Catatan Akhir Tahun 2021, IFSoc Sorot Pinjol Ilegal dan Kemunculan Unicorn Baru

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.id – Berita Marketing | Data OJK mencatat bahwa hingga November 2021, terdapat 104 fintech P2P Lending yang telah berizin dan terdaftar di OJK dengan 749.175 entitas lender, 68.414.603 entitas borrower, dan total penyaluran sebesar Rp.249 Triliun. Di samping itu, selama pandemi kolaborasi antara bank dan P2P lending (channelling) masih terus berlanjut. Bank memanfaatkan infrastruktur digital sehingga memudahkan penyaluran permodalan bagi individu dan UMKM.

“Tren peningkatan fintech P2P Lending berizin tentunya sesuai harapan Kita, disamping perlu tetap mengawasi dan menindak pinjol ilegal,” tutur Mirza Adityaswara, Ketua Umum IFSoc, saat pemaparan Catatan Akhir Tahun 2021 IFSoc, di Jakarta (9/12).

IFSoc menilai kehadiran pinjol illegal menjadi disinsentif pada pertumbuhan ekosistem P2P lending. IFSoc mengapresiasi serangkaian langkah-langkah pemerintah dan OJK untuk memberantas pinjol ilegal dan memperkuat tata kelola atas operasi P2P Lending legal. IFSoc menekankan perlunya upaya terintegrasi untuk memberantas pinjaman online ilegal sebagai upaya menjaga kredibilitas P2P Lending.

Unicorn di Indonesia

Anggota Steering Committee IFSoc, Rudiantara menggarisbawahi bertambahnya jumlah perusahaan berstatus unicorn di Indonesia. Kemunculan J&T Express, Online Pajak, Xendit dan Ajaib sebagai unicorn di tahun 2021, menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ke 2 dengan unicorn terbanyak di ASEAN. Di awal Agustus, Bukalapak menjadi perusahaan teknologi pertama yang melantai di bursa saham Asia Tenggara.

“IPO hadir sebagai alternatif diversifikasi dan penggalangan modal bagi perusahaan rintisan Indonesia. Kami menilai bahwa terbitnya POJK terkait multiple voting share (MVS) menegaskan dalamnya pemahaman regulator dalam pengendalian perusahaan teknologi, sekaligus mengakomodir kebutuhan tech unicorn yang mempersiapkan diri untuk melakukan penawaran saham.” tegas Rudiantara.

Unicorn istilah yang disematkan kepada perusahaan rintisan dengan valuasi minimal 1 USD Billion. Mengutip data dari CB Insight 2021, ada 8 Unicorn yang dimiliki Indonesia. Kedelapan Unicorn tersebut adalah Xendit (valuasi 1 USD Billion), Ajaib (valuasi 1 USD Billion), Pajak (valuasi 1,7 USD Billion), OVO (valuasi 2,9 USD Billion), Traveloka (valuasi 3 USD Billion), Bukalapak (valuasi 3,5 USD Billion), J&T Express (valuasi 1,7 USD Billion), dan Goto (valuasi 18) USD Billion).

 IFSoc
Jumpa pers virtual catatan akhir tahun 2021 IFSoc

Meski begitu Rudiantara mengingatkan kita agar jangan terlalu terpukau dengan istilah Unicorn, karena investor mindset nya sudah bergeser, dari market share ke cashflow. “Kecuali founder, investornya suatu saat akan exit, exit melalui IPO atau dijual kepada investor lain,” tuturnya.

Indonesia kata Rudiantara masih berpeluang lagi untuk melahirkan Unicorn baru, terutama dari sektor edutech dan healtech. “Potensi Unicorn datang dari edutech karena potensinya besar, 20% APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan, tinggal tunggu saja. Sektor lain healtech, jika kita merujuk pada UUD negara kita 5% APBN dialokasikan untuk sektor kesehatan,” katanya.

Baca juga: Startup eDutech Leap Raih Pendanaan Seri B Rp245 Miliar

 Neobank

Pada kesempatan tersebut Mirza juga menyoroti kebijakan POJK No.12/2021 tentang Bank Umum dan POJK No.13/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum. Regulasi ini  mempertegas mengenai definisi neobank, sebagai terobosan baru di industri keuangan.

Selain itu, Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang diluncurkan Bank Indonesia, memberikan framework regulasi yang mendukung aktivitas neobank. Melalui standardisasi tersebut, koneksi antara lembaga perbankan dan penyelenggara pembayaran menjadi lebih efisien.

Baca juga: Rudiantara: Digitalisasi Layanan Perbankan adalah Keniscayaan

“Tren akuisisi bank kecil oleh perusahaan teknologi, serta transformasi digital oleh bank konvensional menjadi sinyal perkembangan neobank di masa depan. IFSoc menekankan bahwa keberadaan ekosistem digital yang terintegrasi menjadi kunci keberhasilan neobank. Berkaca pada keberhasilan KakaoBank di Korea Selatan dan MyBank (ANT Group) di Cina, ekosistem yang terintegrasi seperti dengan fintech dan e-commerce menjadi sangat penting,” papar Mirza.

Marketing.co.id: Portal Berita Marketing & Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here