Branding or Not Branding?

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

SunprideKetika komoditi di-branding ternyata bisa menghasilkan omzet Rp500 miliar lebih setahun.

Bukan rahasia lagi lini agrobisnis memiliki prospek yang cerah di Indonesia. Kekayaan alam, letak geografis, serta iklim tropis Tanah Air kita memang jadi keunggulan tersendiri. Namun, pengembangan bisnisnya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak faktor pendukung yang kadang menjadi kendala. Salah satunya adalah kecilnya angka konsumsi sayur dan buah lokal oleh masyarakat.

Untuk kategori buah misalnya. Konsumsi buah penduduk di Indonesia masih sangat rendah. Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB) menyebutkan orang Indonesia hanya makan buah 35,8 kilogram per kapita. Padahal standar konsumsi buah per kapita adalah 75 kilogram per tahun (200 gram per hari). Minimnya angka konsumsi buah disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat buah. Ditambah lagi, makan buah bukan menjadi kebiasaan orang Indonesia.

Masih minimnya angka konsumsi tersebut juga berarti Indonesia menyimpan potensi pasar yang besar. Hanya saja, saat ini pasar buah dalam negeri baru 50% dari potensi yang ada.

Sadar akan besarnya kue pasar buah yang belum tersentuh, PT Sewu Segar Nusantara (SSN) pun memutuskan ambil bagian dalam industri ini. SSN sebenarnya bukan pemain baru di Agrobisnis. Kiprah bagian dari Gunung Sewu Group ini telah dimulai dengan menggandeng Del Monte untuk mengekspor pisang jenis cavendish ke Jepang dan Dubai. Setelah kerja sama berakhir pada tahun 1995, SSN beralih ke pasar domestik.

Untuk menembus pasar lokal, SSN menerapkan strategi branding. Branding dengan menyertakan label “Sunpride” pada buah memang tidak umum. Selama ini buah hanya dikenal varietas atau jenisnya, bukan mereknya. Hal ini karena buah merupakan produk komoditi.

“Kami pakai label brand bukan untuk gaya-gayaan, melainkan bukti kepemilikan supaya tidak sekadar menjadi komoditi. Jadi, bila ada kekurangan, konsumen tahu ke mana harus komplain. Ini adalah bentuk tanggung jawab kami untuk senantiasa memberikan produk buah segar,” ungkap Luthfiany Azwawie, Marketing & Communication Manager PT Sewu Segar Nusantara. Tidak berhenti sampai di situ, upaya komunikasi brand juga dia lakukan dengan mengoptimalkan kanal digital dan konvensional. Melalui akun media sosialnya, Sunpride mampu membangun sebuah komunitas pencinta buah yang loyal.

Luthfi juga giat membawa brand-nya sebagai sponsor dalam beberapa event akbar baik event olahraga maupun lifestyle. Misalnya Safe Running Jakarta, Pemilihan Model Just for Kids, Jakarta Fashion Week, atau event komunitas hijabers. Jurus jitu yang ia galakkan adalah tasting marketing. Artinya dalam event-event tersebut, setiap orang mempunyai kesempatan untuk mencicipi buah Sunpride.

Bentuk komunikasinya pun dibuat sekreatif mungkin, misalnya pada penamaan produk; nanas honey, pisang single, dan available yang dijual satuan. Selain itu, investasi juga dialokasikan untuk Sunpride Gils.
“Kami ingin membawa ‘makan buah’ sebagai gaya hidup yang menyehatkan, menyenangkan, dan tanpa paksaan,” ujarnya.

Perlakuan Ekstra dari Tanam Hingga Pengemasan
Dari segi produk, pisang Sunpride sudah tampil berbeda dengan bentuk proporsional, warna kuning menyala, tekstur lembut, serta kulit mulus tanpa cela. Diakui Luthfi, pisang Sunpride memang mendapat treatment yang berbeda ketimbang pisang lokal umumnya. Dalam setiap tahapan produksi sampai pengemasan, standar yang diterapkan mengacu pada kualitas ekspor (Jepang).

Sunpride_setLuthfi menjelaskan, kebun pisang seluas 3.500 hektare di Lampung dibagi per blok, berdasarkan waktu penanaman dari bibit. Bibit yang digunakan dalam proses penanaman merupakan bibit unggul melalui hasil riset dan development dari Sunpride. Untuk penanamannya, setiap sisir pisang dibatasi agar tidak bergesekan satu dengan yang lain, kemudian dibungkus keseluruhan tandannya untuk menghindari serangan hama. Step ini merupakan kunci kenapa pisang Sunpride memiliki kulit yang mulus.

Masa panen dibagi per blok, satu tandan pisang yang telah dibungkus itu dipotong, kemudian digantungkan di rel untuk dibawa ke packing house. Di sana, pisang dibersihkan dan dipotong per sisir. Kertas alas diganti dengan bantalan busa sebelum dikemas dalam kardus, dan pisang pun dilabeli brand Sunpride. Terakhir didistribusikan dengan kontainer berpendingin ke 3.000 outlet di Jawa, Bali, dan Sumatera. “Waktu pemetikan juga disesuaikan dengan kematangan buah. Ini yang menjadikan buah Sunpride dijamin manis dan segar,” imbuhnya.

Luthfi melanjutkan, pisang Sunpride merupakan jenis buah yang bisa dipanen setiap hari. Untuk meningkatkan penetrasi brand Sunpride di pasar, Luthfi memunculkan varietas buah baru yang juga dilabeli Sunpride, seperti apel malang, rock melon, papaya california, lemon cui. Secara keseluruhan terdapat 20 jenis buah yang dipasarkan PT Sewu Segar Nusantara. Per tahun 2013, SSN mampu menjual 2,4 juta boks khusus jenis pisang Sunpride. Adapun omzet per tahun berkisar Rp530 miliar. Berbekal pencapaian sukses di tahun 2013, Luthfi mematok target 3 juta boks di pengujung tahun 2014.

Foto: Asep Toni K

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here