Marketing.co.id – Di tengah derasnya arus informasi yang menjejali isi kepala konsumen, para marketer dituntut lebih jeli melihat situasi sebelum melakukan promosi. Setidaknya ada enam tantangan bagi marketer dalam melakukan promosi di zaman sekarang, yang kemudian dikenal pula dengan sebutan “6 M”. Apa saja 6 M itu?
Siapa pun yang menjalankan promosi, pasti sering berhadapan dengan situasi yang bisa disebut sebagai situasi clutter. Clutter dapat diibaratkan Anda berteriak di lapangan yang di sekelilingnya banyak orang berteriak pula, akibatnya suara Anda sulit terdengar.
Sama halnya dengan promosi, bila masuk ke fresh market, mungkin tidak sulit. Namun, bagaimana bila pasarnya sudah crowded, situasi clutter akan Anda hadapi.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pengamat marketing dari Frontier Consulting Group, Handi Irawan D., membeberkan enam tantangan dalam melakukan promosi yang harus diatasi sekarang ini, bila ingin memecah clutter.
Pertama, market. Dewasa ini, perilaku konsumen kian majemuk. Perusahaan tidak cukup menyandarkan segmentasi dari satu atau dua kriteria saja, tetapi harus lebih masuk ke dalam, misal ke segi lifestyle, hobi, dan lain-lain. Akibat target market yang kurang jelas, alhasil banyak bujet promosi yang terbuang sia-sia.
Selain kurang spesifik memetakan target market, perusahaan juga sering mengabaikan mission. “Bila objektifnya tidak jelas, bagaimana promosi mau berhasil?” kata Handi.
Baiknya, sadari dulu misi dan hal yang ingin dicapai. Apakah ingin meraih awareness, menggali exposure, sales, dan lain-lain. Dan ini harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa sekaligus.
Persoalan berikutnya, menentukan message. Di era baru seperti sekarang ini, komunikasi sudah berlangsung dua arah. Perusahaan tidak bisa lagi mendikte konsumen, karena zamannya sudah user generate content. Jadi, sebelum membuat message, perusahaan harus mengubah mindset dulu. Kemudian, perhatikan siapa audiensnya. Lihat kultur budaya audiens (konsumen), psikologis, perilaku umum, dan lain-lain. “Intinya jangan menyamaratakan konsumen,” tandas Handi.
Selanjutnya, channel. Pilih channel yang sesuai tipikal konsumen. Dan perlu diingat bahwa promosi yang baik adalah yang mampu melibatkan konsumen. Misal, mengajak mereka untuk mengirimkan SMS lewat program acara TV yang kita sponsori, men-tweet, atau sekadar menulis quote di Facebook.
Masih berhubungan dengan channel, tantangan yang keempat berbicara mengenai media. Saat ini, kehadiran media digital turut memperkaya channel promosi. Contoh, media sosial, selain untuk chatting sering dimanfaatkan pula untuk campaign, bahkan tidak sedikit yang menggunakannya sebagai media customer service.
Permasalahannya, banyak perusahaan yang menggunakan media digital karena “latah”. Mereka tidak memahami bahwa tidak semua konsumen “melek” dengan media ini. Jadi, sebaiknya fokuslah pada target market yang dituju, pelajari perilaku mereka, lalu pilihlah media yang sesuai.
Kelima adalah money. Selama ini, perusahaan sering salah kaprah dalam menganggarkan bujet promosi. Umumnya mereka mengacu pada persentase yang dijatah. Ini merupakan hal yang salah.
Yang benar adalah tentukan dulu objek yang ingin dicapai, dengan cara apa kita menggapainya, barulah bujet dianggarkan. Maka jangan heran bila banyak promosi yang gagal karena bujetnya terlalu ketat.
Hal yang terakhir yang kerap menjadi tantangan terbesar bagi para marketer ialah measurement, atau pengukuran. Di antara marketing mix yang lain, “P” yang paling complicated dalam pengukuran yaitu promosi, lantaran variabel yang harus diuji cukup banyak.
Bila promosi diberlakukan untuk jangka pendek seperti trade promo, mengukurnya mungkin tidak sulit, lihat saja dampaknya terhadap sales. Sementara kalau itu ditujukan untuk jangka panjang, seperti meraih awareness, top of mind, dan lain-lain, tentunya banyak sisi yang harus dipertimbangkan.
Memang kini banyak metode pengukuran yang bisa dipakai, salah satunya Advertising 2.0. “Ini metode yang bagus, tetapi sulit diterima di dunia praktis,” tandas Handi. Karena metode ini mengukur faktor-faktor yang memengaruhi setiap variabel. Dengan begitu membutuhkan data yang lengkap dan memakan waktu yang lama.
Namun sekarang, efektivitas promosi bisa diukur minimal dari media digital. Semisal Anda ingin meraih brand awareness, cara mengukurnya adalah melihat jumlah user yang membicarakan brand Anda di media sosial atau forum online, hingga yang rela menjadi influencer. Dari situ sudah terlihat, apakah upaya promosi Anda berhasil atau tidak.
Menutup pembicaraan soal enam tantangan berpromosi, Handi berujar bahwa pasar semakin dinamis, cara terbaik untuk melakukan promosi adalah menyesuaikan diri dan terbuka terhadap perubahan.
Bila ingin promosi Anda sukses di tengah derasnya arus digitalisasi sekarang, selain media promosi konvensional, media lain seperti media sosial dan media digital lain wajib dilirik.
“Dengan market yang spesifik, ditunjang message yang unik dan media yang interaktif serta pengukuran yang benar, dipastikan upaya promosi Anda tidak akan berjalan sia-sia,” pungkas Handi.