Meski bermain di ceruk pasar yang sempit, bisnis pesawat carter terus menggeliat. Pangsa pasarnya kalangan berkantong tebal yang menuntut fleksibilitas terbang. Kalangan mana saja yang jadi pangsa pasar mereka dan berapa tarif sekali terbang?
Dalam satu kategori industri kita selalu menemui segmen pasar yang tidak puas atau belum terpenuhi kebutuhannya. Demikian juga yang terjadi di industri penerbangan komersial. Sekelompok konsumen merasa kebutuhan dan keinginan mereka tidak bisa terlayani oleh perusahaan penerbangan komersial reguler (berjadwal).
Kelompok konsumen ini rela membayar harga premium demi mendapatkan jadwal penerbangan dan destinasi yang fleksibel, bebas antrean, dan layanan kabin yang sesuai keinginan (customized). Serangkaian kebutuhan ini hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan yang menawarkan carter pesawat.
Berikut adalah beberapa perusahaan carter pesawat pribadi; Premiair, Javajet Asia, Trigana Air, Menara-Airplanes Charter, Sky Aviation, Enggang Air, BizJet, Indonesia Air Transport, Susi Air, Airfast Indonesia, dan Transwisata Prima Aviation.
Tumbuhnya bisnis pesawat carter diakui oleh Edward Sirait, General Affair Director Lion Air. Menurut Edward, pertumbuhan bisnis pesawat carter secara umum dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, pertumbuhan kelas menengah sebagai imbas dari membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang membutuhkan transportasi udara yang cepat. Ketiga, kebutuhan akan transportasi udara yang cepat menumbuhkan persepsi bisnis transportasi udara akan terus bertumbuh.
Edward menjelaskan, segmen pasar pesawat carter terbagi tiga, yakni segmen pelaku bisnis, segmen pasar yang terkait dengan evakuasi, dan segmen pasar yang memiliki kemampuan untuk bepergian dengan jet pribadi. “Kalau saya lihat datanya rata-rata setahun tumbuh 17%. Kita lihat dari penambahan pesawat pribadi,” tutur Edward yang dijumpai di kantornya beberapa waktu lalu.
Pasar penyewaan jet pribadi memang seksi. Maklum saja, tarif sewanya selangit dan kliennya—biasanya—para jutawan. Mereka umumnya adalah kalangan pengusaha kelas kakap, top eksekutif, hingga selebriti. Karena menyangkut orang-orang penting, operator pesawat carter selalu merahasiakan tarif sewa dan identitas klien.
Sebagai contoh, publik baru tahu belakangan ternyata Valentino Rossi, Pangeran Andrew, dan pasangan selebriti David dan Victoria Beckham pernah menyewa Embraer Legacy 600 milik Javajet Asia ketika pelesir ke wilayah Indonesia. Javajet Asia merupakan salah satu perusahaan operator pesawat carter di Indonesia.
Seksinya bisnis carter pesawat pribadi membuat Lion Air tergoda menggeluti bisnis bertarif premium ini. Lion Air sejak Juni 2012 lalu telah terjun ke bisnis carter pesawat pribadi melalui bendera “BizJet”. BizJet dikendalikan oleh PT Angkasa Super Service, anak usaha Lion Air. Armada Bizjet masih terbatas, hanya 2 pesawat jet kecil tipe Hawker Beechcraft 900XP berkapasitas 8 penumpang.
Edward mengatakan Lion Air serius menggarap segmen carter jet pribadi. Karena itu, lini usaha ini ditangani perusahaan yang berbeda, terpisah dari induknya Lion Air. Keseriusan Lion Air juga dibuktikan dengan keinginan untuk menambah pesawat di masa-masa mendatang.
Dia mengakui, kontribusi pendapatan carter pesawat sebagian besar masih berasal dari sewa pesawat reguler. Hal ini dikarenakan tarif carter pesawat reguler lebih mahal karena ukuran pesawatnya lebih besar. Namun jika dilihat dari frekuensi terbang, carter pesawat pribadi lebih sering. “Kalau frekuensi terbangnya banyak, berarti peminatnya makin banyak terlepas dari nilainya,” jelas Edward.
Saat ini jet pribadi BizJet kebanyakan disewa untuk kepentingan bisnis dan evakuasi—biasanya membawa orang sakit berobat ke luar negeri. Kontribusi terbesar datang dari penyewaan untuk tujuan bisnis. Penyewa BizJet antara lain berasal dari kalangan industri perbankan dan perminyakan.
Sesuai tarifnya, pelayanan yang diberikan selama penerbangan tentu saja premium. Mirip pelayanan bintang 5 di industri perbankan. “Kalau di dalam pesawat standarisasi layanan sudah baku. Tapi, kami bisa memenuhi keinginan penumpang, misalnya dari jenis makanan,” kata Edward. Ia menambahkan, keunggulan lain dari Bizjet, kapan pun klien pesan pilot dan pesawatnya siap terbang.
Edward mengungkapkan, setiap operator penyewaan jet pribadi masing-masing punya pelanggan sendiri. Jadi, persaingan di bisnis ini belum terlalu ketat meski pemainnya cukup banyak. Di sisi lain, penyewaan jet pribadi tergantung pada ketersediaan pesawat di Halim Perdana Kusuma.
“Kadang konsumen tidak punya pilihan, siapa yang ready itu yang jalan. Jadi, kita tidak bisa tahu apakah penumpang kita itu frequent flier (penumpang loyal) kita. Karena yang namanya carter lebih kepada pemesanan jangka pendek, walaupun ada juga yang kontrak,” jelas dia.
Menyinggung soal tarif sekali sewa, nominalnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis pesawat, durasi sewa—misalnya menginap atau tidak, dan harga bahan bakar, karena beda wilayah beda pula harga bahan bakarnya. Semisal tujuan penerbangan ke Sumatera bisa berbeda tarifnya dengan tujuan Sulawesi walaupun lama jam penerbangannya sama. Hal ini disebabkan harga bahan bakar pesawat di wilayah Sumatera dan Sulawesi berbeda.
Kalau kebetulan penumpang terbang ke luar negeri, tarif sewa bisa beda lagi karena perbedaan biaya ground handling pesawat. Tarif ground handling bandara di luar negeri lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Sekali ground handling ongkosnya sekitar US$1 juta─US$5 juta. “Katakanlah Jakarta─Singapura dan Jakarta─Padang sama-sama dua jam. Tujuan ke Singapura lebih mahal karena ground handling di sana lebih mahal,” tuturnya.
Our Sky Our Home
Perusahaan lain yang turut menikmati bisnis pesawat carter adalah PT Transwisata Prima Aviation. Transwisata sudah sejak tahun 2002 bermain di bisnis ini. Rustam Suhanda, Direktur Transwisata, dalam wawancara melalui e-mail mengatakan, Transwisata menawarkan penerbangan yang nyaman, aman, dan fleksibel. Dengan Transwisata, penumpang tidak perlu khawatir soal keterlambatan (delay) keberangkatan pesawat dan antrean saat check in dan pemeriksaan imigrasi.
Transwisata melayani carter jet pribadi dan helikopter. Armada yang dimiliki bervariasi, seperti helikopter berkapasitas 5─15 penumpang dan pesawat berkapasitas 6–40 penumpang. Jenis helikopter yang dimiliki adalah Bell 407, Bell 412EP, dan Superpuma. Sementara untuk pesawat tersedia Casa 212-200, King Air 350im Gulfstream, serta Fokker. Adapun rute yang dilayani domestik dan internasional.
Beragamnya jenis pesawat dan helikopter yang dimiliki dimaksudkan untuk melayani segmen yang lebih luas. “Beberapa pesawat kami dilengkapi dengan sarana komunikasi seperti satphone, WiFi guna memberikan kenyamanan bagi penumpang sehingga dapat tetap terjangkau di mana pun mereka berada, sekalipun sedang di atas ketinggian 45.000 kaki,” kata Rustam.
Klien Transwisata antara lain berasal dari perusahaan pertambangan, perminyakan dan gas, instansi pemerintah, dan penerbangan untuk medivac (medical evacuation). Untuk kepentingan yang terakhir, pihaknya bekerja sama dengan beberapa rumah sakit terkenal dan medical assitant company seperti International SOS dan Global Assistance.
“Kami juga menawarkan jika ada pelanggan yang ingin memiliki pesawat dengan sistem kepemilikan fraksional (fractional ownership), sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan 100% investasi,” kata dia.
Rustam membenarkan persaingan juga terjadi di antara operator carter pesawat, apalagi mereka bermain di ceruk pasar yang sempit. Namun, di samping bersaing mereka juga saling berkolaborasi membangun bisnis penerbangan di Tanah Air. Kolaborasi dibutuhkan untuk menghadapi open sky policies imbas dari era globalisasi. Terkait hal ini, mereka tidak ingin menjadi penonton di negeri sendiri—“Our Sky Our Home”.
Rezeki Pemilu
Frekuensi terbang para petinggi partai politik selama masa kampanye Pemilu beberapa waktu lalu sangat tinggi. Mereka harus mengunjungi berbagai wilayah di Indonesia untuk berkampanye. Hal tersebut menjadi peluang bagi operator carter pesawat pribadi meraih keuntungan. Edward mengakui aktivitas terbang BizJet mengalami peningkatan sekitar 25%─30% selama masa kampanye Pemilu.
Namun, dia menolak menyebutkan partai yang telah menggunakan jasa BizJet, karena katanya bisnis BizJet tidak bersentuhan langsung dengan politik. “Karena kami berhubungan dengan penyewa harus atas nama PT juga, bukan dengan ormas atau partai politik,” tegasnya.
Selama masa kampanye lalu partai politik lebih senang menyewa pesawat carter ketimbang terbang dengan pesawat reguler. Hal ini dikarenakan padatnya jadwal kampanye dan banyaknya wilayah yang harus dikunjungi. Sebagaimana dikutip situs berita Tempo (03/04/2014), partai Golkar seperti dikatakan Erwin Aksa, Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, merogoh kocek Rp2,5 miliar untuk menyewa pesawat. Dana sebanyak itu adalah dana total untuk menyewa pesawat sebulan penuh.
Golkar, kata Erwin, menyewa pesawat Jumbo untuk mengangkut juru kampanye sekitar 40 orang, para jurnalis, artis, petugas medis, dan logistik. Selain itu, Golkar juga menyewa pesawat Fokker 100 dari Transwisata Prima Aviation. Erwin mengklaim dana yang dipakai untuk menyewa pesawat tersebut sudah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tony Burhanudin