IndoTelko Forum Gelar Webinar Tanggapi Industri ICT Pasca PP Postelsiar

Marketing.co.id – Berita Teknologi | Adanya pandemi Covid-19 membuat para pekerja, tenaga pengajar dan peserta didik, serta kegiatan bisnis sangat bergantung pada layanan informasi, teknologi, dan komunikasi (ICT) yang mumpuni. Terlebih, terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada penghujung tahun lalu berkaitan erat dengan kecepatan melajunya industri ICT. Terkait, PP Postelsiar dan dampaknya bagi pelaku industri ICT, IndoTelko Forum pun menggelar webinar bertema ‘Menuju Kompetisi yang Sehat di Industri ICT Pasca PP Postelsiar’.

Indotelko Forum

Doni Ismanto Darwin, Founder IndoTelko Forum menjelaskan, adanya UU Cipta Kerja dan PP Postelsiar bisa membawa angin perubahan bagi industri ICT. Keduanya memungkinkan hal-hal yang tadinya tabu bagi pemain Telco seperti network sharing atau penggunaan frekuensi 700 MHz untuk mobile broadband jadi bisa dilakukan. Selain itu adanya PP Postelsiar juga menjamin kepastian hukum terkait analog switch off, serta memberi sinyal untuk pengaturan Over The Top (OTT) di Indonesia.

“Selama ini, ada beberapa kendala yang dialami pelaku usaha ICT dalam mengembangkan bisnisnya, terutama terkait ekspansi frekuensi. Mulai dari keharusan mengembalikan frekuensi ke negara ketika melakukan merger, biaya investasi infrastruktur yang tinggi sementara tarif terlalu murah, sampai bisnis operator yang mengalami tekanan akibat OTT di Indonesia,” ujar dia.

Ditambahkan Heru Sutadi, Direktur ICT Institute mengungkapkan, masyarakat Indonesia sangat aktif menggunakan internet dan sosial media melalui berbagai gawai yang dimilikinya. Di awal 2021, ICT Institute menyebut ada 345,3 juta gawai (mobile connection) yang digunakan masyarakat Indonesia. Angka tersebut setara dengan 125,6% terhadap total populasi sebanyak 274,9 juta jiwa.

“Tidak heran jika kemudian banyak layanan OTT yang digunakan oleh masyarakat. Pergeseran gaya hidup tersebut membutuhkan infrastruktur ICT yang memadai, yang selama ini dibangun oleh operator telekomunikasi. Oleh karena itu, PP Postelsiar bisa menjamin kemudahan bagi operator dalam melakukan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio. Sehingga bisa menciptakan efisiensi biaya pembangunan infrastruktur, memperluas cakupan wilayah layanan, dan membuat harga layanan telekomunikasi menjadi lebih terjangkau lagi,” tegas Heru.

Muhammad Ridwan Efendi, Sekretaris Jenderal Pusat Kajian dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) pun mengatakan, peranan Menteri Telekomunikasi dan Informatika sangat penting dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat sesuai amanat PP Postelsiar. Agar persaingan usaha yang tidak sehat bisa dihindari sebelum dilaksanakan kerja sama pemanfaatan infrastruktur, diperlukan peran Menteri dalam memberikan persetujuan.

Baca juga: Jaminan Kualitas Layanan TIK Nasional di Era Kebiasaan Baru

Masih dalam webinar yang sama, Kamilov Sagala, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) menyoroti beberapa kelemahan PP Postelsiar terhadap pengaturan bisnis OTT asing. Dengan tidak adanya BRTI, Kominfo sebagai penguasa tunggal tidak bisa otoriter. Harus dibangun hubungan dengan asosiasi-asosiasi telekomunikasi yang peduli terhadap perkembangan industri dan perlindungan masyarakat.

Terbitnya PP Postelsiar juga mendapat perhatian dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Guntur Syahputra Saragih, Wakil Ketua KPPU mengaku mengapresiasi payung hukum yang diterbitkan pemerintah tersebut, karena setidaknya 7 kali menekankan praktik persaingan usaha yang sehat dalam pasal-pasalnya. Namun, Guntur menyebut ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dari PP Postelsiar agar pelaku industri telekomunikasi benar-benar bisa melakukan persaingan bisnis yang sehat.

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.