Brand Loyalty

Marketing.co.id- Putus atau tetap bersama dia? Dua pilihan itulah yang selalu menghinggapi perasaan seorang gadis, sebut saja Vonny, terkait dengan Andre, pacarnya. Kadang-kadang ia tetap berupaya mempertahankan hubungannya. Tetapi, tak dimungkiri pula bahwa perasaan untuk mengakhiri acap kali mengemuka.

Memang tidak mudah menjawab dua pilihan itu. Apalagi hubungan keduanya sudah berlangsung lama. Pengalaman manis dan menyenangkan jelas bukan alasan Vonny untuk memilih putus. Tetapi, apabila diteruskan, banyak cowok ganteng dan lebih tajir daripada Andre berharap padanya. Sungguh pilihan yang sulit.

Di dunia nyata, kisah Vonny dan Andre cukup mudah kita temui. Yang lebih gampang, kita bisa mendapatkannya setiap hari di layar televisi. Nah, cerita dua insan remaja itu dapat menjadi ilustrasi perihal kesetiaan, termasuk kesetiaan terhadap merek (brand loyalty).

Sebagai pemasar, kita semua tahu, konsep brand loyalty sebenarnya merupakan ukuran keterikatan pelanggan terhadap sebuah merek. Ukuran tersebut mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain, terutama jika didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga atau atribut lainnya, pada merek dimaksud. Menurut Henry Assael , loyalitas terhadap merek merupakan hasil dari keputusan yang berulang-ulang dan kuatnya komitmen terhadap suatu merek.

Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek itu. Dan, apabila kesetiaan meningkat, maka kerentanan pelanggan terhadap serangan atau ancaman merek lain tak perlu dikhawatirkan.

Mengapa demikian? Pelanggan loyal umumnya sulit dipengaruhi walau dihadapkan pada banyak merek alternatif. Tetapi, tidak sedikit pelanggan yang akhirnya berpaling pada rayuan merek lain. Sebab, biasanya merek alternatif tersebut menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dari berbagai sudut atribut, seperti harga, ukuran produk, kenyamanan pemakaian, dan lain sebagainya.

Manfaat Loyalitas

Jadi, tingginya kesetiaan pelanggan amat penting bagi sebuah merek. Ada beberapa manfaat yang menguntungkan dari kesetiaan merek tersebut. Pertama, efektivitas dan efisiensi program pemasaran. Artinya, pemasar tidak perlu mengeluarkan biaya lebih banyak daripada merek lain karena merek yang dipasarkannya sudah berada di hati konsumen. Philips, contohnya, sedikit beriklan tetapi menjadi raja di kategori lampu listrik.

Kedua, mampu menurunkan daya tawar para perantara. Para perantara akan berada dalam posisi tawar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan produsen sehingga mereka cenderung mengikuti dan tidak neko-neko (macam-macam). Apakah perantara atau mungkin peritel berani menolak Indomi yang sangat laris manis?

Ketiga, mampu menarik pelanggan baru. Pelanggan loyal memungkinkan untuk memengaruhi konsumen lain agar membeli merek pilihannya. Mereka bisa menjadi pembela merek tersebut melalui word of mouth, member get member, dan lain-lain. Ini yang dimanfaatkan oleh Unilever Indonesia dalam mendongkrak penjualan sabun cuci piring Sunlight.

Keempat, merek yang tingkat kesetiaan pelanggannya tinggi mempunyai zone of tolerance( Zot) tinggi pula. Maksudnya, pelanggan akan memberikan toleransi terhadap segala perubahan yang terjadi, salah satunya jika ada kenaikan harga. Berapa banyak sih pelanggan yang akan meninggalkan Pepsodent ketika harganya dinaikkan Rp 500?. Tentu lebih sedikit dibandingkan dengan merek Ciptadent. Jadi Zot konsumen terhadap merek Pepsodent lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ciptadent.

Tetapi, pengukuran loyalitas pelanggan terhadap sebuah merek juga harus dilakukan secara terus-menerus. Untuk itu, banyak cara yang bisa ditempuh.

Pertama, mengukur perilaku pelanggan menyangkut tingkat pembelian ulang, persentase pembelian, dan jumlah merek yang dibeli dalam satu kategori produk.

Kedua, dapat dilakukan dengan menghitung switching cost. Di dalamnya, meliputi berapa banyak pelanggan yang akan melakukan perpindahan pembelian, ke mana saja mereka berpindah, mengapa mereka pindah, dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu harus mendapatkan jawabannya.

Ketiga, pengukuran tentang komitmen pelanggan. Untuk mengukur seberapa besar komitmen pelanggan terhadap merek kita, salah satu hal yang harus dipelajari adalah mengetahui jumlah interaksi dan komunikasi terkait merek tesebut.

Meningkatkan Loyalitas

Setelah mengetahui manfaat dan langkah-langkah untuk mengukur brand loyalty, lantas bagaimana strategi pemasar untuk memelihara dan meningkatkan loyalitas tersebut? Banyak perusahaan yang menjalankan strategi frequency marketing program. Artinya, perusahaan akan memberikan suatu penghargaan jika konsumen membeli dalam frekuensi tertentu.

Sebagai contoh, jika kita sering naik maskapai tertentu dengan frekuensi tertentu, maka pada jumlah tertentu kita akan mendapatkan tiket gratis. American Airline mulai menerapkannya sejak 1980-an dan menjadi pionir dalam strategi itu. Hampir semua perusahaan kartu kredit menjalankan strategi yang sama. Para penerbit menawarkan sejumlah poin yang dapat ditukarkan dengan hadiah jika pembelanjaan dilakukan dengan kartu kredit tertentu.

Selanjutnya, membership marketing program bisa juga menjadi strategi yang digunakan oleh pemasar. Harley Davidson punya HOG (Harley Owners Group), kumpulan pencinta fanatik sepeda motor mewah Harley. Jumlah anggotanya sekarang sudah mencapai 150.000-an. Ini pun dilakukan oleh hampir semua ritel besar, misalnya Hero dengan Hero Customer Club-nya, Carrefour dengan Carrefour BCA-nya, Giant dengan Giant Citi, Alfamart dengan Aku. Ritel tersebut memberikan diskon, mulai dari 1,5-5%, kepada pemegang kartu.

Program loyalitas yang lain adalah dengan menjalankan relationship marketing. Dengan menjalankan program tersebut, kita berharap dapat mengembangkan sebuah proses perjalanan pelanggan dari suspect, prospect, first time, repeat, clients, advocates, dan akhirnya menjadi partner atas merek kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menjalankan relationship marketing?

Dalam customer relationship building, program yang dilakukan sangat tergantung pada tinggi rendahnya marjin dan banyak sedikitnya pelanggan atau distributor. Dan, untuk dimengerti, ada lima tingkatan relationship strategy yang berbeda dan bergantung pada dua kriteria di atas, yaitu basic marketing, reactive marketing, accountable marketing, proactive marketing, dan partnership marketing.

Jadi, apabila profit marjin rendah, sementara pelanggan kita banyak sekali, maka sebaiknya menggunakan basic marketing. Jika pelanggan kita hanya beberapa dealer misalnya, sebaiknya memanfaatkan strategi partnership marketing. Bersama pelanggan, secara kontinus kita mencari cara agar performance mereka semakin tinggi.

Dengan menjalankan strategi-strategi di atas, pemasar dapat menarik lebih banyak pelanggan loyal yang akhirnya berbuah meningkatnya pendapatan perusahaan. Menarik apa yang dikatakan Sam Walton, yakni “Our goal as a company (Wal-Mart) is to have customer service that is not just the best, but legendary”. Bukankah seorang pemasar harus mampu mencetak merek yang bisa menjadi sahabat konsumen atau bahkan mampu menyihir pelanggan?

Oleh Darmadi Durianto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.