Empowerment: Haruskah Diberikan?

www.marketing.co.id – Banyak perusahaan berbicara soal pentingnya kepuasan pelanggan tapi lupa memberikan kewenangan yang besar kepada pelanggan. Mengapa?

Pada saat menghadapi customer service, terkadang kita tidak mendapatkan jawaban atau hasil yang memuaskan dari frontliner karena dia tidak mampu menyelesaikan masalah kita. Sebagian besar hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki otoritas yang cukup untuk mengambil keputusan.

Customer service sering dituntut untuk memberikan pelayanan yang excellence, namun seringkali lingkungan kerja tidak kondusif untuk memberikan wewenang kepada frontliners. Seperti dikatakan oleh John Tschohl, presiden Service Quality Institute, employee empowerment adalah elemen paling sulit untuk diterapkan dalam pelayanan. Secara definisi, Tschohl menunjukkan bahwa empowerment adalah situasi dimana karyawan dapat melakukan apapun yang dapat dia lakukan saat itu (on the spot) untuk menciptakan kepuasan pelanggan – bukan kepuasan perusahaan.

Masalahnya, perusahaan terkadang terlalu mengekang karyawan mereka untuk melakukan banyak hal. Akibatnya mereka kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Tentu saja, empowerment bukan berarti member ruang bagi karyawan untuk mengganti policy yang ada. Namun membuat karyawan bisa mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah pelanggan.

Tschol sendiri mengatakan bahwa di banyak perusahaan ada beberapa ketakutan yang membuat perusahaan sulit memberikan empowerment yang besar kepada karyawan mereka. Pertama, ketidakpercayaan kepada pelanggan. Banyak eksekutif perusahaan berpikir bahwa pelanggan sering mencari-cari celah untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kalau tidak dilindungi dengan aturan dan policy yang ketat maka perusahaan akan merugi. Itulah sebabnya mereka tidak mau memberikan wewenang terlalu banyak kepada frontliner.

Kedua, ketidakpercayaan kepada frontliner. Banyak perusahaan yang tidak percaya kepada frontliner. Mereka menganggap bahwa si karyawan akan cenderung mengambil keputusan yang membela pelanggan sehingga si pelanggan akan banyak mengambil keuntungan dari si frontliner.

Ketiga, adanya empowerment akan menghilangkan peran dari middle managers. Kebanyakan middle managers memegang peran yang seharusnya dimiliki oleh frontliner. Perusahaan takut bahwa kontrol mereka menjadi lemah, atau bahkan keberadaan middle management tersebut semakin tidak dibutuhkan. Padahal sebenarnya dengan memberikan empowerment kepada bawahan membuat waktu yang mereka miliki bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah lain.

Keempat, si karyawan sendiri yang takut menerima banyak kewenangan. Hal ini karena setiap keputusan akan memiliki risiko. Oleh karenanya si karyawan memilih untuk menanggung risiko terlalu besar. Mereka takut dipecat jika malakukan kesalahan. Oleh karenanya mereka memilih untuk tidak menanggung terlalu banyak kewenangan.

Frontliner memang harus punya otoritas untuk bisa merespon segala masalah dari pelanggan dengan cepat dan sopan. Sebaliknya perusahaan juga harus bisa mendorong si frontliner untuk mengambil langkah yang tepat untuk pelanggan.

Apa sebenarnya benefit dari empowerment? Berdasarkan sebuah penelitian, seseorang sebenarnya cenderung akan memiliki tanggung jawab apabila mereka dipercaya. Kekurangan empowerment akan membuat para frontliner menjadi kurang percaya diri dan ragu-ragu mengambil keputusan.

Selain itu, empowerment juga menumbuhkan kompetensi bagi karyawan. Penggunaan wewenang akan membantu karyawan semakin pintar dalam menghadapi pelanggan. Kualitas karyawan juga akan semakin meningkat. Setiap karyawan, bahkan seorang direktur pun bisa membuat kesalahan. Oleh karenanya jangan berpikir jangka pendek dengan menarik karyawan yang baru saja melakukan kesalahan. Perusahaan harus melihat jangka panjang dengan memberikan pelatihan yang benar.

Yang terpenting adalah memberikan batasan yang jelas namun nyaman bagi si frontliner untuk bertindak. Selain itu, pada saat memberikan empowerment, perlu diberikan pelatihan dan skrip yang jelas. Jadi empowerment bukan hanya diberikan dalam bentuk surat, namun juga perlu diberikan pelatihan agar semakin mengerti. (Jhon Tschol/SE)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.