Branding dari Kampung ke Kampung

www.marketing.co.id – Di saat ruang publik semakin crowded dengan berbagai macam bentuk promosi dari para operator, Indosat mencoba alternatif lain yang berhasil mendekatkan diri dengan pelanggan. Seperti apa?

Sudah bukan rahasia lagi bila sejumlah aktivitas CSR yang digelar perusahaan berbalut brand activation pula. Dan, itu tidaklah salah juga. Karena simbiosis mutualisme tetap dibutuhkan oleh perusahaan apa pun. Tren aktivitas CSR saat ini mengarah ke pembentukan komunitas di kampung-kampung atau suatu wilayah.

Inilah yang dilakoni oleh Indosat dengan membangun “Kampung Indosat”. Tujuan utama dari kegiatan ini meretensi pelanggan di lingkungan kampung tersebut, juga meningkatkan awareness tentang produk-produk Indosat termasuk social image perseroan. “Dengan demikian, kami mengharapkan jumlah pengguna Indosat semakin meningkat dan loyal nantinya,” Soejanto Prasetya, Head of Area Sumbagsel (Sumatera bagian Selatan).

Di industri operator seluler ada fenomena yang selalu diwaspadai, yaitu perpindahan pelanggan ke operator lain (churn rate). Biasanya terjadi karena dipicu oleh persaingan tarif yang kian sengit. Program retensi harus lebih digiatkan karena churn rate tentu akan berimbas pada penurunan pendapatan operator.

Menurut Indonesia Development Monitoring Research, churn rate di Indonesia bisa mencapai 26% dalam setahun, sementara yang terjadi di Asean rata-rata hanya 15%. Sebab itu, brand experience, menjadi isu penting bagi setiap operator untuk menekan churn rate-nya.

Indosat meretensi pelanggannya dengan memulai kegiatan Kampung Indosat di Solo, Mei 2010, kemudian berlanjut di Bandar Lampung, pada Kuartal III, tahun 2011. Saat ini, sudah ada dua Kampung Indosat di sana. Pada kuartal I tahun ini, akan bertambah satu lagi di Sales Area Indosat Bandar Lampung, Desa Sidoharjo, Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. Di area lain, masih di Bandar Lampung, ada yang disebut “Kawasan Indosat”. Lokasi ini murni untuk branding dan terletak di daerah Metro. ”Di jalur ini terdapat banyak pedagang buah. Nah, kios-kios mereka kami branding dengan brand Indosat,” ujar dia.

Soal kriteria Kampung Indosat, menurut Soejanto, syaratnya populasi pengguna Indosat di kampung tersebut minimal harus 40% dari total pengguna telepon seluler. Selebihnya, tergantung pada kesediaan masyarakat setempat.

Pada setiap kampung yang terpilih akan ada perjanjian atau kesepakatan—biasanya berlaku 1–3 tahun—yang dievaluasi sebulan sekali. Tantangan yang paling sulit saat ini ialah menjaga kesinambungan kerja sama. Untuk mengatasinya, sebagai contoh, memilih pembina Kampung Indosat dari warga—yang telah didiskusikan dengan tokoh warga dan pemerintahan setempat. Kemudian, aktif mengadakan kegiatan lomba kampung, kompetisi kebersihan, lomba desa, pasar sembako murah, dan lain-lain.

“Setiap aktivitas sedapat mungkin dimuat pada website atau blog komunitas Indosat. Sehingga, kami mengharapkan timbulnya perasaan diapresiasi dari warga kampung, dan ikatan emosional pun dapat terjalin,” tandas Soejanto.

Mengenai bujet yang digelontorkan, Soejanto berujar, soal besarannya ia tidak dapat menyebutkan. Namun pada prinsipnya, pihak Indosat tetap berasaskan low budget high impact dalam penerapan alternative media dan alternative retention.

Hasil respons yang diraih sekarang untuk Kampung Indosat cukup baik. Tentunya, ini didukung pula dengan komunikasi dan pendekatan ke pemerintah daerah serta tokoh masyarakat setempat. Di masa mendatang, melihat perkembangan yang positif dari Kampung Indosat di Bandar Lampung, divisi Indosat area Sumatera Selatan akan mengembangkan di sales area lainnya. “Mengenai penentuan titik masih rahasia. Nanti, kami beritahu kalau sudah diresmikan,” tutup Soejanto. (Andri Darmawan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.