Kolaborasi

Sejak gempa bumi dan gelombang Tsunami di Jepang terjadi, masyarakat dunia tak henti-hentinya mengucapkan rasa simpati maupun manawarkan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Jepang. Lebih dari 20.000 orang dinyatakan tewas dan hilang. Ribuan rumah porak-poranda dan mobil-mobil hancur tersapu gelombang. Rasa kemanusiaan masyarakat global pun muncul melihat tragedi yang memilukan ini.

Di Indonesia, kesebelasan Persib memakai pita hitam saat bertanding. Sekolah-sekolah sampai komunitas penggemar ikan koi pun mengekspresikan diri mereka sebagai rasa simpati kepada rakyat Jepang. Di Buenos Aires, Argentina, sekitar 300-an warga Argentina membentangkan spanduk untuk menunjukkan rasa duka yang mendalam. Para selebriti dunia menyampaikan rasa kesedihannya atas tragedi Jepang di Twitter mereka.

Kita semakin lama semakin merasa sebagai bagian dari masyarakat global. Teknologi informasi dan internet membuat kita mampu menggerakkan orang lain di tempat mana pun untuk melakukan tindakan. Collaborative movement–gerakan yang dilakukan bersama untuk meraih sebuah tujuan–muncul di banyak tempat di dunia. Gerakan ini bisa lahir dari inisiatif kecil, namun perlahan gerakannya pun akan membesar seperti sebuah bola salju.

Gerakan orang-orang yang peduli bencana, pencinta lingkungan hidup, gerakan koin Prita, sampai jaringan narkotika dan teroris pun adalah bentuk dari collaborative movement. Dalam collaborative movement, para anggota komunitas saling bekerja sama, sharing informasi, dan bahu-membahu untuk mencapai tujuan bersama.

Semangat berbagi (sharing) adalah gaya hidup konsumen di masa depan, baik dalam konteks sosial maupun komersial. Facebook awalnya hanya tempat mempertemukan satu orang dengan orang yang lain. Namun Facebook juga telah menjadi tempat berinteraksi dan melakukan collaborative movement.

Dalam konteks mengonsumsi produk, konsumen pun akan saling berkolaborasi. Kita semakin lama hidup di era hyper consumption. Membeli sesuatu berdasarkan emosi ketimbang rasional. Apa yang dibeli belum tentu menjadi benda yang benar-benar dibutuhkan. Lama-kelamaan kita kebingungan untuk menyimpan keberlebihan yang kita miliki. Daripada kebingungan, akhirnya kita memilih berkolaborasi agar orang lain bisa mengonsumsi produk kita.

Ada orang-orang yang membeli mobil baru, namun hanya dipakai pada Sabtu–Minggu. Pada Senin sampai Jumat dia memilih berangkat kerja naik kereta atau bis ke Jakarta, karena rumahnya jauh di pinggir kota. Sebuah perusahaan penyewaan mobil melihat peluang ini dan menawarkan kontrak kerja sama agar mobil tersebut bisa disewakan ke orang lain pada Senin sampai Jumat. Buat si pemilik mobil, hasil profit sharing jumlahnya lumayan untuk membantu cicilan kredit mobil dia.

Beberapa orang yang terpaksa membawa mobil dari rumahnya ke Jakarta, menjadikan mobil mereka sebagai omprengan. Mereka mengangkut karyawan lain yang butuh tumpangan ke Jakarta. Setiap orang yang menumpang lalu ditarik bayaran untuk patungan membayar uang tol ataupun menutup sebagian biaya bensin hariannya.

Banyak pula orang di Jakarta yang memiliki apartemen, namun jarang atau bahkan tidak ditinggali. Pengelola apartemen kemudian menyewakan apartemen tersebut kepada orang lain yang butuh kamar untuk satu atau dua hari.

Rachel Botsman dan Roo Rogers dalam buku What’s Mine is Yours menyebut fenomena ini sebagai “collaborative consumption”. Sebuah ledakan perilaku di masyarakat yang menjalankan kembali aktivitas tradisional seperti sharing, renting, dan bahkan barter. Semuanya dijalankan dalam skala yang demikian besar dan dengan cara-cara yang tidak mungkin sebelumnya.

Situs airbnb.com muncul dari ide menyewakan kamar yang tidak terpakai di apartemen untuk tamu sebuah konferensi. Chesky dan Gebbia akhirnya membuat situs yang mempertemukan penyewa dan orang yang menyewakan apartemen, rumah, maupun vila. Akhir tahun lalu, situs tersebut (airbnb.com) telah memiliki lebih dari 210.000 registered user, menawarkan 28.000 properti di 8.000 kota di 157 negara!

Whipcar.com adalah situs penyewaan mobil. Jika ada pemilik mobil yang jarang mempergunakan mobil, mereka bisa menitipkannya ke whipcar.com untuk disewakan. Banyak orang di Eropa enggan memiliki mobil karena pajak kepemilikan mobil yang tinggi. Oleh karenanya mereka bisa menyewa saja mobil di whipcar.com sementara si pemilik mobil juga bisa menutup sebagian pajak yang dibayar lewat pembagian keuntungan dengan whipcar.com.

Airbnb bukanlah pemilik jaringan hotel dan apartemen. Whipcar juga bukan pemilik ribuan mobil. Namun, mereka berhasil mengambil keuntungan dari fenomena collaborative consumption. Yang lebih hebat lagi Zopa.com. Si pemilik situs ini bukanlah bank dan tidak punya modal. Namun dia membuat situs yang mempertemukan orang yang mencari pinjaman uang dengan orang yang mau meminjamkan uang.

The world is flat,” kata Thomas Friedman. Setiap orang (bukan hanya perusahaan) dari mana pun akan dan harus mampu melakukan sharing resources dan berkolaborasi agar menguntungkan semua pihak. Setujukah Anda? (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.