Melalui buku ini Kartika Soeminar ingin membuka wawasan tentang NPD (Narcissistic Personality Disorder) secara menyeluruh, termasuk perilaku sebenarnya para narsistik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
Marketing.co.id – Berita Marketing | Kartika Soeminar, seorang NPD abuse survivor, meluncurkan buku pertamanya berjudul “Broken But Unbroken” di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Sabtu (26/10). Buku ini menceritakan kisah perjalanan panjangnya hidup berdampingan bersama seorang penderita NPD. Melalui buku ini, Kartika Soeminar ingin membuka wawasan tentang NPD secara menyeluruh, termasuk perilaku sebenarnya para narsistik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Buku ini ditulis Kartika sekaligus untuk menjadi corong bagi terbukanya edukasi mengenai pembahasan NPD yang akhir-akhir ini mengemuka di berbagai lini masa. Di ranah teknologi, NPD dikelompokkan sebagai salah satu gangguan patologis atau kejiwaan. Pengidapnya memiliki kepribadian narsistik berlebihan, bersifat superior, haus pujian dan validasi, minim empati serta menganggap dirinya paling benar.
Namun, pengidap NPD sering tak menyadari gangguan psikologis ektrem ini dalam diri mereka. Data epidemiologi pada 2023, menunjukkan bahwa sebagian besar kasus gangguna kepribadian narsistik terjadi pada remaja dan dewasa muda, dengan 75% dialami oleh pria. Gejalanya memburuk seiring bertambahnya usia orang yang terkena dampak.
Karthika Soeminar telah berjuang melawan depresi selama 23 tahun akibat perlakuan abusive dari seorang dengan gejala NPD. Berdasarkan kisah hidupnya, Kartika bekerja sama dengan Komunitas Emak Blogger (KEB) membagikan pengalamannya dalam sebuah kampanye #BrokenButUnbroken sejak April 2024. Tujuan dari kampanye ini adalah meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya memahami dan mengatasi gangguan narsistik. Kampanye ini dilaksanakan di 7 kota besar: Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Denpasar. Memasuki puncak kampanye ini, Kartika Soeminar mengungkapkan seluruh kisah dan perjalanannya dalam buku berjudul ‘Broken But Unbroken’.
“Hidup berdampingan dengan seorang NPD bisa merusak kesehatan mental apabila tidak memiliki support system dan kesadaran yang cukup. Melalui buku ini, saya ingin berbagi edukasi untuk memahami lebih lanjut tentang NPD dan dampaknya bagi kesehatan mental orang di sekitarnya. Semoga buku ini dapat memberi kekuatan dan harapan bagi pembaca yang sedang berjuang untuk pulih,” ujarnya.
Dra Prabowatie Tjondronegoro, psikolog senior yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa pengidap NPD cenderung krisis empati terhadap lingkungan sekitar akibat pola pengasuhan masa kecil yang terlalu sering dipuji. Kekerasan psikologis yang dilakukan pengidap NPD kepada orang di sekitarnya akan meninggalkan jejak luka dan trauma yang cukup serius.
“Para korban ada kecenderungan menyalahkan diri sendiri (self-blaming). Kalau dia bertahan maka resikonya mental hancur. Sementara, jika dia meninggalkan pasangannya yang NPD, korban akan takut dengan komentar orang lain karena khawatir dicap sebagai pasangan yang buruk,” ujarnya.
Lebih lanjut Dra. Prabowatie menjelaskan bahwa NPD merupakan gangguan kepribadian yang pengidapnya sering kali merasa lebih baik drai orang lain. Sehingga, membuat orang-orang di sekitarnya merasa harus memuji dan mengaguminya. “Gejala obsesi kompulsif sangat melekat pada NPD di antaranya manipulatif dan butuh dikagumi. Hal ini karena lingkungan masa kecil tidak mendidiknya bahwa dia bisa saja salah. Bedanya dengan narsisme biasa, NPD cenderung tidak sadar kalau dirinya memiliki ciri-ciri itu,” ungkapnya.
Walaupun bukan penyakit mental menular, pengidap gangguan kepribadian narsistik ini perlu diwaspadai. Kesadaran akan gejala-gejala yang mungkin bisa timbul dari pengidapnya harus kita ketahui. Para korban NPD disarankan segera melakukan observasi dan konseling kepada ahli jika dirinya sudah pada tahap depresi dan tertekan secar psikologis. Umumnya, ahli akan menyarankan pemulihan trauma melalui metode psikoterapi, hypnoterapi, self-healing, hingga family therapy.
Di Indonesia sendiri edukasi mengenai kesehatan mental, utamanya gangguan NPD masih cukup terbatas. Oleh karenanya, dengan diluncurkannya buku ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat lebih komprehensif dalam mengenali gejala NPD, meningkatkan kesadaran mengenai NPD di kalangan kaum perempuan hingga proses melepaskan diri dari orang dengan NPD. Melalui buku ini, Kartika mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari gerakan perubahan menuju generasi masa depan yang lebih berwawasan, kuat, tangguh dan mencintai diri sendiri.