Make It Personal

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Bertambah banyaknya channel yang bisa digunakan untuk menjangkau konsumen dan media yang semakin terfragmentasi, memaksa para marketer berpikir ekstra keras bagaimana cara mendapatkan perhatian konsumen. Pemasaran kini dituntut semakin personal, karena baik channel maupun pesaing kian bertambah banyak.

personal-brand-stand-out1

Berhati-hatilah jika produk Anda berkaitan erat dengan pelayanan dan tidak bersifat massal. Karena semakin perusahaan tidak fokus melakukan pemasaran secara personal, semakin besar produk atau layanan Anda akan gagal di pasaran. Bahkan untuk produk yang bersifat massal pun, kini para marketernya dituntut bisa melakukan pemasaran secara lebih personal.

Berbicara tentang personal, maka ada hal yang perlu diperhatikan benar oleh para marketer, yaitu bagaimana menciptakan dan memberikan experience yang unik bagi konsumen. Intinya adalah bagaimana menciptakan experience berkesan bagi pelanggan. Karena hanya dengan experience lah, relationship yang semakin “intim” dengan pelanggan bisa terwujud.

Jika pelanggan bersedia menghabiskan banyak waktu berinteraksi dan mengonsumsi produk atau layanan, dan Anda berhasil mendapatkan keuntungan darinya, maka hanya dengan demikianlah perusahaan Anda layak dikatakan telah menjalankan experiential marketing.

Beberapa contoh industri yang erat kaitannya dengan pelayanan dan sangat dituntut bisa memberikan experience tinggi di antaranya adalah industri hiburan, pendidikan, kuliner, pariwisata, dan asuransi. Beberapa merek seperti Disney, Lego, iPod, Starbucks, Uber, bisa dijadikan contoh sukses merek yang sangat experiential.

Menurut Bernd Schmitt, pakar experiential marketing, ada beberapa faktor atau titik sentuh yang bisa menciptakan koneksi atau hubungan emosional dengan pelanggan, yakni sense, feel, think, act dan relate.

Lebih jauh lagi, banyak juga hal yang bisa ditambahkan untuk mendukung terciptanya experience positif, seperti mengasah strategi komunikasi perusahaan, menggunakan visual marketing yang diperkuat dengan identitas verbal, co-branding, memberdayakan para tenaga penjual. Semua ini bisa dimasukkan ke dalam program kampanye pemasaran untuk menciptakan experience.

Kini untuk menciptakan experience saja, faktor bau (smell dan scent) dianggap sebagai sesuatu yang penting. Jika Anda tidak percaya, coba tengok sewaktu banyak konsumen Rolls-Royce yang komplain pada tahun 1990-an, bahwa mobil Rolls-Royce dianggap tidak sebagus model-model lama.

Ternyata setelah diteliti oleh para brand researcher, masalah bukan terletak pada desain, kualitas mesin, dan segala hal teknis lainnya. Secara mengejutkan, masalahnya adalah bau/aroma mobil yang berubah! Setelah aromanya dikembalikan lagi, memori kualitas mobil Rolls-Royce yang ada di benak para pelanggan pun segera kembali.

Semua ini karena semakin ke depan, konsumen akan semakin demanding, dalam arti mereka akan menuntut untuk mendapat hiburan dan stimulasi yang lebih. Selain itu mereka juga butuh kepuasan lebih dari sisi emosional, sekaligus bisa merasa lebih tertantang secara kreatif (dari sisi kreativitas).

Kini semakin banyak perusahaan tertantang untuk bisa lebih personal dengan para pelanggannya. Jadi, berusahalah naik dari tingkat bisnis komoditas sehingga bisa mencapai tahapan bisnis experience. Karena dengan menjalankan experiential marketing-lah peluang untuk menciptakan relationship yang lebih kuat dengan pelanggan bisa terwujud.

Ivan Mulyadi

Sumber:

Experiential Marketing – Bernd Schmitt

Strategic Brand Management – Kevin Keller