta. Pertumbuhan ini sukses mendorong lonjakan konsumsi yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama.

Masih menurut studi Bank Dunia, kelas menengah Indonesia dapat dibagi menjadi empat kelas dengan basis perhitungan dalam dolar Amerika Serikat. Nilai dolar yang digunakan dalam artikel ini telah dikonversikan dengan pertimbangan faktor keseimbangan kemampuan belanja (purchasing power parity [PPP]). Berdasarkan studi tersebut, kelas pertama adalah golongan pendapatan US$2─US$4 per hari atau sekitar Rp2,6 juta─Rp5,2 juta per bulan (38,5% populasi).

Kelas kedua adalah golongan pendapatan US$4─US$6 per hari atau sekitar Rp5,2 juta─Rp7,8 juta per kapita per bulan (11,7% populasi). Kelas ketiga adalah golongan pendapatan US$6─US$10 per hari atau sekitar Rp7,8 juta─Rp13 juta per bulan (5% populasi), serta kelas keempat adalah golongan pendapatan US$10─US$20 per hari atau Rp13 juta─Rp26 juta per bulan (1,3% populasi).

Saat kita mencoba melihat tren mendatang, hasil studi Boston Consulting Group menunjukkan pertumbuhan ekonomi dan kelas menengah Indonesia yang semakin gemuk dengan proyeksi tahun 2012 sampai tahun 2020.

marketing keroyokan

Data Boston Consulting Group tersebut menunjukkan pertumbuhan kelas menengah Indonesia sebesar 64% dari tahun 2012 (41.600.000 jiwa) ke tahun 2020 (68.200.000 jiwa).

Kelas menengah dalam konteks pertumbuhan ekonomi adalah golongan krusial karena melambangkan kemakmuran positif ekonomi, yang terdiri dari para profesional, pekerja terampil, manajemen bawah, dan manajemen menengah. Secara umum, rentang pendapatan kelas menengah bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain, dan besaran angka total menunjukkan besaran potensi pasar sebuah negara.

Kelas Menengah Indonesia dalam Konteks e-Commerce

Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) dan Lembaga Polling Indonesia sepanjang tahun 2016 menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 256.200.000 jiwa, sebanyak 132.700.000 jiwa sudah terhubung ke internet. Data survei tersebut turut mengungkap bahwa rerata pengguna internet di Indonesia menggunakan perangkat genggam.

Gambaran statistik penggunaan adalah sebagai berikut:

  • 67.200.000 orang atau 50,7% mengakses melalui perangkat genggam dan komputer.
  • 63.100.000 orang atau 47,6% mengakses dari smartphone.
  • 2.200.000 orang atau 1,7% mengakses hanya dari komputer.

Namun, penetrasi internet di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sekitar 86.300.000 orang atau 65% dari angka total pengguna internet tahun 2016 berada di Pulau Jawa.

Kompetisi Kooperatif: Studi Kasus Festival Belanja Online dan Mayday Madness

Saat kita menelaah data-data tersebut dari perspektif perdagangan daring (e-commerce), termasuk informasi-informasi yang sudah beredar kuat di kalangan pelaku perusahaan rintisan (start-up), kelas menengah dengan segala kebutuhannya jelas menjadi target utama marketing.

Di satu sisi, kelas menengah Indonesia seakan sudah sangat melek teknologi dan ditunjukkan antara lain dari tingginya transaksi di dunia perdagangan daring pemesanan hotel dan pembelian tiket pesawat yang sukses membuat banyak perusahaan travel konvensional bangkrut karena kehilangan pangsa pasar. Di sisi lain, kisah-kisah perusahaan rintisan yang masih membakar uang gila-gilaan untuk akuisisi konsumen dan penetrasi pasar pun masih jamak terdengar.

Jadi, apakah dunia perdagangan daring di Indonesia sebenarnya sudah masuk kategori matang dan mampu memberikan arus pendapatan positif? Hasil analisis dan berbagai studi menunjukkan jawaban “belum” dalam 5 hingga 10 tahun ke depan.

Dalam beberapa kategori, salah satu yang paling jelas adalah online marketplace hingga saat ini belum mampu menunjukkan arus pendapatan positif. Belum meratanya penetrasi internet di Indonesia, rasio transaksi perdagangan daring dibandingkan dengan transaksi ritel secara umum, fasilitas infrastruktur rantai pasokan dan logistik yang belum baik, tingkat pendidikan yang rendah secara umum, dan berbagai hal lainnya berakumulasi melambatkan dan menyulitkan para pelaku e-commerce melakukan penetrasi pasar dan kegiatan komunikasi marketing.

Karenanya, kunci kekuatan perdagangan daring agar berumur panjang ada pada kekuatan kapital, kekuatan media, kelengkapan produk yang dijual, aplikasi teknologi big data, kekuatan distribusi dan logistik, serta sistem pembayaran yang benar-benar memahami perilaku konsumen Indonesia.

Memenuhi semua persyaratan tersebut jelas sangat memberatkan para pelaku perdagangan daring baik besar maupun kecil. Kompetisi kooperatif (co-opetition—cooperation competition) dapat menjadi salah satu solusi. Berbeda dengan kolaborasi tradisional yang mengasumsikan kesuksesan berdasarkan pengeluaran pihak kedua, yang jelas zero-sum game, kompetisi kooperatif melibatkan entitas-entitas yang terlibat dalam industri sama, saling mengenal, dan memiliki ketertarikan sama.

Kompetisi kooperatif membuat bisnis-bisnis yang menjalin kerja sama menjadi lebih kompetitif dengan bekerja sama (Brandbenburger & Nalebuff in Co-opetition). Contoh kompetisi kooperatif sudah diwujudkan dalam berbagai hal. Salah satunya adalah kampanye komunikasi marketing bersama dengan contoh Mayday Madness dan Festival Belanja Online.

marketing keroyokan ala ecommerce

Dalam Festival Belanja Online dan Mayday Madness, para peserta yang terdiri dari pelaku e-commerce, media, logistik, telekomunikasi, bank, dan entitas relevan lainnya bersama-sama mencoba memberikan pesan efektif dan kreatif dengan elemen-elemen kredibel, ringkas, relevan, menarik, dan komunikatif.

Para pelaku tersebut, khususnya para pelaku e-commerce, bekerja bersama-sama dan setuju untuk saling berbagi informasi, fokus membangun pesan marketing yang baru, dan menciptakan sinergi kolaboratif. Sebagai contoh saat kita melihat www.festivalbelanjaonline.com pada kategori electronics and lifestyle; Bukalapak, Blibli, Belanja, Alfaonline (kini Alfacart). Para pemain pada segmen yang sama mampu menghilangkan kompetisi yang terjadi di antara mereka agar lebih kompetitif secara bersama-sama. Hal serupa pun berlaku pada segmen lainnya, misal food & beverage, fashion, dan travel.

Kolaborasi ini tentu efektif menekan biaya promosi dan marketing yang harus dikeluarkan masing-masing pihak dan mampu memberikan keluaran yang lebih signifikan dibanding dengan bekerja sendirian. Apalagi para peserta lebih dimudahkan dalam bertransaksi dengan kehadiran mitra-mitra dari institusi keuangan, dan lebih mudah dalam distribusi barang dengan kehadiran mitra-mitra jasa logistik.

Hasil dari kerja sama dalam Festival Belanja Online 2015 pun terlihat menggiurkan bagi para pelaku e-commerce karena benar-benar beranggaran rendah namun memberi hasil yang signifikan, yaitu pendapatan lipat tiga dibandingkan dengan hari biasa, rilis pers di lebih dari 300 media, dan pertukaran informasi di antara 46 partisipan dan 12 mitra acara (bank, logistik, dan lainnya). Saat melihat kampanye marketing bersama lainnya, yaitu Mayday Madness 2016, pencapaian serupa diperoleh dalam bentuk pendapatan lipat tiga dibandingkan hari normal, rilis pers di lebih dari 300 media, dan pertukaran informasi di antara 50 partisipan dan 9 mitra acara (bank, logistik, dan lainnya).

Kini menjelang akhir tahun, Festival Belanja Online akan digelar mulai tanggal 25 November 2016 sampai dengan 30 November 2016. Serupa dengan konsep sebelumnya, kompetisi kooperatif kembali dijalankan dengan melibatkan para pelaku e-commerce, media, logistik, telekomunikasi, bank, dan entitas terkait lainnya. Salah satu fasilitas yang didapat para peserta Festival Belanja Online 2016 adalah efisiensi dan efektivitas biaya logistik dalam bentuk penurunan biaya fulfillment dan potongan 15% biaya pengiriman oleh salah satu jasa kurir terbesar di Indonesia.

Memang pada akhirnya, jika para pelaku e-commerce ingin berumur panjang dalam pasar Indonesia, kompetisi kooperatif menjadi salah satu keniscayaan. Saling memahami kepentingan pribadi masing-masing dan transparansi motivasi, agenda, dan tujuan, mampu menjamin keberlangsungan usia perusahaan dan semakin memuaskan pelanggan. Jadi, daripada berkolaborasi khas tradisional yang menghasilkan 1 + 1 = 2, mari mencoba kompetisi kooperatif yang mampu menghasilkan 1 + 1 = 3.

Andika Priyandana, dari berbagai sumber

MM.11.2016/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here