Cerita Sukses DwiSapta, Dari Studio Foto Sederhana Hingga Mendunia

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.id – Berita Marketing | Dwi Sapta memiliki sejarah panjang jatuh bangun hingga membuatnya menjadi agensi periklanan nomor satu di Indonesia. Perusahaan yang kini memasuki usia ke-40 awalnya adalah studio foto yang didirikan oleh Adji Watono. Dari satu studio foto, berkembang menjadi sebelas perusahaan dan akhirnya pada tahun 2017 delapan perusahaannya merjer dengan salah satu agensi global, Dentsu yang berkantor pusat di UK.

“Bagi Saya pribadi maknanya sangat mendalam sekali. Dwi Sapta bisa mencapai umur 40 tahun itu luar biasa sekali. Belum ada agensi  yang bisa mencapai ini (umur 40). Mereka berguguran dan mati. Kuncinya kita improvement,” jelas Adji Winoto, Pendiri Dwi Sapta.

Sejarah Dwi Sapta selama empat puluh tahun adalah sejarah from zero to hero. Semangat melayani klien menjadi bahan bakar untuk terus berkarya. Adji mengatakan bahwa awal berdiri adalah masa-masa yang sulit karena ia melakukan banyak peran untuk menjalankan perusahaannya.

“24 jam dalam 365 hari Adji Watono melayani klien sendiri, enggak ada orang agency seperti itu. Dulu itu Adji Watono Director,President Director, CEO, Owner, Founder, kerjanya gila-gilaan,” jelasnya.

Sang pendiri berprinsip bahwa kesuksesan klien adalah kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu, ia bekerja keras memastikan continuous improvement terus terjadi di perusahaannya. Hasil kerja keras memang tidak pernah mengkhianati hasil.

“Jadi kalau kita enggak improve kita akan ditinggal klien, kalau kita improve bukannya ditinggal justru klien-klien lain ikut bergabung yang sekarang menjadi 18 market leader,” katanya.

Think big, dream big, action big

Mewujudkan ambisi perusahaan untuk menjadi agensi periklanan yang diakui, awalnya sungguh tidak mudah, bahkan mungkin terlihat tidak mungkin. Namun, mimpi dan ambisi yang besar dapat diwujudkan oleh perusahaan ini dengan perencanaan yang tepat.

Untuk dapat berkembang dan menarik lebih banyak klien, Adji Winoto saat itu berambisi untuk mendapatkan klien dari brand-brand ternama. Untuk mendapatkan satu brand ikonik saja begitu sulit pada masa itu. Namun, kini sudah 150 brand yang ditangani Dwi Sapta.

“Kita harus mendapatkan brand-brand ikonik yang ada di Indonesia. contohnya Mandiri, 10 tahun saya melakukan pitching sampai akhirnya dapat,” jelas Adji.

“Waktu KAO juga begitu, belum ada dalam sejarahnya KAO dipegang agency Indonesia. Dwi Sapta yang pertama pegang dan akhirnya kita mendapatkan  seluruh medianya KAO. Itu contoh ekstreme. Jadi, harus think big, dream big dan mesti di-plan dengan benar,” jelasnya lagi.

Dengan banyaknya brand ikonik yang ditangani oleh Dwi Sapta, tak heran jika tahun 2017 Dentsu tertarik untuk ‘melamarnya’. Merjer dengan Dentsu membuka peluang lebih besar bagi Dwi Sapta untuk mengembangkan teknologi – terutama digital – dan jangkauan hingga skala internasional.

“Dengan kolaborasi, dengan gotong royong kekuatan kita akan lebih kuat lagi, lebih bagus lagi dibanding dengan  agency yang ada  di Indonesia saat ini. Karena kita punya tools, punya teknologi, kita punya riset skala dunia,” ujar Adji.

Continuous improvement

Dengan evolusi ekosistem media seperti saat ini, Dwi Sapta berupaya untuk meraih peluang yang ada dengan menjadi Omni Channel Agency (OCHA) ke depannya. Salah satu wujud continuous improvement yang kini dilakukan adalah dengan menyediakan layanan digital bagi para kliennya sejak tahun 2012.

Menurut COO Dwi Sapta, Erwin Airlangga, kehadiran digital adalah untuk  memperkuat media konvensional yang sudah ada. Apabila klien yang tadinya berhubungan dengan media konvensional, lalu ingin juga berhubungan dengan media digital, Dwi Sapta dapat memenuhi keinginan tersebut. Oleh karena itu, agensinya perlu melengkapi layanan dengan menguasai pengetahuan dan ilmu seputar kanal digital agar dapat memenuhi kebutuhan para kliennya.

Dwi Sapta memiliki hubungan yang sangat kuat dengan para klien, bahkan menurut Erwin ada klien yang sudah 20 tahun bekerja sama dengan perusahaannya. Karena itulah penting bagi Dwi Sapta untuk menjaga hubungan tersebut dengan layanan yang relevan dengan kebutuhan klien saat ini.

“Kalau mereka harus bergerak ke digital dan Dwi Sapta tidak punya, maka mereka akan mengambil layanan digital di agensi yang berbeda. Itu yang kita hindari, makanya kita mencoba berkembang bersama klien-klien kita, itu strategi yang sebenarnya kita jalankan,” jelas Erwin.

Menurutnya, OCHA tidak hanya cara untuk mempertahankan klien, tetapi juga inovasi yang akan terus dikembangkan ke depan. Dengan OCHA, Dwi Sapta tidak bisa hanya disebut agensi digital ataupun konvensional karena perusahaan ini menangani kedua jenis media tersebut.

Di ulang tahun Dwi Sapta ke-40 ini Adjie Watono berharap bisa mewarisi semangat continuous improvement  kepada para anak muda penerus sehingga perusahaan bisa berkembang di 40 tahun yang akan datang.

“40 tahun pak Adji sudah sukses membangun Dwi Sapta. sekarang giliran yang muda bisa tidak kita mengikuti jejak beliau untuk membawa Dwi Sapta sukses 40 tahun lagi. Ini yang harus menjadi tantangan buat kita sebagai penerus,” pungkas Erwin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here