Kesiapan Brand Hadapi Konsumen di Era Digital

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Indonesia memiliki populasi pemuda terbesar ketiga di dunia dan dengan lebih dari 130 juta pengguna media sosial aktif. Dimana, Indonesia terus berkompetisi untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Tak hanya itu, konsumen di Indonesia telah menjadi konsumen yang sangat terampil, mereka sudah terbiasa berganti platform dengan mudah.

Untuk itu, sangatlah relevan untuk mengetahui pola pikir konsumen menjadi sebuah tantangan yang sulit dipecahkan bagi para brand yang tidak siap menghadapi situasi tersebut. Ya, setiap hari, adanya saluran, perangkat, maupun brand baru adalah beberapa hal yang membuat tantangan ini semakin sulit untuk menarik perhatian konsumen – sekaligus memberi pengalaman yang mulus dan personal.

Melihat kondisi tersebut, Capillary Technologies menyelenggarakan konferensi ‘Consumer in Focus‘ (15/8) di Kuningan. Abhijeet Vijayvergiya, President & Managing Director, Global Accounts & Asia Pacific, Capillary Technologies mengatakan, “Ini merupakan inisiatif Capillary Technologies dalam memperkuat komitmen untuk membuat pelaku bisnis “Selalu Siap akan Konsumen”. Konsumen tidak melihat brand secara independen, tapi juga melihat platform atau medium yang digunakan, sehingga butuh diciptakan ekosistem yang kohensif, dimana brand dan konsumen dapat berinteraksi dengan lancar,” kata dia.

Dia menambahkan, dalam menciptakan berbagai touchpoints, adalah penting untuk menghubungkan semua saluran menjadi sebuah sistem tunggal untuk memberikan pandangan yang menyeluruh bagi konsumen. Untuk itu, dikelilingi oleh teknologi yang dapat mengganggu sektor tersebut, para brand perlu beradaptasi dan berkembang untuk memindahkan gangguan ini menjadi sebuah keuntungan. “Para brand juga harus intropeksi dan menjadi selalu siap akan konsumen agar tetap bisa bertahan dan berkembang di lingkungan saat ini.

Hal senada juga diungkapkan Roy N. Mandey, Ketua Aprindo bahwa kinerja industri ritel mengalami penurunan – bahkan beberapa ritel terpaksa berhenti beroperasi. “Salah satu yang mempengaruhi kondisi tersebut antara lain perubahan pola prilaku konsumen. Misal, di kalangan menengah atas condong membelanjakan uang di kategori leisure. Selain itu, konsumen juga berpendapat bahwa berbelanja bukanlah suatu keharusan saat ini,” kata dia.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here