K-Pop

www.marketing.co.id – Bulan September lalu di Tokyo, Jepang, terjadi demonstrasi oleh 6.000 orang. Mereka bukanlah memprotes soal kebocoran pembangkit listrik tenaga nuklir. Namun, kencangnya suara yang diserukan dan banyaknya orang yang berdemo tak kalah dengan demonstrasi antinuklir.

Kelompok orang ini berdemo di depan kantor pusat Fuji TV. Mereka membawa spanduk yang isinya kemarahan mereka atas stasiun televisi ini yang terlalu banyak menampilkan program berbau Korea. Termasuk juga program lagu bernuansa K-Pop. “No More Korean Waves!”

Sekelompok masyarakat di Jepang tampaknya cukup gerah dengan kehadiran drama-drama Korea dan musik dari Negeri Ginseng itu, yang bahkan bisa menembus rekor penjualan musik di Jepang. Acara drama dan K-Pop menempati posisi prime time di televisi-televisi Jepang.

Demonstrasi yang dilakukan tersebut merupakan salah satu cerminan perseteruan Jepang dan Korea dalam menaklukkan pasar lewat budaya dan merek. Di berbagai negara, merek Jepang mulai tergeser oleh merek-merek Korea.

Merek Korea punya karakter berbeda. Merek-merek Korea hadir dengan kualitas yang tidak bagus-bagus amat, tapi tidak jelek, bisa dijual dengan harga murah. Sementara merek Jepang masih mempertahankan keegoannya dengan kualitas nomor satu dan harga yang mahal. Akibatnya, merek-merek Korea pun lama-lama lebih pas dengan kondisi ekonomi di banyak negara Asia.

Namun, keduanya sadar bahwa budaya bisa menjadi salah satu moda transportasi yang baik untuk mengantarkan merek-merek global mereka masuk ke satu negara. Tiga budaya yang paling bisa dekat dan cepat memengaruhi konsumen adalah makanan, musik, dan film. Itulah sebabnya Korea mati-matian memasukkan budaya ini ke berbagai negara. Korean Waves bahkan menjadi program pemerintah, di mana budaya Korea harus mengungguli Jepang dan Cina.

Salah satu senjata Korea adalah Korean Pop alias K-Pop. Penjajahan lewat K-Pop ini tidak hanya terjadi di Jepang, tetapi juga di Indonesia. Demam K-Pop telah melahirkan grup boy band dan girl band seperti Sm*sh (Smash) dan Cherry Belle. Stasiun televisi di Indonesia pun seperti biasa mulai mencari kesempatan dengan menggelar ajang kompetisi K-Pop.

Karakter kedua negara dalam bersaing secara merek terlihat dari bagaimana J-Pop dan K-Pop bersaing. Kita semua memahami bahwa orang Jepang dan orang Korea agak sulit berbahasa Inggris sehingga sudah pasti lagu-lagu dari kedua negara tersebut berbahasa Jepang atau Korea. Sebaliknya, pendengar musik mereka dari mancanegara juga tidak memahami arti kata-kata yang keluar dari nyanyian mereka. Pendengar musik hanya bisa menikmati iramanya.

Namun, Korea sekali lagi lebih pintar mengemas K-Pop mereka. J-Pop sekali lagi lebih mengutamakan kualitas vokal dan musik serta mempertahankan identitas Jepang mereka pada keseluruhan lagu. Sedangkan K-Pop berbeda. K-Pop dinyanyikan oleh banyak orang. Bahkan satu grup bisa mencapai 15 orang. Namun, sekalipun banyak, kesemuanya bernyanyi dengan gerakan dinamis dan atraktif. Kata-kata dalam lagu mereka pun sesekali dicampur dengan ucapan bahasa Inggris, walaupun hanya sekadar “I love you”. Namun, dengan satu kata ini paling tidak ada koneksi yang dibangun antara penyanyi K-Pop dengan penonton mancanegara. Jadi, sekalipun tidak mengerti bahasanya, penonton bisa menikmati irama atau gerakan para penarinya.

Korea sekali lagi mencoba melawan Jepang lewat titik lemahnya, yakni pemujaan berlebihan terhadap budaya dan orientasi kualitas. Sementara Korea lebih mau mencampuradukkan budaya Barat di dalamnya. Kualitas, seperti biasa, diletakkan di tengah-tengah.

Fenomena Jepang dan Korea adalah fenomena menarik sebuah negara yang sangat sadar bahwa kebanggaan rakyatnya terhadap negara akan semakin meningkat pada saat budaya dan merek negara tersebut bisa “menjajah” negara lain. Keduanya memiliki strategi yang berbeda dan mendapatkan pasarnya masing-masing. Kini, akankah K-Pop mampu menjadi pengerek merek-merek buatan Korea agar lebih disukai dibandingkan merek Jepang? Kita lihat saja. (Rahmat Susanta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.