Endorser Atlet sedang Naik Daun

www.marketing.co.id – Belakangan, banyak merek menggunakan atlet sebagai endorser. Konsumen Indonesia kelihatannya semakin bangga terhadap prestasi para atlet tersebut. Apa benar mereka punya daya pikat secara penjualan?

David A. Aaker dalam bukunya “Building Storm” mengatakan bahwa peran tiap-tiap endorser berbeda-beda. Ada yang diperlukan untuk asosiasi merek, citra merek, loyalitas merek, atau sekadar untuk pengenalan merek, dan semuanya tergantung pada situasi. Tidak jarang peran endorser lebih sekadar untuk pengenalan merek. Ada pula yang memanfaatkan momentum ketenaran si endorser semata.

Menurut Pengajar dan Konsultan Brand & Komunikasi Pemasaran M. Gunawan Alif, menggunakan endorser juga dilakukan untuk menciptakan asosiasi antara merek dengan endorser. Selain itu, membuat persepsi di masyarakat bahwa atlet ini bisa sukses karena menggunakan produk itu. Dengan begitu, orang akan terdorong menggunakan dan mengasosiasikan dirinya sama dengan endorser tersebut.

Alif menambahkan bahwa pada dasarnya esensi pemilihan endorser adalah memindahkan karakter si endorser ke merek itu, sehingga menciptakan persepsi seolah-olah pengguna merek itu memiliki persepsi bahwa dia sama dengan endorser. Seperti teori yang disampaikan McCracken bahwa persepsi konsumen tentang endorser akan ditransfer menjadi persepsi konsumen akan produk.

Dalam memilih endorser, Alif menyarankan bahwa para pemilik merek perlu menggunakan pemandu bakat. Fungsinya untuk memberikan proyeksi tentang prestasi sang atlet di masa depan. Setelah itu, para pemilik merek sebisa mungkin tidak memilih endorser saat si atlet itu pada puncak prestasi. Alasannya sederhana, harganya akan menjadi mahal.

Mona Majid, Senior Brand Manager Clear mengatakan bahwa Clear memiliki standar dalam menentukan brand ambassador. Selain memiliki penampilan yang menarik, sosok tersebut haruslah memiliki prestasi di bidang masing-masing. Misal, Irfan Bachdim dipilih berdasarkan prestasinya di dunia olahraga. Apalagi, sepakbola merupakan ajang yang diminati oleh masyarakat dari segala kalangan—tak hanya Indonesia, tapi juga seluruh dunia. Dan tentunya, sepakbola pun masuk ke dalam platform Clear, selain musik.

“Biasanya, kami melakukan survei terlebih dahulu sebelum menentukan brand ambassador. Proses pertama adalah melakukan diskusi di pihak internal dengan beberapa option dan analisis dari tiap-tiap sosok yang diajukan. Selain itu, kami pun melibatkan pihak agensi iklan Clear untuk proses lanjutan. Sedangkan, waktu yang dibutuhkan antara dua sampai enam bulan,” papar dia.

Mona pun menambahkan, Clear juga menilai dari sisi personality—baik sebelumnya maupun visi dia ke depannya. Ini menjadi penting karena menjadi brand ambassador berarti akan merepresentasikan image Clear di mata masyarakat. Jadi, sosok tersebut akan sangat melekat dengan produk atau sebaliknya.

Bila Clear memilih endorser atlet tunggal, Nexian memborong setidaknya empat atlet. Antara lain, M. Akbar Nasution dari cabang renang, Santia Tri Kusuma dari cabang balap sepeda, lalu Suryo Agung dari cabang atletik, dan Yongki Aribowo dari cabang sepakbola. Setiap atlet melambangkan keempat karakter atau spirit Nexian, yakni tangguh, cepat, update (berjiwa muda), dan inspiratif. Sang Juara merupakan iklan korporat Nexian yang pertama.

Menurut Sufala Handri, Head of Public Relations Selular Group, tujuan penayangan iklan ini dalam upaya menaikkan kelas brand Nexian ke level berikutnya, sekaligus mengukuhkan brand Nexian sebagai sang juara lokal yang berhasil menembus persaingan dengan brand-brand global.

Saat menyeleksi atlet untuk ambassador iklan Sang Juara, Nexian bekerja sama dengan salah satu agensi iklan bernama OWL (Orange Water Land). Fokus yang ingin ditonjolkan pada iklan Sang Juara waktu itu ialah image “Next Generation” dari Nexian. “Karena itu, kami diharuskan mencari atlet-atlet yang berjiwa muda serta bisa mewakili setiap segmentasi produk Nexian. Dan itu cukup sulit,” ungkap Sufala.

Sedikit berbeda dengan Nexian yang menginginkan adanya perubahan image pada mereknya, So Nice menggunakan endorser dengan tujuan mendapatkan quick attention dari konsumen. “Para atlet ini pada dasarnya sangat terkenal dan berprestasi, apalagi dari cabang olahraga sepakbola, terutama pada saat Piala AFF booming. Mereka yang tampil dengan sangat baik langsung kami pilih untuk membintangi iklan So Nice,” kata Denny Gumulya, Vice President & Head of Marketing PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk.

Iklan So Nice juga memiliki dua aspek penting yang disampaikan kepada khalayak. Pertama adalah aspek emotional benefit dengan menggunakan tokoh atau figur yang mampu memengaruhi target audience So Nice, yaitu anak-anak usia 6–15 tahun. Sosok yang mudah dikenali (quick attention), yaitu para atlet berprestasi, diyakini Denny lebih mampu menciptakan atensi yang lebih tinggi sehingga iklannya menjadi dikenali dan diingat. Selain itu, para atlet ini—terutama “El Loco” sudah menjadi ikon dan panutan anak-anak sebagai seorang atlet dengan prestasi cemerlang.

Aspek kedua adalah functional benefit, yaitu komposisi dan keunggulan-keunggulan produk So Nice yang dipaparkan dalam iklan. “Secara garis besar, para atlet memiliki kebutuhan yang besar akan konsumsi daging. Seperti misalnya atlet dari cabang olahraga catur yang sangat membutuhkan asam amino esensial yang diperoleh dari protein hewani (daging). Kedekatan ini pula yang menjadikan kami concern dengan para atlet,” terang Denny.

Ia menambahkan bahwa peningkatan awareness mereknya sudah mencapai 100%. Ia mengklaim bahwa hampir setiap orang sudah tahu iklan dan jingle So Nice. “Growth produk ini juga pesat, bahkan sampai gila-gilaan. Pabrik kami yang sebelumnya hanya ada satu kini sudah bertambah menjadi empat. Setiap bulan kami juga mengalami penambahan karyawan sebanyak 4–10 orang,” ujarnya.

Memang, dampak penggunaan atlet yang sedang terkenal bisa bagus pada merek. Namun, Alif tetap mengingatkan bahwa para pemilik merek harus tetap waspada terhadap perkembangan si atlet itu sendiri, baik secara prestasi di dunia olahraga atau di sisi lain kehidupannya. Sehingga, ia menyarankan bila para pemilik merek memang serius untuk menggunakan endorser atlet untuk jangka panjang perlu menggunakan tim penasihat yang terdiri dari pemandu bakat, psikolog, dan ahli yang sesuai lainnya.

Selanjutnya, pemilik merek harus tahu kapan berhenti memakai endorser. Bila si atlet sudah tidak bersinar lagi, sebaiknya segera dihentikan saja. Bahkan, bila terjadi skandal sebaiknya segera distop saja. Tapi, kalau skandalnya di luar urusan olahraga, dalam artian prestasi jalan terus, bisa dipertimbangkan untuk tetap digunakan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa prediksi itu juga merupakan gambling. Karena naik-turun prestasi seorang atlet tidak bisa dipastikan seperti rumus matematika. (Ign. Eko Adiwaluyo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.