Gerakan Boikot Masif, Penjualan Brand Lokal di eCommerce Kalahkan Brand Global

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Gerakan boikot masif telah membuka peluang bagi brand lokal untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Sebaliknya, untuk brand global hal ini menjadi tantangan untuk mempertahankan performa positif bisnisnya.

Marketing.co.id – Berita Marketing | Akhir Mei Lalu, kampanye viral “All Eyes on Rafah” memicu gelombang boikot masif terhadap produk-produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Gerakan ini memberikan dampak signifikan terhadap pasar Fast-Moving Consumer Goods (FMCG), khususnya di eCommerce.

Berdasarkan riset Compas.co.id pada semester I 2024, boikot ini telah mengubah peta persaingan antara merek global dan lokal di Indonesia, terutama pada kategori perawatan dan kecantikan. Riset ini menganalisis 150 brand berdasarkan nilai penjualan di platform Shopee, Tokopedia, dan Blibli selama periode Januari 2022 hingga Juni 2024. Sampel ini mewakili lebih dari 60% total omset kategori perawatan dan kecantikan.

Co-founder & CEO Compas.co.id Hanindia Narendrata mengatakan bahwa gerakan boikot yang bermula pada Oktober 2023, telah memberikan dorongan signifikan bagi pertumbuhan brand lokal di kategori perawatan & kecantikan. Data Compas.co.id menunjukkan, 6 dari 10 brand dengan nilai penjualan tertinggi di eCommerce pada semester pertama 2024 adalah brand lokal. Hal ini menandai adanya pergeseran dibandingkan tahun sebelumnya, di mana brand global dan lokal sama-sama menduduki lima besar.

Narendrata melanjutkan, pada semester I 2024, nilai penjualan brand lokal yang berada di jajaran top 150 juga berhasil melampaui brand global, dengan mencapai Rp5,01 triliun atau terpaut sekitar Rp400 miliar dari brand global yang berada di angka Rp4,62 triliun.

Menurutnya, ini bukan kali pertama nilai penjualan brand lokal lebih tinggi dari global. Sebab pada pada 2022, nilai penjualan brand lokal juga lebih tinggi dibandingkan global. Pada semester I, nilai penjualan brand lokal mencapai Rp3,38 triliun dan global Rp2,55 triliun. Hal serupa juga terjadi pada semester II, dimana nilai penjualan brand lokal mencapai Rp3,6 triliun sementara brand global Rp3,2 triliun.

Peningkatan nilai penjualan brand lokal ini bukan tanpa sebab, melainkan dampak dari serangkaian aktivitas yang terjadi di pasar offline, yang memengaruhi pasar online. Gerakan boikot merupakan aktivitas yang cukup memberikan dampak pada peta persaingan pasar lokal dan global.

Pasalnya, kampanye yang bermula pada Oktober 2023 lalu ini menekan penjualan brand global di pasar offline yang berimbas ke online. Mulai dari himbauan sampai larangan penggunaan brand yang disinyalir terafiliasi dengan Israel. Berdasarkan kejadian ini, menurut penelitian Compas.co.id ada indikasi konsumen beralih dari menggunakan brand global ke lokal.

Gerakan boikot masif membuka peluang brand lokal untuk bersaing dengan brand global, menjadi tantangan untuk pertahankan performa bisnisnyaBerdasarkan data live dashboard Compas.co.id pada periode 19 Mei – 15 Juni 2024 di Shopee dan Tokopedia, brand global dari sub kategori pelembab mengalami penurunan yang signifikan. Dalam jangka waktu 2 minggu pasca kampanye ‘All Eyes on Rafah’ dan kembali maraknya gerakan boikot, nilai penjualan brand global turun hingga Rp95 juta, sedangkan pada periode yang sama brand lokal mengalami peningkatan hingga Rp456 juta.

Pada sektor FMCG, boikot juga terjadi pada kategori makanan & minuman serta ibu & bayi. Jika dibandingkan ketiga kategori lainnya, kesehatan menjadi kategori yang paling sedikit terpengaruh dari boikot.

“Saat ini konsumen di Indonesia semakin teliti dalam memilih produk yang sesuai dengan nilai-nilai yang sejalan dengan mereka. Gerakan ini telah membuka peluang bagi brand lokal untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Sebaliknya, untuk brand global hal ini menjadi tantangan untuk mempertahankan performa positif layaknya di 2023 lalu,” pungkas Narendrata.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here