Decluttering Home, Belajar Hidup dengan Sedikit Barang

Tren ini cocok diterapkan di apartemen dan rumah minimalis zaman now. Dengan ‘membuang barang’, penghuni justru akan merasa lebih lega dan bahagia.

decluttering

Libur panjang dan weekend merupakan saat yang tepat untuk membenahi isi biasanya lemari dan gudang. Ini pula yang dilakukan Lince, ibu dua anak, saat liburan kemarin. Tapi Lince bingung. Perasaan dia sudah berbenah sepanjang hari, tetapi rumahnya yang mungil masih terasa sesak dengan tumpukan barang setinggi gunung.

“Coba lihat lagi, apa kamu benar-benar beberes atau cuma memindahkan letaknya?” kata seorang teman di media sosial. Sang teman lalu menyarankan agar Lince menerapkan cara berbenah dengan metode decluttering. ”Bisa cari bukunya atau googling di internet.”

Decluttering adalah metode untuk menyingkirkan atau membuang barang yang tidak dibutuhkan dan hanya menyimpan barang yang memang dibutuhkan atau sering digunakan. “Remove unnecessary items from an untidy or overcrowded place”. Bahasa sederhananya: berbenah. Tapi bukan sekadar membereskan barang hingga rapi saja, decluttering lebih ke arah membuang/mengeluarkan barang dari rumah.

Istilah ini dipopulerkan oleh Peter Walsh, pakar declutter dari Amerika, satu dasawarsa silam. Belakangan kembali bergaung dan sering dikaitkan dengan Marie Kondo, konsultan asal Jepang yang memperkenalkan metode KonMari sebagai seni membereskan rumah. Tren tersebut sangat relevan bagi penghuni apartemen dan rumah-rumah minimalis.

Ada beberapa manfaat jika kita menerapkan ’seni beberes’ ini dalam kehidupan kita. Selain hunian menjadi rapi dan nyaman untuk ditempati, perasaan penghuni juga akan menjadi lapang saat memandang ke setiap sudut rumah yang sudah tertata rapi. Decluttering membuat siapa saja yang melakukannya mendapatkan energi positif dan semangat untuk memulai aktivitas.

BISA SATU BAK PICKUP

Budaya konsumtif dituding sebagai pangkal dari terjadinya penumpukan benda di rumah. Benda-benda terus bertambah tanpa digunakan secara rutin sehingga menjadi tumpukan tak berguna yang hanya memenuhi ruangan. Belum lagi adanya budaya “simpan saja siapa tahu nanti butuh” yang diturunkan oleh para orangtua ‘zaman old’.

decluttering
Marie Kondo,”pakar” beberes rumah. (Foto: konmari.com)

Benda-benda yang perlu dikeluarkan itu tidak melulu kecil, ada juga yang besar seperti lemari dan perabotan. Jika dikumpulkan semuanya bisa memenuhi satu bak pickup, kata seorang pelaku decluttering. Namun, kebanyakan orang sering suka bingung untuk memulainya dari mana. Sebagai tahap awal, decluttering dapat dilakukan terhadap barang-barang yang sering dipakai seperti sepatu dan sandal. Cobalah amati rak sepatu di rumah, pasti ada beberapa pasang sepatu/sandal yang sudah jarang sekali digunakan. Benda-benda ini bisa disumbangkan atau dijual kembali.

Botol-botol plastik bekas acap lupa dibuang padahal sudah tidak ada fungsinya lagi. Kumpulkan saja dan serahkan kepada pengumpul barang bekas. Kemudian tumpukan koran, majalah, atau kertas kerja yang sudah tidak lagi terpakai sangat pantas untuk dibereskan. Barang-barang ini sering kali kita abaikan di sudut rumah meski sudah tidak terpakai.

Benda lain yang juga suka disimpan-simpan adalah hadiah. Bagi sebagian orang,‘membuang’ hadiah sama dengan tidak menghargai si pemberi hadiah. Perlu diingat, maksud pemberian tersebut tentunya bukan ingin membebani penerima dengan benda-benda yang tidak membuatnya bahagia.

“Sesungguhnya hadiah itu bukan ‘benda’. Hadiah, melalui bentuk apa pun, merupakan sarana untuk mengungkapkan perasaan seseorang,” kata Marie Kondo dalam buku The Life-changing Magic of Tidying Up.

Banyak teknik yang ditawarkan untuk mengurangi tumpukan barang. Buku Decluttering Rumah (Muhajjah Saratini, 2018) menyebutkan 10 pilihan, antara lain: 4 Kotak; Metode 12-12-12; Metode 333; Ikuti Angka pada Tanggal; dan Metode KonMari. Penghuni tinggal memilih mana teknik yang paling cocok.

Sebagai gambaran, metode 4 kotak menyortir benda dalam kotak-kotak bernama ‘simpan’, ‘pindahkan’, ‘buang dan ‘berikan’. Dalam metode ikuti tanggal, jumlah barang yang dikeluarkan dari rumah mengikuti tanggal. Misalnya hari ini tanggal 4, maka pilih 4 barang yang dibuang. Esoknya, pilih 5 barang dan seterusnya hingga satu bulan penuh.

Intinya, penghuni harus membulatkan tekad melakukan pengurangan barang dan yakin hidupnya tidak akan semakin menderita dengan membuang barang-barang yang sudah lama dia timbun. Sebaliknya, dengan meminimalisasikan benda yang dia miliki, aura rumah akan terasa segar, lega, nyaman dan menenangkan
pikiran. Juga menjadi lebih praktis karena tidak perlu lagi mengobrak-abrik laci atau gudang dalam mencari barang.

Usai decluttering, rumah akan terasa baru dan membawa semangat baru pula bagi penghuninya. Selain itu, penghuni juga bakal merasa senang karena bisa menyumbangkan barang kepada kerabat atau panti asuhan atau mendapat sedikit uang ketika menjualnya di situs barang bekas. Ibu-ibu rumah tangga seperti Lince pun tidak perlu bingung lagi. (Tulisan David Simatupang di Majalah Property-in edisi Juli 2018)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.