Marketing.co.id – Berita Marketing | Inovasi disruptif bukan sekadar istilah populer dalam dunia bisnis modern, tapi fenomena nyata yang telah mengubah lanskap industri dari teknologi hingga transportasi, dari media hingga pendidikan. Dalam sebuah video animasi edukatif berdurasi 5 menit yang dibuat oleh Prof. Robert Perrons, kita diajak memahami konsep “disruptive innovation” ala Clayton Christensen dengan cara yang ringan namun menggugah pikiran.
Disrupsi tak selalu soal teknologi canggih
Video ini menekankan satu pesan penting bahwa disrupsi bukan selalu tentang terobosan teknologi tercanggih, melainkan tentang bagaimana sebuah inovasi sederhana bisa memenuhi kebutuhan pasar yang selama ini diabaikan. Inovasi disruptif biasanya muncul dalam bentuk produk atau layanan yang lebih murah, lebih sederhana, namun cukup “baik” untuk sebagian konsumen.
Alih-alih menyaingi pemain besar secara langsung, para disruptor justru menyasar kelompok konsumen yang tidak dilayani oleh para market leader. Biasanya, karena dianggap tidak menguntungkan atau terlalu kecil. Dari sinilah perjalanan disruptif dimulai.
Saat yang kecil menjadi besar
Seiring waktu berjalannya waktu, kualitas produk disruptif meningkat. Perlahan namun pasti, inovasi ini mulai menarik perhatian konsumen arus utama. Ketika hal itu terjadi, perusahaan-perusahaan mapan sering kali terlambat mengejar. Sebab, mereka terlalu fokus pada pelanggan utama dan terlalu sibuk menyempurnakan produk yang ada. Strategi ini membuat mereka buta terhadap ancaman dari bawah yang kelak akan menyalip mereka.
Contoh klasik bisa dilihat pada industri kamera digital, transportasi online, hingga layanan streaming. Kodak, tak lain adalah raksasa fotografi analog, gagal membaca arah perubahan. Demikian pula dengan perusahaan taksi konvensional yang terguncang oleh hadirnya pemain seperti Gojek, dan Grab.
Pesan utama dari video ini bagi para pengambil keputusan adalah disrupsi bukan hanya bisa dipelajari, tapi juga bisa diantisipasi, bahkan dimanfaatkan. Caranya dengan fokus pada kebutuhan pelanggan yang belum terlayani. Bangun model bisnis yang fleksibel, bukan sekadar terus-menerus menyempurnakan produk lama.
Sebagai contoh, perusahaan yang ingin bertahan di era disrupsi harus berani bereksperimen dengan unit usaha baru, beroperasi di luar sistem utama, dan membidik segmen pasar yang kecil namun memiliki potensi tumbuh.
Prof. Perrons dalam videonya tidak hanya menjelaskan teori, tetapi memberikan panggilan untuk bertindak. Inovasi disruptif bisa menjadi ancaman atau peluang tergantung dari sudut mana melihatnya. Dalam dunia yang berubah dengan cepat, bukan yang terkuat yang bertahan, melainkan yang paling adaptif terhadap perubahan. Bagi pelaku bisnis, pemasar, dan pemimpin industri, pemahaman tentang disrupsi bukan pilihan tapi kebutuhan.
Artikel ini terinspirasi dari video “Disruptive Innovation – Animated Explanation” oleh Prof. Robert Perrons di YouTube.