Marketing.co.id – Berita Marketing | Di tengah sengitnya persaingan merebut perhatian konsumen, tidak semua brand memilih jalan terang. Di balik iklan yang bertebaran, endorsement selebriti, dan buzz media sosial, ada strategi diam-diam yang mulai banyak dibicarakan: black campaign. Kampanye ini kerap menjadi senjata tersembunyi untuk menjatuhkan reputasi kompetitor, dan efeknya bisa sangat merusak.
Apa Itu Black Campaign?
Black campaign, atau kampanye hitam adalah upaya sistematis untuk menyebarkan informasi negatif tentang pesaing. Ini bisa berupa isu hoaks atau fitnah, testimoni palsu di marketplace, review negatif terorganisir, manipulasi algoritma pencarian, dan serangan melalui media sosial atau buzzer bayaran. Tujuannya jelas yaitu menggoyang kepercayaan publik terhadap produk atau brand tertentu, biasanya tanpa menyebut nama pelaku.
Dalam industri kosmetik, kasus kampanye hitam bukan hal baru. Sebuah brand lokal sempat diserang dengan tuduhan menggunakan bahan berbahaya, lengkap dengan “screenshot” hasil lab yang belum diverifikasi. Beberapa influencer tiba-tiba memviralkan klaim tersebut, hanya untuk kemudian menghapusnya setelah ditelusuri lebih lanjut.
Hasilnya, meskipun akhirnya terbukti tidak benar, brand tersebut kehilangan momentum penjualan selama dua kuartal. Sementara pesaingnya naik daun karena tak bersentuhan langsung dengan konflik.
Motif kampanye hitam beragam, mulai dari menghentikan pertumbuhan pesaing, merebut pangsa pasar dalam waktu cepat, menurunkan harga saham brand publik, dan mendiskreditkan reputasi menjelang peluncuran produk.
Kini, modusnya bahkan semakin canggih. Di era digital, serangan bisa dilakukan dengan bot, fake account, hingga deepfake konten. Bahkan, “leak” internal sering dimanfaatkan untuk memperkuat narasi negatif.
Secara hukum, black campaign bisa masuk ke ranah pencemaran nama baik, penyebaran hoaks, atau persaingan usaha tidak sehat. Namun, pembuktiannya sering kali sulit karena pelaku sering menggunakan identitas samar dan pihak ketiga.
Dari sisi etika, black campaign bisa merusak kepercayaan publik terhadap seluruh industri. Konsumen menjadi skeptis, tidak hanya pada brand target, tetapi juga pada sektor bisnis secara keseluruhan.
Ketika serangan black campaign terjadi, bertahan atau melawan?
Brand yang diserang memiliki dua pilihan, melawan secara terbuka atau memperkuat komunikasi narasi sendiri. Beberapa pakar menyarankan untuk melakukan monitoring media sosial dan percakapan online secara aktif, segera klarifikasi dan tampilkan bukti konkret, libatkan pihak ketiga yang kredibel misalnya BPOM atau asosiasi industri terkait, dan edukasi konsumen secara konsisten. Beberapa brand bahkan menempuh jalur hukum untuk memberikan efek jera.
Black campaign adalah strategi berisiko tinggi. Meskipun bisa memberikan efek instan, ia juga bisa menjadi bumerang. Konsumen kini semakin cerdas, mereka tidak hanya membaca narasi, tetapi juga menelusuri siapa di balik narasi tersebut.
Dalam jangka panjang, brand yang bertahan adalah yang mampu membangun reputasi otentik, komunikasi transparan, dan loyalitas pelanggan, bukan yang sekadar pandai memanfaatkan kegelapan.