Kangen

Anak-anak zaman sekarang mungkin akan geleng-geleng kepala kalau kita ceritakan bahwa 20 tahun yang lalu kita masih takut menyampaikan pendapat. Mereka mungkin tidak berpikir kalau penguasa bisa memberedel sebuah majalah gara-gara tulisan soal kapal perang. Apalagi melarang lagu-lagu sendu karena dianggap lagu cengeng. Kalau ditarik ke rezim sebelumnya, mereka akan semakin heran, mengapa lagu-lagu Beatles dan Koes Plus harus dilarang karena dianggap musik “ngak-ngek-ngok”.

Generasi  sekarang begitu mudahnya menghirup udara demokrasi. Mereka lahir dan hidup di era keterbukaan, sehingga mereka akan heran jika terlalu banyak aturan yang mengekang kebebasan berpendapat. Di masa rezim Soeharto, kita bisa membayangkan apa yang terjadi dengan tokoh-tokoh agama apabila mereka melakukan hal yang dilakukan sekarang: menyatakan bahwa pemerintah sekarang telah membohongi rakyat.

Kini konsumen bisa menilai dan mengemukakan pendapat secara bebas. Mereka bisa mengemukakannya dengan kata-kata yang halus sampai kasar sekali pun. Setiap orang bebas menjadi oposisi bagi pihak lain.

Demokrasi juga tidak pernah membeda-bedakan asal-usul siapa pun untuk naik ke permukaan, sekalipun dengan modal yang serba pas-pasan. Apakah Anda orang yang menyukai Kangen Band atau justru anti dengan band anak muda itu? Grup musik ini memang cukup kontroversial. Lahir dari masyarakat kelas bawah, Kangen Band (KB) adalah contoh bagaimana keberhasilan tidak memandang kasta tertentu. Hanya sayangnya, band ini tidak punya kualitas yang layak untuk tampil di muka umum. Suara sang vokalis pas-pasan. Pada saat manggung, nadanya sering “lari” ke mana-mana. Wajah-wajah mereka juga tidak komersial dan (maaf) agak kampungan! Para musisi senior Indonesia sampai berkomentar negatif terhadap mereka karena dianggap mencoreng kualitas musik Indonesia. Bahkan ada radio yang memboikot dan tidak mau memutar lagu mereka.

Kalau Anda termasuk golongan yang anti terhadap mereka, silakan bergabung di kelompok “anti-KB” di Facebook yang sampai berhasil menjaring 46.000 lebih anggota. Lihat saja tulisan sang pendiri di akun Facebook komunitas ini: “Saya ingin menunjukkan fakta dan realita mengenai Kangen Band. Kangen Band merupakan grup band fenomenal di Indonesia, karena sejak Indonesia merdeka, baru band ini saja yang mendapat cercaan, makian, dan hinaan yang luar biasa dari masyarakat”. Isinya jangan tanya, banyak cemooh dan caci maki untuk KB dari para anggota komunitas ini!

Namun sekalipun Anda tergolong anti-KB, Anda tidak boleh  menampik kenyataan bahwa ada 300 lebih orang yang membeli album mereka dan membuat mereka bisa mendapat platinum untuk album tersebut. Itu artinya, jumlah orang yang membeli album mereka ada enam kali lipat dibanding anggota anti KB ini!

Di Indonesia akan ada banyak model seperti Kangen Band yang tadinya “nothing”, tiba-tiba menjadi “something”. Grup Klanting yang tadinya hanya pengamen jalanan tiba-tiba bisa ngetop dan menjadi bintang iklan Telkomsel setelah menang dalam ajang Indonesia Mencari Bakat. Sinta dan Jojo, dua cewek ABG ini tahu-tahu ngetop, padahal cuma bermodalkan lagu Keong Racun yang mereka nyanyikan secara lip sing di You Tube. Nama Bona Paputungan tiba-tiba kebanjiran order gara-gara mengarang lagu: “Andai Aku Gayus Tambunan.” Siapakah Bona? Dia adalah mantan narapidana yang pernah terjerat kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).

Kelompok-kelompok anti pada akhirnya tidak bisa membendung orang-orang semacam ini, yang mungkin tidak perlu banyak berlatih keras untuk bisa bernyanyi baik. Namun mereka justru bisa jauh lebih ngetop dibandingkan musisi yang berkualitas. Orang-orang semacam ini adalah orang yang narsis. Mereka menampilkan diri mereka seadanya di saluran publik tanpa malu-malu. Mereka juga berani melewati kecaman dan caci-maki dari orang lain karena pasar menyukai mereka. Ruang publik yang tak terbatas di internet telah menciptakan panggung kesempatan untuk mereka. Para marketer mencari mereka karena mereka adalah momentum emas untuk menaikkan penjualan dengan cepat.

Marketer mengerti, konsumen sekarang adalah generasi yang selalu kangen pada perbedaan. Mereka mau menerima suara emas Krisdayanti, Ruth Sahanaya maupun Once “Dewa”. Namun, mereka juga kangen untuk mendengar sesuatu yang tidak pada tempatnya: nada-nada sumbang, vokal pecah, dan joget-joget tidak keruan. Yang penting bagi mereka: menghibur! (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.