Darah Muda di Pabrik Handuk Tangerang

Terry_Palmer_01Marketing.co.id – Apa yang menarik dari handuk selain selembar bahan tebal untuk mengelap badan. Ceritanya menjadi lain jika itu handuk Terry Palmer.

Inilah merek handuk premium yang meraih sukses di mancanegara. Di pasar lokal, merek ini antara lain banyak diserap oleh hotel-hotel berbintang.

PT Indah Jaya adalah perusahaan yang memproduksi handuk yang namanya kebarat-baratan itu. Perusahaan tekstil ini sudah berdiri sejak tahun 1962. Suksesi kepemimpinan di PT Indah Jaya terbilang mulus.

Perusahaan ini sekarang dipimpin oleh anak muda lulusan Marketing and Entrepreneurship salah satu universitas di Amerika. Dialah generasi ketiga yang mengendalikan pabrik seluas 40 hektare di Tangerang dengan karyawan sekitar 5.000 orang.

Berbekal ilmu yang dipelajari di Negeri Paman Sam, ia membawa gairah baru dalam hal marketing  dan menciptakan suasana kerja yang lebih cair. Dia juga  berupaya menjawab “kutukan” dalam bisnis: generasi pertama merintis, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkan.

Sebagai nakhoda bisnis ia masih sangat muda, unyu-unyu kata anak sekarang. Namun, dengan latar belakang pendidikan dan profesionalisme, ia bertekad membawa merek Terry Palmer lebih mengglobal lagi.

Terobosan apa yang dilakukan dan apa saja ambisinya untuk Terry Palmer? Berikut perbincangan Majalah MARKETING dengan President Director PT Indah Jaya Wilson Pesik. Perbincangan berlangsung di butik Terry Palmer di Senayan City, Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Anda masih muda tapi sudah diberi kepercayaan memimpin perusahaan, bagaimana perasaan Anda?

Jauh sebelumnya, ketika masih sekolah saya sudah sering terlibat. Sekitar tahun 2007–2008. Jadi, terhadap merek Terry Palmer ini sudah sangat paham. Sewaktu saya ditugaskan untuk memimpin perusahaan ini sudah sangat nyaman, dan saya sudah sangat memahami brand ini.

Tapi, karena saya bersekolah di luar negeri, saya banyak membawa pengetahuan baru dari luar negeri. Sebelumnya perusahaan dijalankan secara tradisional, sekarang marketingnya mulai berbeda. Sejak dipercaya menangani brand ini saya langsung melakukan terobosan marketing, tanpa keraguan dan trial and error.

Dahulu keterlibatannya sejauh mana?

Melihat proses produksi sudah pasti, juga belajar hal-hal mendasar seperti raw material (bahan baku) dan barang jadi. Dan saya sering diajak pergi untuk eksebisi, pameran Home Textile di Jerman, pameran tekstil terbesar tiap awal tahun, dan Terry Palmer selalu ikut pameran itu.

Saya banyak belajar dari merek-merek handuk kelas dunia yang menjadi kompetitor kami. Saya belajar dari segi desain dan taste. Di situ saya diajarkan mana handuk yang berkualitas dan mana yang jelek oleh ayah saya.

Apa pesan ayah yang paling diingat ketika diserahkan menangani Terry Palmer?

Waktu saya kembali dari Amerika pulang study, ketika pesawat mendarat di Jakarta, beliau mengirim pesan SMS ke saya. Katanya, welcome home, mari kita jalani ini bersama-sama, meraih kesuksesan bersama-sama.

Itu satu hal yang saya ingat sampai hari ini. Ayah saya sangat confidence pada saya. Saya mengerti saya baru kembali dan belum punya pengalaman, tapi dia memberikan saya suatu kepercayaan yang sangat besar.

Ayah tidak melihat saya sebagai anak semata, tapi menjadi partner dia. Padahal pengalaman ayah saya jauh di atas saya, tapi dia bisa mengatakan itu kepada saya. Ini menjadi suatu inspirasi.

Anda merasa terbebani saat itu?

Terbebani sih tidak, karena memang dari awal sudah diberi tahu ketika masih masa study pun. Pasti suatu hari saya harus memimpin perusahaan, jadi secara mental saya sudah persiapkan.

ATerry_Palmer_02pa yang Anda terapkan dari menimba ilmu di AS untuk Terry Palmer?

Dari strategi marketing jauh berbeda dari yang sebelumnya. Sebelumnya marketing begitu-begitu saja, hanya bermain safe. Kalau kita melihat marketing di luar, variasinya sangat banyak, tidak monoton. Jadi, kita kadang orang awam tidak terpikirkan. Saya baru tahun ini menjalani kreativitas di Terry Palmer, di mana saya bisa melakukan out side the box.

Pada event “Miss World 2013” di Bali, kami melakukan berbagai aktivitas branding. Dahulu ketika Terry Palmer masih dikontrol 100% oleh ayah saya, kami belum begitu berani melakukan strategi marketing secara besar-besaran, karena kami merasa bukan seperti produk elektronik atau makanan. Mana ada handuk di dunia yang mau muncul di TVC. Tapi, saya berani mengambil langkah itu.

Anda mensponsori Miss World 2013, apa yang ingin dikejar dari event tersebut?

Sebenarnya, bukan hanya mensponsori. Kalau hanya mensponsori, perusahaan-perusahaan lain juga banyak yang mensponsori, tapi ada aktivitas yang kami lakukan yang berjalan paralel dengan event tersebut.

Saya belum bisa ungkap event apa saja, karena masih terus digodok di internal. Pokoknya nanti akan menjadi surprise. Tujuannya untuk mendapatkan attention dan brand awareness dari konsumen dan memperkuat merek.

Anda masih muda, apakah ini menjadi penghambat, misalnya ketika melakukan deal bisnis mitra bisnis malah underestimate Anda?

Sampai detik ini saya belum menghadapi hambatan di situ, dimana orang menganggap saya masih terlalu muda dan underestimate terhadap saya. Semua berjalan seperti biasa saja. Orang tetap respect pada saya.

Apa target Anda di Terry Palmer?

Memperkenalkan merek Terry Palmer secara global, jadi tidak bermain di pasar lokal saja. Karena yang saya lihat, kualitas handuk Terry Palmer tidak kalah dengan handuk yang ada di Eropa. Bahkan ada sebagian dari lini produk kami yang lebih baik dari mereka. Sehingga saya melihat ada peluang bagi Terry Palmer di pasar global.

Tahun-tahun sebelumnya memang kami sudah mulai masuk ke Singapura, Malaysia, Australia. Tahun ini kami masuk pasar Cina. Kalau selama ini produk-produk handuk Cina yang masuk ke Indonesia, sekarang Terry Palmer yang masuk ke Cina, dan hasilnya cukup baik.

Apa yang membuat Anda optimistis Terry Palmer bisa sukses di pasar global?

Kita melihat dari segi kualitas dan desain sudah standar world class. Kalau bicara lebih teknik, lebih dalam lagi mesin-mesin yang kami pakai, bahan-bahan baku yang kami pakai terbaik yang ada.

Misalnya untuk raw material, kami banyak menggunakan egyptian cottton, kapas Mesir yang terbaik. Jadi, dari segi teknologi kami mampu bersaing dengan perusahaan mana pun di dunia.

Terry Palmer sudah diekspor, sekarang komposisinya berapa untuk pasar lokal dan ekspor?

Sekarang ini kami main di 70:30, sebelumnya 50:50. Nanti saya tingkatkan jadi 80%:20%. Kenapa pasar lokalnya membesar, karena yang 20% itu untuk ekspor tapi untuk merek lain, tidak menggunakan merek Terry Palmer.

Salah satunya untuk Ikea. Nah, dari 80% itu kami break down lagi, 40% untuk pasar lokal dan 40% untuk pasar ekspor dengan merek kami sendiri (Terry Palmer).

Terry_Palmer_03Sekarang ekspor terbesar ke mana?

Masih Asia, karena saya masih fokus di Indonesia dan Asia, terutama Cina, karena merupakan pasar terbesar.

Seberapa besar kapasitas pabrik yang Anda miliki?

Bisa dikatakan kami hampir bisa menjual 1.000 ton per bulan. Kami memproduksi sesuai apa yang kami jual. Produksi kami masih kami maksimalkan hingga 1.300 ton per bulan.

Ada inovasi terbaru di bawah kepemimpinan Anda?

Selama saya menangani saya terus explore, kalau selama ini kita menganggap handuk sebagai kebutuhan sehari-hari, yang coba kami upayakan adalah handuk bisa menjadi sebuah fashion juga lifestyle.

Handuk juga bisa mempercantik kamar mandi, jadi tanpa harus merenovasi kamar mandi terlalu banyak (ganti warna), handuk menjadi sesuatu yang lebih murah untuk mengubah suasana kamar mandi.

Nah, salah satu inovasi handuk kami menggunakan batu kristal swarovski, sehingga handuk terkesan lebih lux. Untuk dipajang di dalam kamar mandi terlihat cantik dan indah. Inovasi penting agar makin sulit ditiru pesaing.

Bagaimana persaingan handuk bermerek?

Di lokal sebenarnya sudah tidak terlalu banyak lagi, hanya ada 1 atau 2 pemain. Di Indonesia sendiri kami menguasai 30% pangsa pasar.

Karyawan penting untuk kesuksesan sebuah perusahaan, bagaimana Anda memotivasi karyawan?

Memberi kesempatan untuk belajar dan membimbing mereka, seperti dulu ayah saya memberi kesempatan kepada saya untuk belajar sampai ke Jerman.

Kesempatan ini pula yang saya berikan kepada karyawan saya. Di kantor saya selalu menciptakan suasana challenging and fun. Dari situ saya melihat working spirit mereka jadi meningkat.

Apakah Anda kadang merasa ada generation gap dengan karyawan atau staf yang jauh lebih tua?

Sebenarnya secara profesional hanya ada mutual respect. Tentu saya juga melihat ada beberapa karyawan yang ketika kakek saya memimpin, mereka sudah bekerja di sini.

Memang ketika saya masih kecil sekali, umur 4 tahun, saya sering diajak main ke kantor oleh Ayah, dan saya lihat ada karyawan yang masih bertahan hingga saat ini.

Saya tetap mau belajar dari mereka karena mereka punya pengalaman. Di sisi lain, saya sebagai anak muda memberi masukan kepada mereka ada sesuatu yang baru di sini. Ini menurut saya sesuatu yang menarik dan helpful.

Ada yang bilang generasi pertama merintis bisnis, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga menghancurkannya. Bagaimana pendapat Anda?

Memang banyak sekali yang terjadi seperti itu, bukan sekadar omongan. Justru ini keinginan saya secara pribadi untuk mengubah mindset tersebut. Saya juga ingin membuktikan generasi ketiga bisa fight.

Menurut saya, fighting spirit harus ada dan sebesar fighting spirit generasi pertama dan kedua. Tapi, saya melihat generasi ketiga dari segi teknologi dan daya pikir berbeda. Ini harus menjadi daya dukung tambahan, bukan malah menjatuhkan bisnis.

Bagaimana Anda menjaga keseimbangan hidup dari dunia bisnis yang makin keras?
Keluarga juga penting bagi saya, seminggu atau dua minggu sekali saya meluangkan waktu untuk mereka. Saya juga meluangkan waktu untuk bergaul dengan teman, karena networking penting untuk pergaulan maupun bisnis. Intinya balance in life harus dijaga.

Fotografer: Lilyanti

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.