Saat ini kehidupan digital telah meresap ke dalam setiap lini kehidupan manusia modern. Segala aktivitas mereka selalu bersentuhan dengan internet.
Perkembangan teknologi ini membawa perubahan pada gaya hidup terutama bagi anak muda yang lahir pada tahun 1990an sampai 2000an.
Mereka lahir dan tumbuh dengan nyaman dalam lingkungan serba digital. Melalui internet, berbagai aktivitas dalam kehidupan mereka menjadi lebih mudah. Mereka inilah yang disebut sebagai generasi milenial atau generasi digital native.
Mereka menemukan caranya sendiri untuk terhubung dan terkoneksi dengan orang lain lewat sosial media, seperti Twitter, Facebook, Path dan sebagainya.
Tidak ada lagi jarak, dan semua saling terkoneksi. Mereka merubah tatanan nilai dan gaya hidup selama ini menjadi serba digital.
Generasi milenial juga menjadi yang terbesar di Indonesia pada tahun 2020. Menurut Yoris Sebastian dari OMG Consulting, pada 2020, jumlah usia produktif melonjak hingga 50-60%. Kini jumlah usia produktif 15-35 tahun sudah mencapai 40%.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia sejak merdeka, satu generasi muda sangat memengaruhi perkembangan ekonomi. Mereka menentukan mau dibawa ke mana arah perekonomian kita pada lima tahun mendatang. Untuk itu kita harus benar-benar mendalami karakter dan gaya hidup mereka, agar tidak menjadi malapetaka bagi kita,” kata Yoris.
Hal ini juga diperkuat oleh yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) lewat data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 – 2015, jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Dimana jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 128,30 juta jiwa.
Sementara lewat survei kumpulan data obrolan di Twitter yang dilakukan Provetic selama dua bulan mulai 1 Desember sampai 31 Januari 2016, menghasilkan rentang usia 20 – 24 tahun menjadi usia user terbesar (45%) dari total responden sebanyak 4670 akun.
Dari survei ini terlihat karakter unik lainnya tentang skala prioritas dari keinginan mereka. Selain memasukkan ‘memiliki rumah’ dan ‘bisnis’ di Top Wish List; perilaku konsumtif untuk belanja, traveling, membeli tiket konser dan film juga menjadi prioritas utama mereka.
Dengan adaptasi teknologi, ide kreatif dan orisinil untuk mengakomodir semua aktivitas mereka jadi lebih mudah, muncul berbagai inovasi gaya hidup digital yang revolusioner.
Adaptasi digital yang tinggi ini telah membawa perubahan gaya hidup digital dalam melaksanakan rutinitas sehari-hari, dari cara berkomunikasi, interaksi melalui jejaring sosial, transaksi pembayaran hingga belanja kebutuhan sehari-hari.
Dari sini tercipta ekosistem digital yang membentuk masyarakat milenial di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah munculnya sejumlah startup di Indonesia.
Nadiem Makarim, yang juga merupakan bagian dari generasi Langgas, sebuah termin yang digagas oleh OMG Consulting untuk menjelaskan generasi yang sangat bebas ini, membangun start-up ojek daring yang menjadi sebuah solusi ditengah macetnya ibukota Jakarta.
Tidak hanya itu, Gojek yang juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan para supir ojek, telah menciptakan tren baru di Indonesia yang mana para millennials berlomba-lomba menciptakan karya yang berdampak bagi masyarakat luas.
Ditambah kehadiran sejumlah market place seperti Tokopedia.com, Bukalapak.com, dan sebagainya. Hal ini juga menciptakan milenial berjiwa entrepreneur yang sukses dan mendukung pertumbuhan nilai bisnis eCommerce di Indonesia.
William Tanuwijaja, punggawa Tokopedia, menggerakkan perubahan di e-commerce. Dimulai dengan mendapatkan investasi sebesar 100 juta dollar dari Softbank dan Sequoia, perusahaan investasi yang telah mendukung Apple, Google, Whatsapp, dll, William memimpin pasukan millennials di Tokopedia untuk terus menciptakan nilai tambah bagi para seller dan pelanggan Tokopedia.
“Dengan perkembangan teknologi digital yang semakin canggih, maka milenial ikut membangun ekonomi lewat dunia digital. Tumbuhnya ekosistem digital ikut membangun kekuatan ekonomi baru, ujar Iwan Setyawan, CEO Provetic.
Yes Boss, sebuah digital apps yang dapat membantu seluruh kebutuhan kita, berhasil membuat Ahmad Rizqi Meydiarso melepaskan kehidupan yang nyaman di Jerman bekerja di Airbus. Ahmad Rizqi memutuskan untuk pulang ke tanah air agar dapat turut membangun kekuatan ekonomi Indonesia.
Tidak hanya di perekonomian. Banyak perubahan yang dibawa oleh millennials menggunakan platform digital.
Kitabisa.com yang digagas Alfatih Timur bersama Vikra Ijas membawa perubahan di ranah sosial. Peristiwa pembakaran Masjid Tolikara pada saat shalat berjamaah Idul Fitri 2015 banyak menimbulkan keprihatinan di berbagai lapisan masyarakat.
Berkat platform crowdfunding untuk sosial Kitabisa.com ini, Pandji Pragiwaksono berhasil mengumpulkan dana untuk membangun kembali Masjid tersebut sebanyak 300 juta rupiah hanya dalam waktu 3 hari.
Kehadiran startup mengikuti perubahan gaya hidup generasi milenial. Pertumbuhan milenial membuat populasi mereka menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru. Ke depannya, merekalah penggerak roda perekonomian Indonesia.
Pemerintah, melalui Badan Ekonomi Kreatif juga telah mendukung langkah kaum milenial lewat peta jalan e-commerce. Penetapan ini menjadi program nasional yang diluncurkan akhir Januari 2016.
Menurut data Departemen Perdagangan RI, pada tahun 2016, nilai bisnis eCommerce di Indonesia diperkirakan bisa mencapai Rp 120 triliun, dan bisa mencapai Rp 140 triliun dan dalam tiga tahun ke depan.
Dengan penguasaan teknologi digital, ide orisinal dan kreativitas, kebebasan berekspresi yang mereka miliki, dan dukungan stakeholders, nantinya akan membentuk masyarakat Indonesia yang lebih maju di level Asia. (***)