Mobil listrik China membuktikan bahwa inovasi yang cepat, digitalisasi menyeluruh, dan strategi branding adaptif bisa mengalahkan nama besar sekalipun.
Marketing.co.id – Berita Otomotif | Sejak 2019, Tesla mendominasi perbincangan global soal mobil listrik. Tapi tahun ini terjadi hal yang mengejutkan banyak pelaku industri, Tesla harus menyerahkan tahtanya kepada BYD. Produsen asal Tiongkok ini dinobatkan sebagai pemimpin dalam daftar IMD Future Readiness Indicator (FRI) Automotive 2025, dengan skor 100.
Tesla turun ke posisi kedua dengan skor 98,1, diikuti sesama produsen Tiongkok seperti Geely (82) dan Li Auto (56,1). Laporan ini bukan sekadar pergeseran peringkat, tapi menjadi sinyal kuat bahwa lanskap otomotif dunia sedang berubah. Dan, perubahan ini dimotori oleh strategi digital, brand agility, serta pemahaman konsumen yang jauh lebih dalam.
Brand China, Mindset Startup
Dulu, brand China sering dianggap kelas dua. Namun, sekarang mereka jadi disruptor utama. BYD, Geely, Li Auto, dan XPeng menunjukkan bagaimana pendekatan berbasis teknologi dan orientasi software bisa mengubah persepsi sekaligus mendongkrak performa bisnis.
Mereka tak lagi menjual mobil sebagai “mesin”, tapi sebagai platform digital yang hidup dan terus berevolusi. Software update bukan hanya untuk memperbaiki bug, tapi juga untuk menambah fitur, meningkatkan performa, bahkan mindset hardware-centric.
Strategi Cepat dan Fleksibel: Kunci Pemenang Pasar
Dalam pemasaran modern, kecepatan dan fleksibilitas sering kali lebih penting daripada ukuran. Para pemain China ini tidak ragu meniru strategi startup, yakni iterasi cepat, pembaruan terus-menerus, dan adaptasi ekstrem terhadap tren konsumen.
Li Auto misalnya, bisa merilis model baru dalam waktu kurang dari tiga tahun. Sementara produsen Barat rata-rata membutuhkan 5–7 tahun. XPeng, produsen mobil listrik China lainnya rutin menggulirkan pembaruan software tahunan pada lini SUV listriknya, sesuatu yang bahkan Tesla sendiri belum sepenuhnya lakukan secara konsisten di semua lini.
Strategi produksi mereka pun lincah. Saat permintaan EV entry-level melonjak, mereka langsung meningkatkan kapasitas untuk model murah. Tentunya, ini mendahului para pesaingnya yang masih sibuk memikirkan strategi jangka panjang.
Digitalisasi: Bukan Hanya Produk, Tapi Proses
BYD dan rekan-rekannya tidak hanya mengubah produk, mereka merevolusi cara bekerja. Penggunaan teknologi pelacakan digital pada rantai pasok memungkinkan distribusi yang lebih cepat, presisi tinggi, dan transparansi penuh. Di dunia yang semakin on-demand, kecepatan seperti ini bukan keunggulan tambahan melainkan keharusan.
Hal ini berdampak langsung pada pengalaman pelanggan. Konsumen tidak hanya mendapatkan mobil, tapi mendapatkan layanan layaknya ekosistem digital: bisa di-update, diperbaiki dari jarak jauh, dan disesuaikan dengan preferensi mereka.
Tesla dan Pemain Lama: Saatnya Reposisi Brand
Bagi Tesla, ini bukan akhir permainan. Tapi menjadi momen penting untuk redefinisi. Tesla tetap memiliki brand power global yang besar. Namun, kehadiran BYD sebagai pemimpin baru menegaskan bahwa brand positioning Tesla sebagai inovator tunggal kini mulai terkikis.
Sementara itu, brand seperti Volkswagen dan Toyota menghadapi krisis ganda. Mereka mengalami penurunan performa di pasar kunci (China), serta beban transisi dari sistem produksi lama menuju era digital.
Menurut Direktur IMD Center for Future Readiness Howard Yu, industri otomotif tak lagi bicara soal horsepower, tapi tentang software power. Produsen otomotif lawas mesti melakukan strategi baru agar bisa bersaing. Mereka harus bisa mengikuti tren industri otomotif yang kini membuat mobil sebagai “komputer berjalan”.
“Para pemain lawas ini memiliki keuntungan karena brand mereka sudah dikenal dan dipercaya masyarakat di berbagai belahan dunia. Sementara para pemain China dan Tesla saat ini masih terkonsentrasi di beberapa negara tertentu saja,” katanya.
Pergeseran posisi dalam IMD FRI 2025 adalah bukti bahwa masa depan bukan milik siapa yang paling besar, tapi siapa yang paling siap. Dan, mobil listrik China membuktikan bahwa inovasi yang cepat, digitalisasi menyeluruh, dan strategi branding adaptif bisa mengalahkan nama besar sekalipun.