Transformasi menjadi keniscayaan ketika perusahaan menghadapi perubahan tren industri atau persaingan. Menariknya tranformasi lebih mudah dilakukan ketika perusahaan dalam kondisi sulit ketimbang perusahaan dalam kondisi bagus. Demikian disampaikan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, dalam paparannya di Forum BUMN 2016, Jakarta, kemarin (3/11).
Dwi megatakan, ketika Pertamina dihadapkan pada kondisi sulit, justru menjadi faktor pendorong untuk melakukan perubahan di Pertamina. Ketika Dwi ditunjuk Menteri BUMN, Rini Soemarno menjadi Bos Pertamina, November 2014 lalu, Pertamina memang dihadapkan pada sejumlah tantangan.
Saat awal dia masuk Pertamina, harga minyak dunia sedang terjun bebas, dari 110 dolar AS per barel menjadi 40 – 45 dolar AS per barel di tahun 2015. “Awal 2016 turun lagi menjadi 27 dolar AS per barel,” tandas mantan Direktur Utama Semen Indonesia ini.
Di sisi lain, Pertamina juga kewalahan memenuhi permintaan minyak domestik. Konsumsi nasional minyak dalam negeri mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara kapasitas kilang milik Pertamina hanya mencapai 800 ribu barel per hari. Terpaksa sisanya harus ditutupi dari ekspor. Pertamina menurut Dwi mengeluarkan sekitar Rp80 juta dolar AS tiap harinya untuk mengimpor BBM.
Dwi membandingkan kapasitas kilang yang dimiliki Pertamina dengan Singapura. Permintaan BBM dalam negeri Singapura hanya 150 barel per hari, meski begitu kapasitas kilang minyak Singapura mencapai 1,3 juta barel per hari. “Jadi kira-kira kalau kita butuh 800 ribu barel per hari, Singapura malah kelebihan pasokan 800 ribu barel per hari,” tutur pria kelahiran 10 November 1955 ini.
Kemampuan produksi Pertamina sebagai BUMN perminyakan juga jauh di bawah kemampuan produksi BUMN Perminyakan di negara-negara lain. BUMN perminyakan Arab Saudi (Saudi Aramco) menguasi 99% produksi minyah mentah nasional, Tiongkok (China National Petroleum Corp) menguasai 93%, Brazil ((Petrobas) menguasai 85%, dan Aljazair (Sonatrach) menguasai 78%. “Bahkan Petronas Malaysia pegang 85%, sedang Pertamina hanya pegang 24%. Padahal dulu Petronas belajar dari Pertamina,” beber Dwi.
Menghadapi situasi ini tak jalan lain kecuali melalukan koreksi terhadap sepak terjang Pertamina. Transformasi pun menjadi tak terelakan. Transformasi Pertamina untuk mewujudkan kemandirian energi dan ‘Pertamina Baru’.
Menuju Energi Company
Transformasi Pertama dibangun atas tiga pilar. Pertama, melalukan perubahan mindset di Pertamina. “Pertamina adalah energi company, perlu disadari oleh seluruh karyawan Pertamina agar kita bisa menjual energi ke masyarakat yang paling murah,” tegas Dwi.
Kedua, persaingan terbuka. Pertamina menghadapi persaingan terbuka menyusul dihapuskan subsidi oleh pemerintah. Sebelumnya, Pertamina cukup berleha-leha karena menikmati hak eklusif menjual BBM bersubsidi ke masyarakat. Ketiga, semangat satu Pertama, untuk menghilang silo-silo atau ego sektoral di internal Pertamina.
Transformasi Pertamina dijabarkan dalam beberapa pilar, yang mencakup membangun dihulu, efisiensi, membangun industri petrokimia, dan membangun infrastruktur. Efisiensi dilakukan untuk menghapus citra Pertamina perusahaan boros dan sarang mafia.
Efisiensi Pertama sudah memakan korban dengan dibubarkannya Petral. Petral menjadi salah satu sumber tidak efisiennya Pertamina melalui praktik rente impor BBM. Pasca dibubarkannya Petral, Pertamina berhasil menciptakan efisiensi sekitar 608 juta dolar AS tahun lalu. “Tahun ini, sampai dengan September 2016 kita memperoleh efisiensi 1,6 miliar dolar AS,” ungkap Dwi.
Selain menjadi lebih efisien, Pertamina juga berhasil membukukan laba. Tahun 2014 ketika harga minyak mentah dunia masih 100 dolar AS per barel, Pertamina mencetak laba 1,4 miliar dolar AS. Tahun lalu laba Pertamina merangkak lagi menjadi 1,42 miliar dolar AS, dan sampai September 2016 ini laba Pertamina sudah mencapai 2,83 miliar dolar AS.
Tahun depan Pertamina mendapat tantangan baru mewujudkan ‘satu harga’ BBM di seluruh kawasan Indonesia, sehingga tidak lagi terjadi disparitas harga BBM di pulau Jawa dengan luar Jawa seperti Papua. “Pertamina siap mendukung BBM satu harga terwujud pada tahun 2017,” tutur Dwi.
Tony Burhanudin