Likuiditas Perbankan Tertekan: Efek Tarif Trump, Harga Komoditas & Ketergantungan Impor

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Marketing.co.id – Berita Financial | Ketidakpastian ekonomi global terus membayangi stabilitas industri keuangan Indonesia, terutama sektor perbankan. Ancaman terhadap likuiditas perbankan nasional kian nyata, dipicu oleh kombinasi kebijakan tarif dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, fluktuasi harga komoditas global, serta tingginya ketergantungan Indonesia pada impor. Kondisi ini menuntut respons cepat dari pemerintah dan pelaku industri untuk menjaga ketahanan sistem keuangan domestik.

Head of Corporate Banking UOB Indonesia, Edwin Kadir, mengungkapkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan berpotensi mengalami tekanan signifikan. Menurutnya, gejolak ekonomi global, termasuk potensi pemberlakuan kembali tarif Trump, dapat memengaruhi pemasukan dolar AS ke perbankan.

“DPK mengalami sedikit tantangan dari sisi likuiditas. Karena Indonesia sangat bergantung pada komoditas, maka saat harga turun seperti nikel, otomatis pemasukan US dolar di perbankan ikut menurun,” kata Edwin dalam diskusi UOB bertajuk “Navigating Regulation Shift and Market Uncertainties in Indonesia and Asean” di Jakarta.

Lebih lanjut, Edwin menyoroti tantangan pada rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan. Ia menyebut, LDR perbankan BUKU IV dan bank BUMN bahkan pernah menyentuh 100 persen. Kondisi ini mengindikasikan likuiditas perbankan yang menipis, terutama ketika aliran devisa dari ekspor komoditas mengalami pelemahan. LDR yang tinggi dapat menghambat kemampuan bank dalam menyalurkan kredit baru ke sektor riil.

Menyikapi tekanan ini, Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Aviliani, mendesak pemerintah untuk mencari pasar-pasar baru yang menguntungkan sektor industri keuangan. Menurutnya, peran duta besar Indonesia di berbagai negara harus dimaksimalkan sebagai negosiator ulung.

“Mencari pasar baru itu pasti. Peran duta besar kita harus menjadi negosiator yang ditempatkan Indonesia. Kita punya potensi perkebunan dan pertambangan jadi harus mencari pasar baru. Penting juga mengurangi impor yang masih tinggi di Indonesia. Tingginya impor turut berkontribusi pada defisit neraca perdagangan dan menekan stabilitas keuangan nasional,” imbuhnya.

Baik dari sisi perbankan maupun pelaku usaha, ada kesamaan pandangan mengenai pentingnya diversifikasi struktur ekonomi. Edwin Kadir menekankan perlunya kebangkitan dan dorongan terhadap industri bernilai tambah untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas mentah yang harganya sangat fluktuatif.

Transformasi ini diharapkan mampu menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih kuat dan membuka peluang pasar baru. UOB Indonesia sendiri menyatakan komitmennya untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi, baik dari gejolak geopolitik maupun dampak tarif Trump.

“Jadi sisi perbankan kita selalu mendukung kebijakan yang disampaikan pemerintah. Kita melihat disiplin cash flow, disiplin finansial itu sangat penting. Kita memastikan debitur dan klien menggunakan resources hati-hati dan prudent dan kita membantu supply chain,” pungkas Edwin.