Bayar Pakai Paylater Bukan Berarti Bokek

[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Marketing.co.id – Berita Financial Services | Perilaku menunda pembayaran semakin populer di masyarakat Indonesia. Membeli sesuatu tapi tidak langsung membayarnya bisa difasilitasi oleh layanan keuangan digital Paylater. Kini, cukup banyak penyedia layanan Paylater di Indonesia yang “merayu” masyarakat Indonesia untuk menunda pembayaran.

Menariknya tren untuk menunda pembayaran tak melulu karena faktor tak punya uang alias “bokek”. “Melihat data-data ini, menggunakan Paylater bukan karena tidak punya uang saat membeli, tapi karena kemudahan dan sudah menjadi lifestyle,” tutur SVP Marketing & Communications Kredivo, Indina Andamari saat pemaparan Laporan Perilaku Pengguna Paylater Indonesia 2024, di Jakarta, Selasa (25/6).

Jika melihat laporan hasil riset kerja sama Kredivo bersama Katadata Insight Center (KIC) tersebut memang terlihat beberapa kategori produk yang dibeli menggunakan Paylater bukanlah barang mahal seperti pulsa dan voucher, makanan, kesehatan dan kecantikan, fashion dan aksesorisnya, serta peralatan rumah tangga.

Baca juga: Paylater Bagai Pedang Bermata Dua, Kredivo Berkomitmen Edukasi Pengguna

Temuan menarik lainya dari Laporan Perilaku Pengguna Paylater Indonesia 2024, yakni penggunaan Paylater yang biasanya digunakan saat belanja online ternyata dipakai untuk belanja offline. Tren ini menguat di daerah tier 2 dan tier 3. Tercatat, transaksi offline berkontribusi sebesar 27,7% terhadap total transaksi Paylater atau mengalami kenaikan hingga 169% sepanjang 2023. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2021 dan 2021 yang masing-masing hanya 6,1% dan 11.6%.

Riset juga mengungkapkan, bahwa kelompok umur di atas 36 tahun lebih banyak bertransaksi offline dengan alasan lebih nyaman berbelanja di toko secara langsung. Transaksi offline di kota tier 2 dan 3 sebesar 39,9% dan 13,2% (total 53,1%). PayLater menjadi alternatif bagi masyarakat di kota tersebut yang ingin belanja tanpa hambatan digital dan tingginya ongkos kirim.

Executive Director Katadata Insight Center, Adek Media Roza, menegaskan perkembangan penggunaan Paylater di kota tier 2 dan tier 3 bisa ikut berkontribusi di tengah upaya Pemerintah yang ingin mencapai tangkat inklusif keuangan sebesar 90% di tahun 2024. “Karena segmen yang selama ini unserved dan unbanked bisa dilayani dengan layanan keuangan,” tuturnya.

Kredivo
Kika: Nailul Huda, Adek Media Roza, Irfan Sanusi Sitanggang, dan Indina Andamari berfoto bersama sebelum pemaparan hasil riset

Sebagai informasi, unserved adalah kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya menggunakan layanan perbankan, sedangkan unbanked adalah kelompok masyarakat yang tidak memiliki layanan perbankan.

Di tengah-tengah makin populernya Paylater, Direktur Ekonomi Digital CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Nailul Huda mengingatkan agar perusahaan perusahaan penyedia Paylater menjaga keberlangsungan (sustainability) industri Paylater agar tetap tumbuh positif.

Baca juga: Indodana PayLater dan Matahari Bagikan Hadiah Belanja

Kehadiran Paylater sendiri menurut Nailul bisa menjadi solusi dari menurunnya daya beli masyarakat yang diakibatkan dari naiknya harga-harga barang dan bertambahnya pengeluaran. “Karena itu, kami harapkan Paylater bunganya jangan tinggi-tinggi,” tuturnya.

Indina mengatakan, keberlanjutan industri Paylater juga bergantung pada masyarakat penggunanya. Untuk itu dia mengimbau agar masyarakat bijak dalam menggunakan Paylater sehingga tidak menimbulkan gagal bayar.

Irfan Sanusi Sitanggang, Plt. Direktur Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, OJK,  mewanti-wanti agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan Paylater sehingga tidak menimbulkan beban finansial yang berlebihan dan jadi masalah di kemudian hari karena utang menumpuk. “Karena itu edukasi menjadi penting terutama ke segmen unbanked dan unserved dan anak-anak muda,” tutur Irfan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here