Apa itu Emotional Factor (E-Factor)?

Salah satu iklan yang dianggap lucu oleh para pemirsa televisi di tahun 2001 adalah iklan mobil Peugeot 206. Dalam iklan tersebut, digambarkan seorang eksekutif yang sedang mendapatkan pelayanan dari seorang pembersih sepatu. Ketika mobil Peugeot 206 lewat, eksekutif tadi tertegun melihat penampilan mobil tersebut. Demikian pula sang pembersih sepatu. Karena begitu tertegunnya kedua orang ini melihat penampilan mobil Peugeot 206 yang melintas di depan mereka, selanjutnya diperlihatkan dalam iklan tersebut bagaimana eksekutif tadi secara tidak sadar kemudian gantian yang menjadi tukang pembersih sepatu. Anda sudah pernah melihat iklan ini? Apa pesan yang disampaikan oleh iklan ini?

Sederhana! Iklan ini memberikan pesan bahwa bila Anda mengendarai mobil ini, orang lain akan mengaguminya. Oleh karena itu, Anda akan merasa percaya diri. Keyakinan seperti ini, akan memberikan kepuasan kepada mereka yang menggunakan mobil ini. Ini adalah bentuk kepuasan yang terjadi karena adanya self-expressive value yaitu kepuasan yang timbul karena lingkungan sosial di sekitarnya. Self expressive value ini adalah aspek kedua dari Emotional-Factor (E-Factor). Aspek pertama yaitu estetika sudah kita bahas dalam artikel sebelumnya.

Dalam dunia otomotif, terdapat ungkapan “you are what you drive”. Ungkapan ini timbul karena kenyataan bahwa banyak orang melakukan pemilihan merek mobil berdasarkan pertimbangan bagaimana orang lain akan melihat dia dengan mobil tersebut. Apakah orang lain akan mengatakan bahwa saya telah memilih mobil yang benar ? Apakah orang lain akan mengagumi mobil saya ? Apakah kesuksesan saya tercermin dari mobil yang saya gunakan ? Hal-hal inilah yang akan mempengaruhi kepuasan mereka terhadap mobil yang digunakan. Para produsen mobil tahu benar akan hal ini. Tak mengharankan, banyak iklan mobil sering bertemakan bagaimana para pengendara mobil mendapat self-expressive value. Ini yang akan mempengaruhi kepuasan mereka selain faktor harga dan kualitas.

Mobil-mobil seperti BMW dan Mercedes sebenarnya mempunyai target pasar yang terbatas. Bila mereka mengiklankan produk mereka di televisi, maka sekitar 95% pemirsa bukanlah target pasarnya. Tetapi mereka adalah target audience dan mereka harus tahu dan mempunyai persepsi terhadap mobil tersebut. Mengapa ? Sekali lagi, pertimbangan seseorang untuk membeli mobil adalah berdasarkan keyakinan bahwa orang lain tahu akan mobil ini, dan mempunyai persepsi yang positif. Tanpa keyakinan seperti ini, dorongan untuk memiliki mobil tidaklah besar. Kepuasan mereka akan ditentukan oleh bagaimana persepsi orang lain terhadap mobil yang mereka pakai.

Selain mobil, produk kosmetik adalah produk yang kepuasannya banyak ditentukan oleh keyakinan dan perasaan pengguna terhadap orang lain di sekitarnya. Bila mereka menggunakan kosmetik dan rasa percaya dirinya meningkat, akan besar kemungkinan dia akan merasa puas dengan merek pilihannya. Lihatlah iklan kosmetik. Banyak sekali menunjukkan bagaimana kepuasan dari pemakai yang timbul karena penilaian orang lain di sekitarnya.

Aspek E-factor yang ketiga adalah brand personality. Kalau self-expressive value adalah emosi yang terjadi karena lingkungan sosial, maka brand personality akan memberikan kepuasan kepada konsumen secara internal atau tidak tergantung dari pandangan orang di sekitarnya.

Djie Sam Soe adalah rokok yang mempunyai tingkat kepuasan tinggi dari para perokoknya. Hal ini terlihat ketika pada tahun 2001, Djie Sam Soe adalah merek yang memenangkan ICSA karena skor kepuasannya yang tertinggi. Mereka puas akan kualitas produk ini, tetapi saya yakin, kepuasan ini juga didukung oleh kesesuaian brand personality dari rokok ini dengan karakter personal dari perokoknya.

Rokok ini ditujukan untuk mereka yang memiliki jiwa yang matang dan memiliki kemampuan mengontrol diri. Rokok ini juga berkarakter sederhana, konservatif dan bersahabat. Keseluruhan karakter ini terbangun lewat komunikasinya. Dengan karakter merek yang sangat jelas, Djie Sam Soe mampu menarik para perokok yang juga memiliki karakter yang sama. Kesamaan karakter inilah yang mempengaruhi kepuasan para perokoknya.

Pertama kali rokok L.A. Light diluncurkan, kurang sukses dalam menciptakan kepuasan perokoknya. Saya yakin salah satu sebabnya adalah lemahnya brand personality yang dibangun. Akibatnya, kepuasan yang terjadi karena faktor emosional sulit terbentuk. Berbeda dengan L.A. Light, maka rokok Star Mild relatif lebih sukses. Star Mild mempunyai brand personality yang jelas. Rokok ini ditujukan untuk mereka yang muda. Mereka yang mempunyai karakter “hidup dengan kebebasan” dan yang tidak menyukai norma-norma konservatif. Ini sungguh pas dengan karakter sebagian anak muda.

Merek-merek rokok lainnya seperti Prinsip 123, Marcopolo, Mr Brown, Long Beach adalah merek-merek yang juga relatif kurang sukses walau didukung dengan dana iklan yang besar. Tingkat kepuasan dari para perokoknya relatif tidak tinggi yang sebagian diakibatkan oleh lemahnya brand personality yang terbentuk.

Driver kepuasan pelanggan yang kelima ini, yaitu E-factor relatif unik. Untuk kategori produk yang berhubungan dengan gaya hidup, driver ini cukup penting menentukan kepuasan pelanggan dan tentunya, untuk produk-produk yang sifatnya sangat fungsional seperti sabun deterjen dan minyak goreng, faktor kepentingan dari driver juga relatif kecil. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.