Berselancar dengan Teknologi

Marketing Award 2017 cukup kental dengan teknologi. Banyak peserta yang menampilkan teknologi sebagai fondasi marketing dalam mengeluarkan produk, berpromosi, sampai menjadi channel distribusi.

marketing award 2017

Jika Anda seorang ibu pekerja yang dalam masa menyusui anak, biasanya Anda harus meluangkan waktu di kantor untuk menampung ASI di botol agar anak Anda masih bisa meminum ASI pada saat Anda tidak di rumah. Untuk itu Anda harus membawa-bawa tas berisi botol yang harus Anda tetap jaga suhunya.

GabaG Indonesia melihat kebutuhan ini kemudian membuat tas yang menyatu dengan tas kerja, dengan demikian sang ibu tidak perlu membawa terlalu banyak tas. Idenya memang sederhana, namun memecahkan masalah yang dihadapi ibu-ibu pekerja yang jumlahnya semakin meningkat di perkotaan.

GabaG adalah salah satu pemenang Marketing Award (MA) di bidang market driving. Merek ini mencoba menjadi pelopor sebuah produk inovasi dari pendirinya. Inilah salah satu cara marketer melakukan inovasi. Sebuah inovasi terkadang begitu canggihnya, namun tidak akan berarti jika tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Sebaliknya, ada inovasi yang begitu sederhana namun dapat diterima oleh konsumen karena bisa memenuhi kebutuhan.

Konsumen pada dasarnya membeli produk yang mampu memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Pernyataan ini mungkin sudah terasa usang karena semua marketer bisa jadi setuju dengan hal tersebut. Namun, yang tidak banyak diketahui para marketer adalah: kompleksitas kebutuhan dan keinginan konsumen dewasa ini berbeda dibandingkan dulu. Konsumen di era sekarang menghadapi masalah yang semakin banyak. Dahulu orang tidak ada masalah hidup tanpa telepon. Kini orang tidak bisa hidup tanpa telepon.

marketing award 2017

Lalu, dengan adanya telepon seluler apakah masalah hidupnya selesai? Tidak juga. Kini orang harus memiliki telepon seluler dengan fitur internet untuk browsing, memiliki fitur chat agar bisa mengirim pesan, dan memiliki kamera untuk berswafoto. Setiap penemuan baru akan selalu berdampak pada terciptanya kebutuhan yang baru lagi. Itulah sebabnya kompleksitas kebutuhan konsumen menjadi semakin tinggi dari waktu ke waktu. Menariknya, dulu kebutuhan muncul dari dalam diri konsumen. Kini kebutuhan itu justru diciptakan untuk konsumen.

Marketing Award adalah ajang yang menarik untuk melihat apa yang dihadapi dan dilakukan banyak perusahaan di Indonesia, khususnya di bidang marketing. Pernah ada masa di mana perusahaan-perusahaan di Indonesia harus menghadapi kecemasan akan resesi ekonomi dunia yang muncul di sekitar tahun 2008. Saat itu banyak marketer harus berpikir bagaimana agar produknya bisa tetap survive. Banyak perusahaan merasakan penjualan yang menurun karena daya beli yang semakin turun.

Namun, itulah dunia marketing. Marketer harus terus mencari akal, baik pada saat pasar lesu maupun waktu pasar sedang ramai. Ketika pasar sedang sepi, marketer tentu harus bertindak lebih smart, efektif, dan efisien. Tahun 2008 itu para marketer mulai mengenal dan menjalankan apa yang disebut below the line marketing. Istilah ini begitu populer di awal-awal tahun 2000-an setelah marketer melihat bahwa kegiatan promosi konvensional dianggap tidak memberi dampak langsung kepada penjualan.

Sementara, dengan kondisi ekonomi yang sedang resesi, marketer membutuhkan cara untuk bisa berjualan dengan cepat. Maraklah kemudian kegiatan-kegiatan seperti direct selling, in-store promotion, pameran, dan lain-lain. Pembentukan komunitas juga menjadi salah satu aktivitas below the line yang banyak dilakukan oleh para marketer. Kebutuhan menjaga loyalitas konsumen memang semakin tinggi manakala pasar semakin sempit dan kompetisi semakin ketat. Komunitas adalah upaya membangun loyalitas, sekaligus mendorong konsumen semakin aktif terlibat dalam membangun merek.

Pembentukan komunitas ini semakin terbantu setelah kehadiran internet dan media sosial semakin masif. Media sosial ternyata menjadi saluran yang efektif bagi konsumen untuk terlibat dalam sebuah merek. Mereka bisa mencari produk, me-review sebuah merek, memberi masukan, melontarkan kritik, dan bahkan membantu menjualkan merek.

Komunitas sebelum adanya media sosial yang masif memang lebih berfokus pada kegiatan yang mendorong kebersamaan. Kini dengan adanya media sosial, anggota komunitas bisa berinteraksi dan beraktivitas secara virtual. Lama-kelamaan komunitas tidak hanya menjadi sebuah aktivitas marketing. Komunitas justru menjadi fondasi bagi keberlangsungan merek-merek, khususnya online branding.

Kehadiran internet dan media sosial mau tidak mau memang mengubah gaya pemasaran. Hal ini terlihat dalam penjurian Marketing Award selama lima tahun terakhir ini. Semua peserta MA saling berlomba-lomba untuk menggunakan internet dan media sosial secara efektif. Mereka juga berbicara soal ecosystem, big data, collaboration, engagement, dan buzzword lain yang muncul di era teknologi informasi.

Pada akhirnya marketer semakin tidak bisa lepas dari teknologi. Adanya teknologi sebenarnya membantu marketer untuk bisa menyelesaikan kompleksitas yang dimiliki konsumen. Kini konsumen bahkan bisa membeli pakaian, memesan hotel, membayar tagihan, dan membeli pulsa hanya dengan satu apps. Konsumen bisa membeli tiket tanpa agen, membeli makanan tanpa keluar rumah, ataupun membandingkan harga tanpa harus mendatangi toko satu per satu.

Di ajang Marketing Award tahun 2017, warna teknologi memang semakin kental. Paling tidak ada perusahaan yang memang mencoba melakukan terobosan produk baru dengan teknologi. Misalnya PT Teknologi Pintar Indonesia (Wireless Home) yang memiliki teknologi electronic remote, Robotic Explorer yang menawarkan pendidikan membuat robot, dan FiberStar yang menawarkan layanan infrastruktur internet ke perumahan.

Ada juga yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan keunggulan di pasar. Misalnya AdMedika yang mengembangkan teknologi yang membantu pelayanan agar semakin excellence, atau Tiara Buana Mandiri—perusahaan agrochemical—yang mempromosikan pembasmi hama ke petani dengan menggunakan virtual reality.

Memang menarik melihat apa yang terjadi pada MA tahun ini. Sebagian besar peserta memang berfokus pada strategi inovasi dan market driving. Mereka berlomba-lomba membuat inovasi terdepan ataupun menjadi merek yang menciptakan dan mengembangkan market yang baru. Menariknya, banyak strategi inovasi dan market driving ini mereka lakukan dengan bantuan teknologi. Marketer pada akhirnya harus berselancar di atas gelombang teknologi agar bisa survive di tengah-tengah “badai persaingan”.

Salah satu fenomena yang kini juga diangkat oleh para marketer adalah soal disruptive technology, yakni teknologi baru yang muncul, mengganggu teknologi yang ada dan membuatnya semakin relevan, dan akhirnya teknologi baru inilah yang menguasai pasar. Ini seperti kemunculan kamera digital yang menggeser kamera film, WhatsApp yang menggantikan Blackberry, atau MP3 yang menggeser CD.

Kini para pemasar mencoba untuk selalu melakukan disruptive innovation. Tidak selalu harus dengan teknologi yang canggih, tetapi juga bisa dengan teknologi yang sederhana namun membantu memenuhi kebutuhan. Perusahaan seperti Tiara Buana Mandiri melakukan disruptive innovation karena petani-petani kini bisa merasakan experience produk pembasmi hama dengan menggunakan virtual reality.

Terobosan dan inovasi akan selalu menjadi kata kunci yang kini harus ada di setiap marketer. Namun demikian, sekali lagi, inovasi dan teknologi yang canggih belum tentu bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Terkadang hal-hal kecil justru bisa menciptakan disruptive atau gangguan bagi kompetitor. Ide sekadar membuat tas kerja yang di dalamnya ada tempat penyimpanan botol ASI sudah menjadi terobosan dan mengganggu produk yang ada.

 

Rahmat Susanta

 

MM.09.2017/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.