Keseimbangan Bisnis dan Relationship dalam Kolaborasi

Tiga puluh tahun yang lalu, apabila kepada pelaku bisnis ditanyakan apakah mereka membutuhkan strategi, aliansi atau kolaborasi, sebagian besar akan mengatakan tidak perlu. Perusahaan akan bertumbuh dengan baik tanpa harus berkolaborasi. Situasinya, sungguh berbeda untuk hari ini dan di masa mendatang. Kolaborasi sangat penting dan bahkan bagi banyak perusahaan, tanpa kolaborasi, mereka tidak akan mampu bersaing lagi. Kolaborasi adalah darah dan energi baru untuk menopang pertumbuhan perusahaan. Karena itu, sungguh mengherankan apabila banyak perusahaan masih berpikir untuk tidak melakukan kolaborasi.

kolaborasi ww.markering.co.id

Salah satu industri yang paling jelas mengalami pergeseran dalam kebutuhan kolaborasi adalah industri seluler. Dua puluh lima tahun yang lalu, ketika teknologi masih berbasiskan AMPS, operator seluler tidak memerlukan kolaborasi yang nyata. Mereka mampu bekerja sendiri, memproduksi sendiri dan memasarkan produknya sendiri.

Kemudian, pada awal tahun 1990-an, muncullah teknologi seluler generasi kedua atau yang biasa disebut 2G. Perubahan yang dramatis pun muncul. Perusahaan operator harus memikirkan untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak. Mereka membutuhkan perusahaan produsen ponsel untuk berkolaborasi agar mampu memberikan berbagai fitur baru. Demikian pula, perusahaan seluler juga harus bekerja sama dengan perusahaan IT untuk membuat perangkat lunak agar mampu memberikan layanan baru. Mereka harus memberikan value-added service kepada para pelanggan mereka.

Ketika teknologi 3G diluncurkan, tiba-tiba saja perusahaan seluler bagai menyediakan cangkang kosong. Mereka membutuhkan ratusan dan bahkan ribuan perusahaan penyedia konten. Mereka harus melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk para penyanyi. Sebuah kolaborasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Hari ini adalah era 4G dan kolaborasi menjadi strategi paling inti.

Industri perbankan juga mengalami fenomena yang sama. Mereka harus berkolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi untuk memberikan layanan mobile banking. Mereka juga harus berkolaborasi dengan asuransi atau dengan industri airline untuk membuat produk baru yang dapat menangkap peluang pertumbuhan perusahaan. Bahkan perbankan juga membuat kolaborasi bersama para pesaingnya untuk menyediakan pelayanan ATM bersama.

Inilah era dimana kolaborasi sudah menjadi keharusan. Perusahaan harus menentukan bentuk kolaborasi yang paling pas untuk mereka. Mereka juga harus memaksimalkan keuntungan melakukan kolaborasi agar terus bertumbuh. Ini semuanya bisa dilakukan kalau pelaku bisnis mengubah mindset mereka terhadap pentingnya kolaborasi dan kemudian berupaya membangun kompetensi untuk melakukan kolaborasi. Untuk membentuk kolaborasi, diperlukan pola pikir baru dan kompetensi baru baik di tingkat organisasi maupun pelaku bisnis secara individu.

Bentuk-Bentuk Kolaborasi

Kolaborasi antar perusahaan, biasanya memiliki empat kemungkinan. Yang pertama adalah kolaborasi dalam bentuk co-marketing. Ini adalah kolaborasi antara dua perusahaan untuk mendapatkan keuntungan melalui aktivitas pemasaran bersama. Salah satu bentuk yang paling populer adalah co-branding. Perusahaan mengajak perusahaan lain yang kemungkinan besar memiliki produk komplemen dengan produknya untuk dipasarkan bersama. Dalam hal ini, salah satu perusahaan mendapatkan manfaat karena memperoleh akses ke pelanggan perusahaan kolaborasinya. Mereka bisa juga meraih keuntungan dalam hal pembangunan citra merek.

Bentuk yang kedua adalah kolaborasi dengan channel-channel atau saluran distribusi. Dalam hal ini, perusahaan berupaya menyatukan dua keunggulan yang berbeda dalam value chain-nya. Salah satu perusahaan mungkin unggul dalam hal kualitas, dan perusahaan yang lain unggul dalam pelayanan. Atau pihak produsen memiliki teknologi terdepan, tetapi tidak memiliki akses terhadap pasar. Dengan demikian, mereka perlu melakukan kolaborasi dengan para channel untuk mendapatkan akses terhadap pasar yang mau dibidik.

Bentuk ketiga adalah kerja sama produksi atau biasa disebut dengan maklon. Perusahaan yang satu memiliki R&D dan kemampuan pengembangan produk yang baik, tetapi tidak mempunyai kompetensi dalam memproduksi. Atau perusahaan yang satu memiliki akses pasar, tetapi tidak punya pabrik untuk memproduksi produknya. Dengan demikian, kedua perusahaan mampu menjalin kolaborasi karena memang masing-masing pihak membutuhkan. Perusahaan kemudian menjadi lebih kompetitif karena mereka fokus kepada core competence masing-masing. Mereka masing-masing memiliki spesialisasi dalam rantai penambahan nilai.

Bentuk kolaborasi yang keempat adalah joint-venture. Ini adalah bentuk kolaborasi yang melibatkan komitmen jangka panjang dan ekuitas. Kedua perusahaan kemudian menjadi sebuah entitas baru. Tiap-tiap pihak memiliki kompetensi yang sulit direplikasi. Oleh karena itu, dengan melakukan joint-venture mereka berharap dapat mencapai kesuksesan yang lebih cepat dan bertahan dalam jangka panjang.

Keseimbangan Antara Bisnis dan Relationship

Salah satu faktor penting bagi perusahaan yang terlibat dalam kolaborasi adalah keseimbangan antara bisnis dan relationship. Banyak kolaborasi gagal karena tidak adanya keseimbangan antara kedua hal ini. Bila salah satu pihak sangat mementingkan bisnis semata, maka ada kecenderungan untuk menunjukkan dominasi dan keinginan untuk mengontrol mitra lainnya. Pada akhirnya, terjadilah konflik karena salah satu pihak merasa tidak nyaman, atau sampai merasa diperlakukan sebagai mitra yang tidak seimbang.

Demikian pula sebaliknya. Bila kolaborasi terlalu banyak aktivitas yang hanya menjalin relationship, maka juga tidak akan berkesinambungan. Kolaborasi tidak akan menghasilkan kinerja sesuai dengan yang ditargetkan. Kedua belah pihak mempunyai relationship yang baik, tetapi pada akhirnya kedua belah pihak juga menyadari bahwa kolaborasi yang mereka jalin tidak memberikan keuntungan ekonomi atau profitabilitas perusahaan. Karena itu, diperlukan tahap-tahap membangun kolaborasi.

Tahap pertama dalam kolaborasi adalah proses seleksi mencari mitra. Manajemen puncak yang terlibat dalam proses seleksi haruslah memiliki visi yang jelas. Keterampilan bisnis yang diperlukan dalam hal ini adalah visioning. Tahap selanjutnya adalah merumuskan model untuk kolaborasi. Kedua belah pihak mencari ruang lingkup untuk kerja sama, apa saja yang bisa disinergikan dan mencari value yang diciptakan bersama. Relationship yang harus dijalin pada tahap ini adalah menciptakan intimacy antara kedua belah pihak dan menumbuhkan rasa saling percaya.

Setelah model kolaborasi disepakati, aktivitas bisnis yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak adalah melakukan koordinasi dan integrasi. Kedua belah pihak mungkin menyusun tim masing-masing berikut proses dan kewenangan dari setiap anggota tim. Pada tahap ini, keterampilan dalam menjalin relationship yang diperlukan adalah bagaimana kolaborasi bisa bertumbuh. Manajer yang terlibat memiliki kecerdasan emosional yang memungkinkan membuat progres, menjaga momentum, dan membuat kolaborasi menjadi semakin kokoh.

Sekali lagi, kata kunci dalam menjaga kolaborasi adalah keseimbangan antara keberhasilan dalam bisnis dan relationship.

(Handi Irawan D, CEO-Frontier, @HandiirawanD)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.