Marketing.co.id – Di tengah krisis ekonomi yang sedang melanda secara global, Indonesia menjadi salah satu negara yang disasar oleh perusahaan-perusahaan raksasa teknologi seperti Samsung, BlackBerry, HTC, dan lain-lain untuk memasarkan produk smartphone terbaru mereka. Smartphone yang dipasarkan di Indonesia membidik semua kalangan, dimulai dari low-end sampai dengan segmen high-end.
Bahkan saat ini mulai banyak terlihat merek-merek lokal yang menawarkan smartphone buatan perusahaan Indonesia yang ditawarkan dengan harga terjangkau, dengan kualitas dan spesifikasi yang tidak kalah bersaing dengan smartphone dari luar negeri.
Diperkirakan jumlah pengguna smartphone di Indonesia pada tahun 2012 sudah mencapai sekitar 45 juta, dengan tingkat penetrasi sebesar 18% terhadap populasi Indonesia.
Pesatnya penggunaan smartphone juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan jumlah pelanggan internet di Indonesia. Terlebih dengan meningkatnya persaingan layanan data yang ditawarkan oleh perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia, seperti operator seluler dan penyedia jasa internet (internet service provider).
Diperkirakan jumlah pelanggan internet akan menyentuh angka 35 juta pada akhir tahun 2013, dengan mayoritas pelanggan menggunakan layanan mobile internet.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Spire, rata-rata pengguna internet di Indonesia berasal dari kelompok usia 21–25 tahun, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan.
Segmen youth sendiri adalah segmen yang banyak disasar oleh pelaku bisnis di Indonesia, terutama seperti terlihat dari kampanye pemasaran yang dilakukan operator-operator seluler di Indonesia. Perilaku muda-mudi yang ingin selalu up-to-date di situs jejaring sosial dan gemar berkomunikasi dalam kelompok menjadikan kebutuhan akan telekomunikasi sangatlah penting bagi mereka.
Hal ini yang dimanfaatkan oleh para operator yang bersinergi dengan perusahaan teknologi/elektronik untuk menawarkan program dan produk yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka, seperti paket data yang terjangkau dan paket bundling smartphone.
Tingginya tingkat adopsi smartphone di Indonesia juga dipicu oleh bertambahnya porsi jumlah penduduk yang memiliki kemampuan ekonomi kelas menengah (emerging middle class). Pertumbuhan populasi EMC ini didorong oleh tingginya tingkat konsumsi mereka dikarenakan membaiknya kemampuan ekonomi kalangan tersebut.
Tentunya faktor-faktor ini menjadi daya tarik tersendiri untuk para pelaku bisnis, terutama yang bergerak di bidang ritel dan jasa. Akan tetapi, dengan tingginya tingkat mobilitas masyarakat Indonesia saat ini, perusahaan dituntut untuk menjalankan usaha mereka dengan cara yang lebih praktis. Dalam merespons hal tersebut, banyak perusahaan yang mulai beralih dari bisnis konvensional menjadi online, menggunakan e-commerce.
e-Commerce di Indonesia
Secara umum, terdapat lima jenis konsep e-commerce yang beroperasi di Indonesia.
Pada tahun 2010, konsep daily deal service (DDS) yang diperkenalkan oleh Groupon dan LivingSocial menjadi populer di Indonesia. Terdapat lebih dari 30 pemain bersaing memperebutkan kue di pasar yang sedang berkembang.
Meskipun begitu, pada tahun 2012, pemain DDS berskala kecil satu per satu mulai berguguran di tengah sengitnya persaingan perebutan pangsa pasar e-commerce. Saat ini tren e-commerce bergeser ke arah marketplace, dengan bermunculannya pemain-pemain baru seperti Rakuten, Blibli.com, Lazada, Zalora, dan situs-situs sejenis lainnya.
Berdasarkan hasil interview yang telah dilakukan oleh Spire, sebagian besar pelaku industri e-commerce menyatakan bahwa tantangan terbesar dalam industri ini adalah bagaimana mengedukasi masyarakat untuk menggunakan e-commerce.
Transaksi Belanja Online Mulai Meningkat
Nilai belanja dengan metode online di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2012, transaksi yang dilakukan secara online tercatat sebesar US$ 325 juta dengan volume transaksi sekitar 3 juta.
Jika dibandingkan dengan nilai transaksi belanja offline atau konvensional yang mencapai US$ 14,4 miliar, transaksi online masih tertinggal jauh, dengan rasio 1 transaksi online berbanding dengan 45 transaksi offline.
Meski begitu, rasio ini meningkat dari tahun 2011, dimana perbandingannya adalah 1 transaksi online dengan 56 transaksi offline. Ini menunjukkan bahwa pasar e-commerce perlahan tapi pasti mulai bertumbuh.
Sumber: Spire Research & Consulting
Redaksi