Riset URALA Indonesia ungkap kebiasaan belanja masyarakat Maluku Utara di tengah maraknya pemasaran digital.
Marketing.co.id – Berita Marketing | Di era digital saat ini, tren pemasaran terus berkembang seiring kemajuan teknologi yang kian canggih, khususnya dengan kehadiran internet. Munculnya internet dan perkembangan teknologi membuka jalan bagi transformasi besar dalam strategi marketing, menggantikan metode tradisional dengan memanfaatkan berbagai platform online, mesin pencari, media sosial, serta perangkat seluler untuk menjangkau dan melibatkan audiens secara lebih luas.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, dari jumlah pengguna internet sebanyak 82 juta orang, terdapat sekitar 58,63 juta pengguna e-commerce dengan konsumsi sebesar Rp 453,75 triliun per 2023. Meskipun data ini menunjukkan angka yang signifikan, namun sayangnya tren ini tidak berlaku di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya di Maluku Utara.
Maluku Utara merupakan sebuah provinsi yang terletak di wilayah Indonesia Timur dengan berbagai keindahan serta beragam daya tariknya. Tak hanya terkenal sebagai penghasil rempah terbaik di Indonesia, Maluku Utara juga memiliki potensi besar di bidang kelautan dan perikanan, sumber daya mineral, dan juga pariwisata. URALA Indonesia, Digital Marketing dan PR Agency, berkesempatan melakukan riset pemasaran di wilayah yang dikenal sebagai Moloku Kie Raha.
Riset tersebut mengungkap bahwa perilaku belanja online dan tren pemasaran digital di Maluku Utara masih dapat berkembang lebih jauh lagi. Rian Mohamad Yusuf, Direktur URALA Indonesia mengatakan, mayoritas masyarakat Maluku Utara masih melakukan pembelanjaan secara tradisional atau offline. Dari jumlah 372 responden, hanya 7% mengaku pernah melakukan transaksi dan belanja online. Sementara untuk digital marketing, platform Facebook menjadi yang paling dominan di sini setelah pemasaran melalui TV dan OoH.
Survei yang dilakukan pada lima kota utama di Maluku Utara, yakni Ternate, Tobelo, Jailolo, Sofifi, dan Weda ini menunjukkan bahwa masyarakat setempat masih sangat bergantung pada toko-toko sembako atau kelontong yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal mereka. Sebanyak 54% responden menyatakan bahwa mereka lebih memilih berbelanja secara offline karena jarak yang dekat, memungkinkan mereka membeli kebutuhan dengan mudah tanpa perlu menunggu dan transaksi dilakukan secara tatap muka. Kenyamanan ini menjadi salah satu alasan utama masyarakat setempat masih melakukan pola belanja tradisional.
Fakta ini menyoroti perbedaan signifikan dalam kebiasaan belanja antara wilayah perkotaan dan daerah yang lebih terpencil. Di Maluku Utara, dengan jarak yang relatif dekat antar tempat, berbelanja secara offline di toko sembako atau kelontong dinilai lebih efisien dari segi biaya, waktu, dan jarak. Kemudahan akses ke toko-toko ini menjadi faktor kunci yang membuat masyarakat lebih memilih berbelanja secara langsung.
“Saya itu belanja kalau butuh saja. Kapan sudah butuh, saya pergi ke toko untuk beli yang dibutuhkan, seperti beras, gula, minyak. Semua sudah tersedia di toko, pasti ada. Jadi tidak ada terpikir untuk belanja online, yang dekat saja,” ujar Herlina, salah satu responden berusia 34 tahun yang tinggal di Ternate, Maluku Utara.
Sementara untuk teknik pemasaran tradisional di Maluku Utara masih memiliki daya saing yang kuat dibandingkan dengan pemasaran digital, yang belum sepenuhnya mendominasi wilayah tersebut. Sebanyak 38% responden mengaku sering melihat iklan produk melalui banner atau poster di jalanan, sementara 54% responden memilih televisi dan 50% menganggap Facebook sebagai saluran pemasaran digital yang paling sering diakses.
“Akses dan aktivitas di dunia digital, khususnya dalam berbelanja, masih belum populer secara luas di Maluku Utara dan sekitarnya. Namun, penduduk dan fasilitasnya secara bertahap bergerak menuju modernisasi, yang dapat ditingkatkan dengan integrasi teknologi dalam waktu dekat,” ungkap Rian.
Menurutnya, infrastruktur dan investasi baik dari pemerintah maupun swasta sangat penting untuk meningkatkan gairah bisnis di wilayah yang dikenal dengan sebutan Kepulauan Rempah-rempah ini. Penelitian yang dilakukan URALA Indonesia dapat memberikan wawasan penting untuk menyesuaikan strategi distribusi dan promosi bagi pemerintah dan pelaku usaha. Pemahaman yang lebih baik mengenai perilaku konsumen akan membantu menyusun strategi pemasaran yang lebih efektif, serta mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat di wilayah tersebut.