Para pecinta kuliner malam tentu sangat mengenal daerah Pecenongan. Ya, wilayah ini memang disesaki oleh penjual makanan kala malam tiba. Salah satunya adalah Martabak 65A. Dengan tawaran konsep yang berbeda, kios ini kerap ramai oleh pengunjung khususnya para pecinta martabak.
Martabak yang dijual adalah kelas premium dengan bahan baku nomor satu, jadi harga yang ditawarkan juga lebih mahal ketimbang martabak pinggir jalan lain. Kendati mahal, mereka yang ingin memanjakan lidahnya dengan martabak ini harus rela mengantri, apalagi pada Sabtu malam.
Tak ingin pelanggannya bosan, Danniel Jusuf Sutikno, anak dari pemilik Martabak 65 mengaku sering kali mengajak pelanggannya ngobrol.
“Saya sering ngobrol-ngorbrol aja dengan mereka, selain mencari tahu tentang produk saya di mata mereka, sekalian menghilangkan suntuk pelanggan yang mengantri,” papar pria pencetus martabak Toblerone, Nutella, Skippy, dan juga Ovomaltine.
Dari situ Danniel kemudian menemukan berbagai masukan untuk martabaknya, meski tidak sedikit juga yang mengkritik. Tapi itulah dunia bisnis, sang pemilik harus pandai-pandai menganalisis permintaan konsumen.
“Ada pula yang mengeluh tentang harganya yang kemahalan, nggak worth it dengan rasanya. Tapi kan nggak semuanya begitu, malah dari penemuan saya, perbandingannya masih 8:2 untuk mereka yang puas. Jadi biarkan saja, karena tidak mungkin semua orang suka,” kata Danniel.
Tidak hanya ramah berinteraksi dengan pelanggan di dunia nyata, pria lulusan desain komunikasi visual (DKV) ini juga mengaku sering memberi komentar atau me-like postingan pelanggan yang berkaitan dengan Martabak 65A. “Tujuannya agar mereka senang dan mem-follow media sosial kami,” jelasnya.
Untuk memudahkannya, pemegang kontrol penuh atas bisnis keluarga ini menggunakan aplikasi If This Then That (IFTTT) untuk otomatisasi media sosial via mobile.
“Contoh simpelnya, akun Instagram Martabak65A secara otomatis akan me-like berbagai akun yang menampilkan postingan dengan hashtag #Martabak65A,” lanjutnya.
Danniel juga mengakui bahwa media sosial sangat berimbas pada kepopuleran produknya. Pasalnya, ketenaran Martabak 65A mulai muncul berkat keaktifannya bermain Instagram.
“Waktu itu ada Rio Dewanto yang berkunjung ke toko kami, terus saya foto candid dan mention ke Instagramnya. Di situ dia memberikan komentar, hingga akhirnya nama Martabak 65A terus populer,” pungkas Danniel.
Kini, gaya Martabak 65A telah banyak diikuti oleh pebisnis martabak lain, terutama martabak toblerone yang sudah menjadi menu andalan martabak Pecenongan.
Nah, untuk Anda yang penasaran dengan strategi sukses Martabak 65A dalam memainkan harga, Anda bisa membacanya di E-Magazine Youth Marketers edisi 13 yang akan terbit pada Senin, 23 Juni 2014 mendatang.