Bermain di “Heart Share”

[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Dalam riset pasar bayi yang dilakukan Deka Marketing Research baru-baru ini, nama Le Monde muncul sebagai merek pakaian bayi dengan top of mind tertinggi—sekalipun angkanya tidak besar-besar amat, yaitu 12%. Kecilnya angka tersebut bisa dimaklumi karena pemain di kategori ini relatif kurang gencar beriklan. Meski begitu, di segmen menengah-atas merek ini merupakan market leader.

Di Indonesia, Le Monde adalah pionir perlengkapan bayi branded. Ketika produk ini pertama kali hadir tahun 1981, pasar masih kosong. Praktis lantaran bermain sendirian, Le Monde praktis tidak mengalami hambatan berarti dalam 10 tahun pertama. Waktu itu, pertumbuhannya bisa mencapai 50-70% per tahun.

Situasi berubah satu dekade kemudian. Pemain-pemain lain mulai bermunculan dan menghangatkan kompetisi. “Di segmen ini sudah mulai muncul satu-dua pemain. Awalnya, kami dulu sempat berhasil ‘mengusir’ beberapa produk atau pemain impor. Namun sekarang adanya sistem perdagangan bebas membuat pemain impor tambah banyak lagi,” kata Jackie Ambadar, CEO PT Lembanindo Tirta Anugrah (Le Monde).

Persaingan di kategori perlengkapan bayi memang cukup sengit. Namun, menurut Jackie, sebagai pionir Le Monde tetap one step ahead. Di segmen atas, paparnya, saat ini market share Le Monde sekitar 60%. Di segmen menengah, seperti di Matahari dan toko-toko kecil, angkanya 40%.

Mereka pun terus memperlebar saluran distribusinya. Sejak 2001, konsep waralaba pun ditawarkan. Kini produk Le Monde yang berjumlah 100 item lebih—mulai dari gendongan bayi, tas bayi, hingga kamar tidur—bisa dijumpai di 12 outlet Le Monde Baby’s World dan juga berbagai di department store di seluruh Indonesia.

Le Monde sendiri diambil dari bahasa Prancis yang berarti dunia. Nama ini juga dimaksudkan agar produknya dapat diterima banyak negara. “Segmen yang kami bidik memang kecil, tidak sebesar di segmen menengah-bawah. Tetapi selain menggarap pasar dalam negeri, Le Monde juga ekspor ke beberapa negara seperti Australia, Singapura, Malaysia, dan negara-negara Timur Tengah,” ungkap Jackie.

Meski ada sejumlah merek seperti Disney Babies, Osh Kosh, Toff Toff dan Anakku; Jackie merasa belum ada direct competitor yang pas dengan segmen Le Monde. “Ada beberapa pemain tetapi masih impor. Cuma saja, mereka akhirnya perang di diskon (harga). Apalagi saat ini makin banyak shopping mall. Tapi kami tidak mau perang di situ.“

Menghadapi persaingan tersebut, Le Monde tetap berperang di kualitas. Apalagi perceived quality mereka bagus. Jackie mengklaim Le Monde sebagai satu-satunya produk Indonesia yang memberikan garansi kualitas 100%. “Namun khusus tahun ini untuk merayakan momentum 25 tahun Le Monde, kami membuat program customer loyalty lewat program diskon permanen, yakni memberikan diskon 25% untuk all item Le Monde,” imbuhnya.

Segmen Psikografis

Dalam kaca mata Jackie, pasar perlengkapan bayi tak akan pernah surut. Ibaratnya, selama masih ada cinta, pasti masih ada bayi. Bila orang masih mencintai orang lain, maka pasarnya tetap besar. “Saat ini, pasar perlengkapan bayi di Indonesia (segmen menengah-atas) peluangnya kira-kira sebesar dua kali kapasitas Le Monde sekarang,” bebernya tanpa menyebutkan angka.

Jackie menambahkan, karakterisktik pasar produk bayi sekarang tidak di mind share lagi, melainkan di hati (heart share). Pasarnya sudah emosional dan impulsif. Marketingnya pun sudah tidak bisa logic. Dalam pemilihan produk bayi, orang bakal memilih yang terbaik. Sejak dua dekade silam, sudah ada kesadaran menyiapkan kelahiran secara lebih baik. “Apalagi kalau itu bayi pertama atau cucu pertama. Pastinya orangtua akan memberikan semua yang terbaik. Sekarang tinggal apakah pemain bisa me-maintain itu atau tidak.“

Karena itulah, dalam membidik pasar, Le Monde menggunakan pendekatan psikografis. Segmentasi bukan dibuat berdasarkan kelas sosial atau usia, tetapi dari sifat orang yang quality minded atau tidak. Sebab, menurut Jackie, tidak selamanya kelas menengah-atas itu branded. Kadang-kadang kelas menengah-bawah juga membeli produk branded dengan cara menabung terlebih dulu. Biasanya, konsumen yang quality minded akan  mencari produk yang berkualitas, tetapi menunggu momentum diskon.

“Terus terang, saya confindent dengan segmen psikografis itu. Jadi konsumen kami yang tidak mampu pun ingin berusaha seperti yang mampu. Makanya, produk-produk Le Monde yang lebih fast moving (misalnya tas bayi atau gendongan bayi) dipasarkan lewat mal-mal,” katanya.

Bedanya lagi. Le Monde juga tetap fokus di perlengkapan bayi (umur 0-2 tahun). Mereka tidak menyiapkan “produk estafet” seperti yang biasa dilakukan oleh para produsen susu atau kosmetik bayi. Jadi, walaupun ada konsumen loyal yang minta dibuatkan perlengkapan untuk anak (kids), permintaan itu terpaksa ditolak.

Strategi Le Monde dalam meyakinkan konsumen adalah bermain “di hati”. Karena itulah, lanjut Jackie, sejak 1987 mereka kerap menggelar seminar untuk pasangan-pasangan muda, membuat klub diskusi bagi para calon orangtua, mensponsori talk show ibu-anak di televisi, baby fair, dan lain-lain. Biasanya, dalam kegiatan-kegiatan tersebut Le Monde menggandeng produsen-produsen lain seperti susu bayi. “Itu sebenarnya cara untuk masuk ke hati agar konsumen menjadi loyal,” katanya. Dengan strategi tersebut, Le Monde bisa menikmati pertumbuhan sebesar 35% per tahun .

Sekali lagi, tandas Jackie, kunci sukses menggarap pasar produk bayi erat hubungannya dengan heart share. “Karena itu pertama sentuhlah hatinya. Kalau dia berupa produk yang perlu penjelasan—seperti aman atau bagus buat pertumbuhan—maka strateginya heartware dulu, baru brainware.”

Yang juga tak kalah penting, ia sadar bahwa pelanggan Le Monde akan terus berganti. Tahun depan belum tentu mereka bakal punya bayi lagi, tapi ini mungkin terjadi pada kerabat atau teman mereka. Dan dengan sentuhan hati, multiple effect-nya akan tinggi. Jadi, jangan sekali-sekali mengabaikan pelanggan lama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here