Pernahkah Anda mengalami perasaan senang pada saat bertransaksi? Atau pernahkah Anda mengalami perasaan sebaliknya; kesal atau bahkan marah? Pernahkah Anda menyadari kapan persisnya rasa senang, bangga, kesal, marah tersebut timbul?
Perasaan positif dan negatif bagi konsumen yang muncul merupakan result dari service atau layanan yang diberikan oleh kita sebagai penyedia layanan. Mari kita kupas hal negatif yang muncul dari layanan yang kurang pantas (unfairness), yang berdampak pada loyalitas konsumen.
Seiders dan Berry dalam risetnya menemukan, dengan semakin bertumbuhnya jumlah pelaku bisnis maka konsumen juga lebih mengetatkan filternya terhadap penyedia layanan yang dipilih. Unsur fairness atau kepantasan menjadi salah satu kunci penting bagi perusahaan berbasis service, dalam mendapatkan customer loyalty untuk jangka panjang. Terutama bagi produk berbasis pelayanan yang tidak kasat mata sehingga relatif sulit untuk dievaluasi, konsumen akan menilainya berdasarkan kepercayaan kepada perusahaan.
Perlakuan fairness yang tersirat dalam transaksi produk service sangat penting bagi konsumen menjelang transaksi, saat bertransaksi, maupun sesudah bertransaksi. Hal ini berlaku baik bagi produk service/layanan maupun layanan pendamping dari suatu produk. Sebagai contoh, penataan rambut di salon adalah produk service, sedangkan bungkus kado gratis untuk pembelian sampo salon tersebut merupakan service pendamping.
Jika tidak disadari atau diperhatikan dengan saksama, service fairness ini rentan dilanggar. Perlu dipahami bahwa dalam service encounters (interaksi layanan) konsumen sering kali terlibat langsung dalam terciptanya service tersebut, terkait dalam penerapan peraturan perusahaan, prosedur, sistem operasi, dan kebijakan. Banyak peluang terjadinya reduksi fairness service di sana, imbasnya konsumen akan memberikan respons baik positif atau negatif.
Kegagalan service karena perlakuan kurang fair, intensitasnya lebih kuat dibanding kegagalan service tanpa unsur kurang fair.
Dari riset ditemukan bahwa fairness membawa dampak signifikan terhadap kepuasan konsumen. Saat konsumen merasakan perlakuan tidak fair, reaksi yang keluar cenderung emosional, segera, dan bertahan lama dalam memori otak. Kegagalan service karena unsur perlakuan kurang fair, intensitasnya lebih kuat dibanding kegagalan service tanpa unsur kurang fair. Intensitas di sini adalah seberapa dalam rasa kecewa tertanam dalam sanubari dan ingatan konsumen.
Contoh seseorang terpaksa menunggu 3 menit saat memesan makanan fast food karena sistem komputer sedang tidak berfungsi, akan berbeda responsnya dibandingkan orang tersebut menunggu 3 menit karena petugas kasir sedang menjawab telepon dari temannya. Kegagalan service atas perlakuan tidak fair terjadi pada kondisi yang kedua.
Respons tipikal yang muncul adalah terkejut, kecewa, marah, dan bahkan murka. Respons ini akan berlanjut menjadi kritik baik langsung maupun tidak langsung yang disampaikan bisa melalui berbagai media, khususnya media sosial yang saat ini paling sering menjadi pilihan publik untuk menyampaikan perasaannya. Kemudian hal itu menjadi viral negatif yang terus bergulir dan merebak dalam hitungan menit.
Ibarat pepatah panas setahun pupus dengan hujan sehari, image perusahaan yang selama ini baik bisa saja runtuh dalam sekejap hanya karena satu unfairness service yang tidak disadari.
Suherman Widjaja
Dosen dan Trainer Universitas Prasetiya Mulya
Member of American Marketing Association