Evaluasi Inovasi Pasca Pandemi: Kultural atau Struktural? (4)

Marketing.co.id – Di artikel Bagian 3 sudah dibahas rumus struktural dari parameter yang menentukan titik optimum organisasi agar produktif menghasilkan inovasi. Keempat parameter itu adalah E (equity fraction), S (span of control). F (Fitness Ratio), dan G (Growth of Salary). Bagaimana contoh-contoh penerapan formula tersebut di perusahaan ? Tulisan Safi Bahcall di Harvard Business Review edisi Mei 2019 dapat memberikan gambaran.

“Hal lain yang perlu dilakukan perusahaan adalah investasi di pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan, khususnya di bidang-bidang baru.”

Praktek yang harus dilakukan banyak perusahaan untuk mendorong karyawannya berinovasi adalah dengan menghilangkan unsur politis dan KKN dalam promosi karyawan. Praktek Performance Appraisal (PA) sedapat mungkin dilakukan oleh pihak netral, bukan oleh atasan langsung. Lembaga konsultan global McKinsey menggunakan penilaian cross territory, jadi seorang karyawan di kota A atau negara A dinilai kinerja inovatifnya oleh manajer di kota B atau negara B. Penilaian dilakukan dengan menginterview kolega, klien, dan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan si karyawan. Google juga menggunakan pendekatan yang serupa. Google HR Chief Laszlo Block mengatakan bahwa investasi memang akan banyak terkuras untuk melakukan PA seperti ini, namun itu sepadan dengan hasil yang akan diperoleh, dalam hal ini adalah nilai parameter F yang tinggi.

Asnan Furinto, Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

Hal lain yang perlu dilakukan perusahaan adalah investasi di pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan, khususnya di bidang-bidang baru. Karyawan di unit Keuangan bisa diarahkan untuk mengikuti pelatihan tentang blockchain atau bitcoin misalnya. Karyawan teknik atau operasional dikirim untuk pelatihan Artifical Intelligence, Machine Learning dll. Dengan adanya kompetensi baru, karyawan akan lebih fokus pada bagaimana menggunakan kemampuan dan pengetahuan baru tersebut di proyek inovatif. Mereka menjadi tidak berfokus pada lobi-lobi, politik kantor dan sejenisnya demi mendapat promosi.

Agar parameter S meningkat, perusahaan harus melebarkan cakupan supervisi dari para manajernya. Dengan cakupan yang luas, maka kontrol terhadap staf menjadi lebih longgar, karyawan lebih bebas berkreasi. Jika ada masalah timbul, karyawan tidak akan langsung ambil jalan pintas untuk lapor ke manajer, tetapi akan saling diskusi dan mencari solusi di antara mereka (peer-to-peer problem solving) sebelum lapor ke manajernya jika memang tidak bisa diselesaikan di level mereka. Mantan kepala divisi teknik di Google, Bill Coughran, pernah menjadi manajer langsung untuk 180 staf teknik. Ini contoh struktur dengan span supervisi yang sangat luas.

Hal lain yang dapat dilakukan perusahaan adalah mendesain struktur kompensasi dan remunerasi karyawan dengan detail. Umumnya perusahaan membagi bonus berdasarkan kinerja tahunan perusahaan. Jika perusahaan benar-benar ingin mengoptimalkan inovasi, kinerja harus dilihat dalam skala lebih mikro, yaitu di level departmen atau bahkan individual. Insentif atau bonus juga harus dibuat bervariasi, di mana karyawan yang dianggap berprestasi dapat memilih jenis bonus sesuai dengan preferensinya.

Asnan Furinto

Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.