Marketing.co.id – Berita Financial Services | Perusahaan teknologi merupakan salah satu kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah proses pemulihan dari situasi pandemi COVID-19. Studi dari Google, Temasek, dan Bain & Company mengungkapkan bahwa ekonomi digital Indonesia berpotensi untuk mencapai nilai U$ 124 miliar pada tahun 2025.
Menurut BCG Wealth Report 2020 dan Statistik Pasar Modal – KSEI, investable wealth size di Indonesia pada tahun 2020 mencapai Rp 8.3 triliun, atau naik 6% antara tahun 2019 dan 2020. Melihat peluang ini PT Buka Investasi Bersama (BIB) melalui aplikasi BMoney memfasilitasi masyarakat yang ingin berinvestasi pada sektor teknologi. Salah satu produk investasi yang ditawarkan adalah reksa dana Ashmore Digital Equity Sustainable Fund (ADESF).
Aplikasi BMoney menawarkan kemudahan berinvestasi secara seamless untuk masyarakat dengan beragam pilihan produk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan & profil risiko, proses registrasi yang cepat kurang dari 5 menit, serta bebas biaya transaksi. Aplikasi ini juga diperkuat dengan fitur Smart Filter & Switching untuk memudahkan investor dalam berinvestasi sesuai dengan strategi dan tujuan investasinya.
BMoney yang telah terdaftar & diawasi oleh OJK, saat ini sudah bekerja sama dengan lebih dari 10 manajer investasi dengan lebih dari 40 produk reksa dana hasil kurasi. “Didukung oleh ekosistem yang dimiliki BIB, kami berharap momentum new economy ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat di tanah air dengan latar belakang ekonomi yang beragam ”, ucap Dhinda Arisyiya, COO PT Buka Investasi Bersama, saat jumpa pers virtual, Selasa (14/12).
Baca juga: Investasi Saham dan Reksadana Kian Populer di Kalangan Milenial, Emas Masih Pilihan Utama
Dhinda menambahkan, BMoney yang hadir sejak 15 Juni 2021, bertumbuh dengan pesat dengan tingkat pertumbuhan dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) sebesar 90% dan jumlah investor sebesar 126%. Hingga saat ini dana kelolaan BMoney diklaim sudah mendekati Rp 1 triliun dengan jumlah investor sekitar 500 ribu. “Target sampai akhir depan lebih dari 1 juta investor dengan pertumbuhan AUM double digit,” tandas Dhinda.
Pada kesempatan yang sama Angganata Sebastian, Director of Business PT Buka Investasi Bersama, mengulas mengenai strategi berinvestasi di reksa dana. Menurutnya berinvestasi di reksa dana sedikit berbeda dengan investasi di saham, karena investasi di saham lebih menekankan pada trading, sementara di reksa dana bersifat jangka panjang dan pekerjaan trading diambil alih sepenuhnya oleh Manajer Investasi.
“Saya masih inget ketika saya melihat pasar modal di tahun 2004, pertama kali IHSG nembus level 1000 di Desember 2004. Saat ini dengan level pergerakan di level 6500 – 6600, kita bayangkan pertumbuhan saham dari level 1000 ke level 6600 atau 6,6 kali lipat butuh waktu sekitar 17 tahun,” tuturnya.
Baca juga: Mayoritas Kinerja RoboARMS di Atas IHSG
Angganata mengingatkan, dalam perjalanan berinvestasi pasar bisa naik bisa turun dan kita tidak perlu panik. “Saya sudah mengalami yang paling drastis di tahun 2008, IHGS levelnya dari 2800 turun 60% menjadi 1100. Apa yang harus dilakukan, bukanya kita takut, tapi kita tambah investasi kita secara bertahap, yang saya dapatkan hasilnya pasti jauh akan lebih maksimal,” lanjutnya.
“Jadi longterm adalah kunci, tapi jika diperjalanan market mengalami turun atau naik, kita bisa melakukan aksi, jika turun kita bisa menambah investasi, kalau naik dan kita merasa cuannya cukup, kita bisa profit taking. Ambil profit taking kalau return sudah melebih deposito,” pungkas Angganata.
Marketing.co.id: Portal Berita Marketing & Bisnis