IndoTelko Menggelar Diskusi Outlook Industri Telekomunikasi 2022

Marketing.co.id – Berita Marketing I Merayakan ulang tahun ke-10 Grup IndoTelko menggelar Diskusi Akhir Tahun “Outlook Industri Telekomunikasi 2022 – Menata Bisnis Telekomunikasi dari Pandemi ke Endemi” secara daring. Adapun syarat mutlak agar sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bisa berlari kencang di 2022 adalah penanganan pandemi kian terkendali agar secara bertahap masyarakat menuju era endemi.

Indotelko

Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin mengatakan, “Sektor TIK salah satu yang bertahan dan menunjukkan pertumbuhan selama dua tahun pandemi berlangsung. Hal ini karena pandemi yang berujung kepada pembatasan mobilitas memacu transformasi digital di masyarakat. Jika melihat indikator ekonomi, terlihat secara makro mulai ada perbaikan
di Indonesia, apalagi konsumsi pemerintah dan masyarakat masih terjaga.”

Dia menambahkan, memang ada tantangan selain pandemi, yakni kenaikan harga energi global yang akan
memicu peningkatan biaya produksi, ujungnya harga produk akan lebih mahal. Tetapi, dia optimistis pertumbuhan sektor telekomunikasi di 2022 bisa mencapai 7%, tidak 4% seperti
tahun ini.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah menjelaskan, pasca dua tahun pandemi Covid-19 menyerang seluruh negara, kinerja sebagian besar industri telekomunikasi di dunia sudah membaik. Bahkan, tren pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam.

“Kalau service dibagi tiga yaitu konektivitas, ICT dan digital maka konektivitas pada kurun waktu 2020-2024 akan tumbuh sekitar 4%, ICT akan tumbuh lebih tinggi di angka 8%, dan
digital tumbuh paling tinggi sampai 12%. Hal ini sejalan dengan fakta selama pandemi, masyarakat menjadi lebih contactless dan akan cenderung menggunakan layanan yang sifatnya digital. Karena itu ICT dan digital akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan konektivitas,” kata Ririek.

Ririek yang juga Dirut Telkom itu mengungkapkan, setelah pada tahun ini sejumlah operator memberanikan diri menggelar jaringan 5G di Indonesia, pemanfaatannya di dunia akan terus
meningkat. Tidak hanya di Amerika Serikat dan China, namun operator negara-negara di Asia juga akan banyak menggelar jaringan tersebut.

“5G secara finansial akan semakin layak dan memberikan dampak positif bagi operator di Indonesia. Tahun 2022, digitalisasi dan digitasi akan meluas di Indonesia. Hal tersebut wajar mengingat operator telekomunikasi akan terus mencari sumber pertumbuhan pendapatan baru selain menjaga pendapatan dari layanan konektivitas.

Karena itu, ia memperkirakan kebutuhan Capital Expenditure (Capex) sektor telekomunikasi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan konsumsi data.

Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika yang juga Plt Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ismail, mengatakan, pemerintah akan mendukung dengan menyediakan infrastruktur yang bisa menopang mimpi menciptakan Indonesia sebagai negara digital economy terbesar di Asia Tenggara.

Direktur Utama Telkomsel, Hendri Mulya Syam memprediksi pertumbuhan sektor
telekomunikasi Indonesia tahun 2022 dan seterusnya akan didorong oleh penetrasi digital platform dan services.

“Kini, tidak lagi bergantung pada bisnis konektivitas semata. Namun ada banyak stream baru seperti enterprise services, VOD, IOT, cyber security, big data, digital advertising dan digital entertainment,” ujar Hendri.

Untuk itu, Telkomsel memberanikan diri menjadi operator 5G pertama di Indonesia dan berkomitmen memperluas cakupan jaringan 5G yang terukur di tahun depan.

Direktur Utama XL Axiata, Dian Siswarini, tahun depan pertumbuhan bisnis sektor telekomunikasi akan lebih tinggi dibandingkan 2021. Tahun ini akibat pandemi yang lebih lama dari perkiraan, DBS menurunkan proyeksi
pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia dari 7% menjadi 4%. Tapi tahun depan diperkirakan naik jadi 7% karena penurunan kasus Covid-19, dan diperkirakan pemerintah akan melonggarkan pembatasan aktivitas yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Faktor lain yang juga bisa mendongkrak kinerja sektor telekomunikasi adalah
kepastian konsolidasi dua operator besar yaitu Indosat Ooredoo dan Tri Hutchinson. Konsolidasi ini akan menurunkan jumlah pemain di market telekomunikasi yang diharapkan dapat menggerakkan tarif yang diberlakukan operator. Ini akan menstabilkan kompetisi dan meningkatkan kesehatan industri telekomunikasi di Indonesia,” jelasnya.

Faktor ketiga yang akan memicu pertumbuhan sektor telekomunikasi tahun depan adalah peningkatan traffic data yang akan didorong oleh berkurangnya mobilitas masyarakat karena memang pemberlakuan WFH dan SFH akan masih banyak diadopsibperusahaan dan sekolah-sekolah.

Direktur Inter Carrier & Government Relations Tri Indonesia, Chandra H. Aden, meyakini 2022 akan menjadi titik awal Indonesia menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di kawasan Asia Tenggara berkat digitalisasi.

Terkait akses internet yang belum merata, Director & Chief Strategy and Innovation Officer Indosat Ooredoo, Arief Musta’in menjelaskan  hal tersebut bisa diatasi apabila para pelaku industri telekomunikasi bisa melakukan orkestrasi dalam mendigitalkan ekonomi Indonesia.

Seperti halnya pelaku industri telekomunikasi nasional, CEO Huawei Indonesia, Jacky Chen, menyatakan pandemi Covid-19 yang melanda sejak 2020 lalu tidak pernah mengurangi
rencana bisnis perusahaannya di sejumlah negara. Pandemi mendorong untuk terus menciptakan inovasi teknologi bagi masyarakat.

Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Achmad Latif, menuturkan badan baru yang dipimpinnya merupakan perpanjangan tangan Kementerian Kominfo dalam membantu industri telekomunikasi menciptakan transformasi digital di Indonesia.

Bagi Direktur ICT Institute, Heru Sutadi, tahun 2022 merupakan momentum bagi industri telekomunikasi melakukan akselerasi kinerja dan juga layanan untuk membantu Indonesia melaksanakan transformasi digital. Ada banyak sekali faktor pendukung yang bisa mendorong kinerja industri telekomunikasi melesat tahun depan.

Menurutnya, sepanjang 2021 ini jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah 15,5% atau sebanyak 2,7 juta akibat pandemi. Kebutuhan bandwith telekomunikasi menurutnya juga semakin besar karena masyarakat menggunakannya untuk bekerja, bersekolah, mencari hiburan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya sehingga bisa berkontribusi positif bagi pendapatan operator.

Tahun 2022 juga akan menciptakan pasar baru bagi operator, khususnya wilayah Timur Indonesia. Nantinya tidak akan ada lagi desa yang tidak menikmati layanan internet. Bukan
hanya bagi operator tetapi juga produk turunan dari industri telekomunikasi.
“Untuk itu, operator sektor telekomunikasi merupakan pilar dan lokomotif ekonomi digital,
sehingga perlu dibina dan mendapat insentif untuk yang berani membangun jaringan di
daerah-daerah non komersial. Daerah 3T itu kan ibaratnya daerah tulang yang tidak banyak
berebut pemainnya sehingga butuh insentif dari pemerintah untuk mempermudah
pembangunan jaringan tersebut,” ujarnya.
Penciptaan pasar baru bagi operator telekomunikasi menurut Direktur ICT Strategy &
Marketing Huawei Indonesia, Mohamad Rosidi, tidak hanya di daerah terpencil saja. Namun,
pemanfaatan 5G yang semakin meluas diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan baru
bagi industri telekomunikasi.
“Tahun 2022 dan seterusnya diharapkan operator Indonesia bisa melakukan 5G to Business
untuk digunakan di pabrik manufaktur, health, port dan sebagainya. Kita harapkan di 2022
sampai 2025 diharapkan industri sudah mengadopsi 5G sehingga kita bisa sama-sama
menuju digital prosperity. Sebab 5G bisa digunakan individu, pemerintah, sampai industri,”
papar Rosidi.
Sebagai penutup, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito
Wigati Jarot menyatakan untuk menuju Indonesia Digital diperlukan regulasi digital.
“Sekarang ini belum ada Undang-Undang yang mengakomodasi digitalisasi itu karena kita
masih menggunakan regulasi yang lama yang dibuat di era kompetisi atau setelah melalui
era monopoli. Ketika regulasi memasuki generasi keempat tidak hanya bisnis Telekomunikasi
yang diatur tetapi mengaitkannya dengan kebutuhan sosial. Lalu Ketika memasuki generasi
kelima, perlu diatur sisi kolaboratifnya sehingga digitalisasi bisa bermanfaat bagi semua.
Indonesia sekarang masih mengadopsi regulasi generasi ketiga,” pungkas Sigit.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.