Faktor Mendasar Pengalaman Pelanggan

ExperienceBanyak cara yang dilakukan perusahaan untuk membuat para pelanggannya loyal. Namun, pembelian kembali secara berulang hanya akan terjadi jika pelanggan memiliki perasaan positif yang kuat terhadap merek, melibatkan kondisi psikologis yang mengikat pelanggan dengan merek.

Pelanggan yang terlibat secara emosional akan lebih stabil dan siap mengorbankan keuangannya untuk mengonsumsi merek tersebut.

Keterikatan emosional membutuhkan lebih dari sekadar kepuasan. Emosi adalah faktor yang mendasari pengalaman pelanggan. Ketika pelanggan membeli, entah itu membeli secangkir kopi, rumah, mobil, atau liburan semuanya adalah tentang emosi.

Reaksi emosional kita terhadap transaksi layanan merupakan penyebab mendasar yang sering kali menjadi pembeda untuk sebuah keputusan pembelian. Lebih penting lagi, aspek emosi adalah penentu dalam mempertahankan pelanggan dan loyalitas.

Tentu saja, pemikiran-pemikiran yang rasional, pertimbangan pro dan kontra dapat menjadi bagian dari keputusan pembelian para pelanggan. Namun, sisi emosional sudah pasti memengaruhinya. Perasaan, intuisi, reaksi, dan pengalaman interaksi akan memainkan peranan penting dalam keputusan pembelian.

Misalnya, ketika kita berjalan di sebuah pusat perbelanjaan bersama teman. Kita melewati sebuah kedai kopi terkenal, kita mengajaknya berhenti dan mampir untuk sekadar minum kopi. Namun, teman kita segera merespon dengan menyarankan untuk pergi ke kedai kopi yang lain yang jaraknya lebih jauh karena itu adalah kedai favoritnya.

Ia menggiring kita ke kedai kopi favoritnya dengan alasan di sana pelayanannya lebih baik, lebih murah, atau ia memiliki kartu loyalitas. Pernahkah Anda mengalaminya? Itu adalah reaksi emosional.

Lalu, kenapa reaksi emosional itu penting? Tahun 1990-an, kepuasan pelanggan adalah raja. Hal ini didasari oleh sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa perbaikan yang berkesinambungan dalam hal kualitas produk dan layanan akan meningkatkan kepuasan, dan kepuasan akan menjamin pelanggan membeli kembali.

Biasanya, perusahaan-perusahaan yang mengikuti pedoman ini akan terkejut dengan hasilnya. Mereka menemukan fakta bahwa kepuasan tidak menjamin loyalitas pelanggan, namun hanya mendorong keuntungan.

Sedangkan mereka yang tidak melakukan ini menemukan pelanggan mereka beralih ke pesaing dan mengalami penurunan sedikitnya 5%.

Kenapa ini bisa terjadi? Pelanggan yang setia tidak hanya membeli kembali, mereka juga lebih mungkin membeli produk atau layanan lain yang ditawarkan merek tersebut.

Mereka menjadi kepanjangan tangan perusahaan untuk mendatangkan pelanggan baru. Tentunya ini sembian kali lebih murah menjaga pelanggan yang sudah ada ketimbang mendatangkan pelanggan baru.

Nah, bagiamana pendapat Anda, setujukah dengan artikel ini? Beritahu kami dalam kolom komentar.

Editor: Wahid FZ, Sekar Ayu

Berbagai sumber

4 COMMENTS

  1. Setuju pak..
    Khususnya berkenaan kepuasan pelanggan tidak menjamin pelanggan puas. Ya walaupun kalau kita lihat jurnal-juranal penelitia, atau buku-buku marketing masih banyak juga yang berpatokan dengan hasil seperti itu.

    Mengapa pelanggan yang puas tidak menjamin ia loyal terhadap suatu merk. Jawabnya ya, ketika ia mencoba merk lain, yang ternyata sama-sama memuaskan kemungkinan besarnya pelanggan akan berpindah ke pesaing.

    Dan benar menurut saya, kalau faktor emosional yang berkenaan dengan kesannya saat membeli suatu produk itu lebih utama dari sekedar kepuasan. Ketika pelnggan telah memiliki keterikan emosional dengan suatu merk / layanan perusahaan, maka kemungkinan loyalnya akan semakin besar. Dan salah satu imbasnya juga tentunya ia puas dengan pelayanan suatu merk / perusahaan.

    Ini pendapat saya..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.