Drybath merupakan produk entrepreneur pemegang hak paten termuda di Afrika, Ludwick Marishane. Kisah perjuangan Ludwick yang inspiratif mungkin bisa menjadi semangat bagi Anda yang ingin berkecimpung di dunia bisnis. Berikut kisah pemuda yang memulai bisnisnya pada usia 16 tahun ini.
Satu hari di Limpopo, Afrika Selatan, Ludwick Marishane bersama teman-temannya sedang berjemur. Sampai salah seorang dari mereka meminta Ludwick untuk segera mandi agar mereka bisa pergi beraktivitas. Ludwick yang saat itu sangat malas untuk mandi berandai-andai apabila ada satu produk yang dapat membantunya tetap bersih tanpa harus mandi dengan air. Dari sini, perjuangan Ludwick dimulai. Saat masih duduk di bangku SMA, Ludwick memulai penelitiannya dari ponsel yang terhubung dengan internet. Ya, sebuah ponsel. Ludwick mengaku tidak memiliki komputer pada saat itu. Ia menghabiskan dua bulan penelitian hanya dengan bermodalkan sebuah ponsel. Google serta Wikipedia menjadi teman kerjanya saat itu. Mulai dari informasi mengenai lotion, krim, komposisinya, kadar toksisitas kandungannya, semua ia cari tahu dari ponselnya. Akhirnya, ia menemukan kandungan yang sesuai serta aman digunakan. Ia telah menemukan lotion yang dapat membuat manusia bisa tetap bersih tanpa air. Produk tersebut ia namakan Drybath. Dalam pikirannya, tak hanya mampu memperkaya diri, namun ia juga dapat menyelesaikan masalah dunia. Sanitasi. Dari sana ia berangkat menawarkan idenya kepada beberapa perusahaan yang bergerak pada bidang sanitasi dan juga beberapa perusahaan amal untuk merealisasikan produknya. Tapi apa yang ia dapatkan dengan inovasi briliannya tersebut? Nihil. Ditolak, ia tak lantas menyerah dan justru menyadari, bahwa sekadar ide brilian tidak membawanya kemana-mana. Ia harus membuat business plan. Lagi, Ludwick mengerjakan semuanya dari ponselnya tersebut. Sebuah business plan 8.000 kata lebih pun disusun dengan ponselnya. Sampai akhirnya seorang teman meminjamkan komputer untuk Ludwick menyelesaikan business plan-nya. Kegagalan tidak berhenti di sini. Perusahaan besar berpikiran bahwa produk yang ditawarkan terlalu mahal. Jika dengan tujuan mengatasi masalah sanitasi dunia, harga produk Ludwick tidak dapat dijangkau konsumen yang membutuhkan. Dari pengalaman tersebut, mentor Ludwick memberikan saran kepadanya. “Poor communities don’t buy in bulk,” begitu katanya. Targetnya untuk menyelamatkan kaum miskin untuk mandi tanpa air tidak dapat dilakukan jika produknya terlalu mahal. Kaum miskin tidak membeli dalam jumlah besar, kaum miskin membeli dalam skala kecil. Seperti rokok, mereka tidak membeli sebungkus, melainkan per batang setiap harinya. Meskipun lebih mahal secara matematis, mereka membeli berdasarkan permintaan dan tidak rutin. Akhirnya Ludwick berkesimpulan untuk menjual produknya dalam bentuk sachet, sehingga ia dapat menjual berdasarkan permintaan. Tentu dengan harga yang lebih murah dibanding membeli dalam jumlah besar, Drybath akan mampu menjangkau kaum yang membutuhkan. Saat ini, Drybath sedang berusaha menembus ke dalam pasar yang lebih luas, seperti perusahaan penerbangan, hotel, supermarket, dan bahkan militer.
Berkat produknya, kini dunia dapat menghemat 80 liter air setiap kali mandi, atau sekitar dua jam perjalanan untuk mengambil air di tempat-tempat yang kesulitan air. Hal yang paling unik dari kisah mengagumkan tentang entrepreneurship Ludwick ini adalah semua berawal dari satu masalah sepele, yaitu malas mandi. Ludwick mau berjuang dari sebuah ponsel dan ia mampu membuat satu produk brilian yang bisa menyelamatkan dunia. What’s stopping you?