Benarkah Call Center Semakin Memanjakan Pelanggan?

[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Menelepon semakin lama menjadi budaya masyarakat kita. Lihat saja perkembangan  pasar seluler di Indonesia yang kini mencapai 210 juta nomer. Makanya,   tidak mengherankan jika call center kini menjadi layanan yang semakin tidak asing di Indonesia.

Asia Pasifik secara keseluruhan akan menjadi pasar yang teramat besar untuk industri call center. Apalagi pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik sedang stabil, sehingga mendorong pertumbuhan call center. Data Frost & Sulivan menunjukkan bahwa pertumbuhan call center di APAC itu mencapai 11 persen setahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi untuk ukuran region, sedangkan di Indonesia sendiri, pertumbuhannya mencapai 22 persen setahun.  Indonesia memang tergolong emerging market akibat pertumbuhan pengguna telekomunikasi seperti seluler yang luar biasa.

Layanan call center sebenarnya tidak semata-mata menerima telepon pelanggan serta menjawab pertanyaan. Lebih jauh, call center harus menjadi sarana yang bisa menjembatani perusahaan dengan pelanggan terhadap berbagai informasi yang dibutuhkan pelanggan. Bahkan call center harus menjadi sarana interaktif untuk mendekatkan konsumen dengan perusahaan.

Di sisi lain, dengan semakin beragamnya alat komunikasi  hubungan yang dilakukan tidak hanya melalui telepon. Kini komunikasi perusahaan dengan pelanggan bisa dilakukan dengan e-mail, SMS, dan lain-lain. Makanya call center kemudian semakin kompleks dan berkembang menjadi contact center.

Ditinjau dari sisi pelanggan,  interaksi yang berkualitas harus ditunjukkan dengan kemudahan akses, proses yang cepat, konsisten dan nyaman, serta kemampuan orangnya dalam menangani  pelanggan. Itulah sebabnya, Carre- Center for Customer Satisfaction & Loyalty (CCSL) secara konsisten merilis survei pelayanan call center. Call Center Service Excellence Index (CCSI)  tahun ini memasuki tahun ketujuh. Namun jika tahun-tahun sebelumnya CCSEI dirilis di Majalah Marketing, tahun 2011, hasil riset ini dirilis di majalah Service Excellence (SE).

Secara konsisten CCSEI mempergunakan tiga parameter penilaian, yakni access, system dan procedure serta people. Dalam hal akses, ada 3 KPI yang diukur yakni accessibility, availability dan connection speed. Sedangkan untuk System dan Procedure, dipergunakan 3 atribut juga yaitu sistem prosedur, enjoying dan service standard consistency.

Akan halnya People diukur 2 atribut KPI yakni soft skill dan hard skill. Setiap atribut diukur dengan skala 1 sampai 5, dimana skala 1 untuk menggambarkan kinerja paling jelek dan 5 digunakan untuk menggambarkan kinerja paling baik.

Lalu, apa metode yang dipergunakan?  Seperti tahun-tahun sebelumnya, CCSL juga konsisten mempergunakan metode mystery calling. Artinya CCSL menyediakan para mystery caller yang terlatih untuk menghubungi setiap merek call center. Dan frekuensi menghubungi call center tersebut bukan hanya sekali tetapi beberapa kali. Dengan ratusan merek call center dari 17 industri, maka secara total ada 4.788 kontak yang dilakukan oleh CCSL.

Memang untuk mendapatkan hasil yang obyektif, mystery calling ini tidak bisa dilakukan hanya satu kali. Soalnya kinerja para agen call center tidak selalu konsisten. Bisa jadi pada saat pagi hari para agennya masih segar dan ramah menjawab pertanyaan. Namun pada saat mulai sore hari agen call center mulai “malas-malasan”. Padahal, pelanggan adalah pihak yang tidak peduli situasi yang dihadapi oleh para agen call center.

Dari hasil mystery calling ini kemudian dibuatlah peringkat yang terdiri dari 3 yakni exceptional, excellence dan good. Ketiga peringkat inilah yang menjadi patokan untuk memberikan penghargaan Call Center Service Excellence Award tahun ini.

Jika melihat secara industri, terlihat adanya industri yang mengalami kenaikan maupun penurunan dalam hal indeks. Di kategori regular banking misalnya, terjadi peningkatan dari sisi indeks rata-rata. Bila tahun lalu rata-rata industrinya adalah sebesar 81.155, maka tahun ini meningkat menjadi 81.438. Sebaliknya untuk kartu kredit, terjadi penurunan dari  81.042 menjadi 79.635. Demikian halnya dengan  telekomunikasi menurun dari 80.120 menjadi 78.132. Menurunnya kinerja kedua industri ini bisa jadi dikarenakan pesatnya pertumbuhan konsumen akibat intensifnya penetrasi pasar yang dilakukan.

Pertumbuhan konsumen memang menciptakan penjualan bagi perusahaan, namun di sisi lain sering menciptakan masalah dalam hal pelayanan. Akses menjadi lebih sulit, konsistensi sulit dilakukan, dan kinerja agen yang menurun. Ini bisa terlihat jika Anda membandingkan indeks per kontak tahun ini dibandingkan tahun lalu (lihat di majalah Marketing edisi April 2010). Terlihat bahwa penurunan terjadi di ketiga aspek tersebut.

Secara overall sendiri, industri perbankan cenderung memiliki indeks yang paling tinggi. Tahun ini, CCSEI juga memasukkan kategori baru yakni Priority banking. Rata-rata indeks untuk industri ini adalah 85.095, jauh mengungguli industri lain. Keseriusan bank untuk membangun call center priority banking memang paling tinggi. Bukan apa-apa, kehilangan seorang konsumen prioritas bisa jadi bencana bagi bank tersebut. Oleh karena itu, pelayanan bintang lima mau tidak mau harus dilakukan lewat call center ini.

Dengan semakin baiknya kinerja call center sebenarnya akan semakin menumbuh suburkan industri call center ini di masa mendatang. Semakin mudah dan nyamannya call center akan meningkatkan penggunaan call center, dan ini berarti akan semakin banyak agen call center yang dibutuhkan. Berarti pula, semakin tinggi pertumbuhan seat-nya. Di Asia Pasifik diperkirakan pada tahun 2014 ada lebih dari 3 juta seat call center, yang menghasilkan pertumbuhan income di industri ini mencapai 1.3 miliar dolar.

Yang menjadi masalah, dengan tumbuhnya pelanggan, biaya call center juga semakin membengkak. Selain biaya pulsa telepon, juga biaya pengembangan infrastruktur sampai biaya manusia. Makanya, call center yang bertumbuh justru akan menjadi cost center bagi perusahaan. Kini, orientasi di banyak perusahaan adalah mencoba mentransformasikan call center dari cost center menjadi profit center. Hal ini dilakukan oleh industri seperti  perbankan dan telekomunikasi , yang memiliki jumlah call lebih dari 1000 call sehari. Lihat saja seperti bank Permata yang punya 20.000 call per hari atau Telkomsel yang bisa mencapai 1 juta call sehari. Hal ini tentu membuat biaya semakin besar.

Itulah sebabnya, selain efisiensi , langkah yang bisa dilakukan adalah dengan mencoba para agen untuk semakin pintar melakukan cross selling. Dengan demikian, ada nilai pengembalian investasi yang kelihatan nyata dan cepat terjadi. Harapannya, sekalipun para agen call center bisa berjualan, pelayanan tetap nomer satu! (Service Excellence)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here