Marketing.co.id – Berita Marketing | Kolaborasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan menjadi krusial untuk mempercepat transisi energi di Indonesia melalui beragam inisiatif strategis dan program. Apalagi, Indonesia telah berkomitmen mengurangi efek gas rumah kaca, baik dengan usaha sendiri, maupun dengan dukungan dunia internasional. Indonesia juga berkomitmen mencapai target net zero emission pada 2060 atau lebih awal.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat membuka acara The 11th Indonesia EBTKE ConEx 2023 di Tangerang, Banten, Rabu, 12 Juli 2023. Acara itu turut dihadiri oleh Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Dewan Penasehat METI Hilmi Panigoro, Direktur Utama PT PLN Persero Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PT Pertamina Persero yang diwakili oleh Direktur Logistik & Infrastruktur PT Pertamina Persero Alfian Nasution, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Wiluyo Kusdwiharto, serta Ketua Steering Committee Indonesia EBTKE Conex 2023 Eka Satria.
Arifin menambahkan, saat ini inisiatif nasional dan global untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan sudah diimplementasikan untuk membantu Indonesia beralih ke energi bersih. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,89 % pada tahun 2030 melalui upaya sendiri atau 43,2 % dengan dukungan internasional. Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai net zero emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Baca juga: METI: Perlu Langkah Kongkret untuk Mengurangi Ketergantungan pada Energi Fosil
Sebagai langkah konkrit pemenuhan komitmen tersebut, pada Februari 2023, Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dibentuk di bawah Kementerian ESDM dengan dukungan dari Kemenko Marves untuk mendefinisikan program-program akselerasi transisi energi.
“Kementerian ESDM juga berkomitmen untuk memajukan ekonomi energi baru melalui peraturan. Contohnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 yang merubah BPP based pricing ke ceiling price-based pricing yang memberikan ruang kesempatan untuk pengembang untuk menetapkan tarif sesuai dengan target bisnis,” katanya.
Indonesia, lanjut Arifin, juga berkomitmen untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara baru dan menetapkan pathways untuk mencapai target emisi sektor energi pada tahun 2030 dalam skenario karbon rendah dari long-term strategy for low carbon and climate resilience 2050 (LTS-LCCR). Inovasi dan membangun sumber energi alternatif melalui proyek-proyek baru sambil berinvestasi dalam pengembangan teknologi baru menjadi langkah strategis mencapai target Indonesia dalam proyek transisi energi.
“Setiap orang di ruangan ini memainkan peranan penting dalam membentuk perjalanan bangsa. Hanya dengan bersama-sama kita akan mencapai tujuan tersebut, bukan hanya untuk meng dekarbonisasi negara kita dan memenuhi janji-janji kita, tetapi juga untuk menciptakan pertumbuhan baru dalam ekonomi energi baru,” ujarnya.
Akselerasi Transisi Energi
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto menyampaikan, dalam mengakselerasi transisi energi di Indonesia dibutuhkan usaha berkoordinasi antara seluruh pemangku kepentingan, baik dari unsur pemerintah, swasta, BUMN, akademisi, maupun organisasi masyarakat sipil.
Pemerintah, tegas Wiluyo, memiliki peranan penting dalam mendorong implementasi dan penegakan kebijakan penting yang dapat membantu mempercepat transisi energi. Selain itu, pembiayaan publik dan swasta harus segera dimobilisasi untuk diterapkan secara besar-besaran guna mengakselerasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“METI menyediakan wadah untuk bertukar pikiran tentang isu-isu strategis yang akhirnya diharapkan dapat berkontribusi menyediakan solusi, advokasi, dan edukasi dalam rangka mengakselerasi pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” ucapnya.
Mengikuti Jejak Tren Energi Terbarukan: Perubahan Menuju Solusi Energi Bersih dan Berkelanjutan Selain upacara pembukaan, hari pertama The 11th Indonesia EBTKE ConEx 2023 juga diisi dengan penandatanganan sejumlah Nota Kesepahaman (MoU) untuk proyek di bidang transisi energi, carbon removal & avoidance, kendaraan listrik, serta proyek pengembangan energi terbarukan.
Baca juga: Aksi Selamatkan Bumi dari Bencana Perubahan Iklim, Bank Bisa apa?
Selain penandatanganan MoU, juga terdapat sejumlah konferensi dengan topik umum mengenai transisi energi di kancah global dan di Indonesia. Beberapa topik yang dibicarakan dalam konferensi adalah bagaimana tren pengembangan energi terbarukan di tingkat global, termasuk berbagai peluang dalam proyek energi terbarukan, maupun minat generasi muda terhadap isu ini.
Sejumlah pembicara dalam konferensi tersebut adalah Presiden Direktur Medco Energi, CEO Pertamina Power Indonesia Dannif Danusaputro, Wakil Ketua KADIN Shinta Kamdani, Presiden Direktur Indonesia Infrastructure Finance Reynaldi Hermansjah, Direktur Manajemen Proyekdan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto, CEO Medco Power Indonesia Eka Satria, serta CEO PT Adaro Power Dharma Djojonegoro.
Ketua Steering Committee Indonesia EBTKE ConEx 2023, Eka Satria, menjelaskan, pihaknya memiliki lebih dari 90 pembicara terkemuka untuk lebih dari 15 sesi dan topik transisi energi yang berbeda selama tiga hari penyelenggaraan kegiatan.
Dalam konferensi tersebut, pembahasan mengenai transisi energi di Indonesia akan dikupas secara komprehensif oleh sejumlah pakar di bidangnya. Selain itu, seluruh masukan dan pendapat akan dirangkum dalam bentuk laporan dan kesimpulan aksi bagi masing-masing pemangku kepentingan.
“Saya percaya kita semua hadir di sini dengan tujuan dan semangat yang sama, yaitu menerjemahkan komitmen yang dibuat oleh pemerintah menjadi tindakan nyata. Saya mengundang semua peserta yang bergabung dalam konferensi ini untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi hari ini dan dua hari berikutnya,” tuturnya.